3

500 66 12
                                    


Listrik Apartment kami padam dan tentu saja kami menunggu Power Plant menyala. Sambil membawa lilin, Rosé mengetuk pintu kamarku dan meminta untuk ditemani. Hujan turun deras sekali dan aku tak tahu sejak kapan Rosé bersandar di bahuku dan ia merancau tanpa pernah aku meminta ia bicara banyak.


“Kadang, aku mikir, kenapa hujan sederas ini, dengan petir semenyeramkan ini, jadi gak menakutkan ketika kita berada di samping seseorang?”

“Yang kamu takutkan bukan hujan dan petir, tapi kesepian yang kamu rasakan ketika terjadi hujan dan petir.”

Rosé menatapku dengan matanya yang teduh. Ia tersenyum singkat dan kembali meletakkan kepalanya di bahuku. Cahaya lilin yang bergoyang sesekali menambah kesan menyenangkan di dadaku

Tiba-tiba dadaku jadi begitu hangat dan banyak petasan yang meledak-ledak. Sikapku yang kaku entah mengapa begitu sulit kutunjukkan di depan Rosé. Aku bahkan mulai berani menyentuh rambutnya.

“Tapi, sekarang aku udah nggak takut lagi, kok.” ucap Rosé

“Kenapa nggak takut lagi?” nada penasaran tak mampu lagi disembunyikan dari caraku berucap.





“Sudah ada kamu.”



Aku tertawa geli. Rosé yang mendengar suara tawaku malah memukul lenganku. “Apa yang lucu?”

“Terlalu cepat menganggap kehadiranku bisa menghapus ketakutan kamu Rosé.” Aku terbatuk-batuk dalam tawaku yang menderas, “Lagipula, aku nggak akan sudi dengan wanita penggalau yang mudah bermesraan dengan banyak pria di dunia maya.”

Mendengar pernyataanku yang bahkan aku tak tahu pernyataan itu bisa melukai perasaannya, Rosé terbangun dan tak lagi rebahan di bahuku.

“Kamu berpikiran seperti itu?”


Aku mengangguk ragu
“Kenapa?”

“Aku sudah kenal betul wanita seperti kamu. Yang akan meninggalkan orang yang mencintainya dengan begitu mudah, lalu kemudian mendapatkan pengganti dengan begitu cepat. Aku tahu orang sepertimu, Rosé! Semua tingkahmu tercermin dalam setiap tulisanmu di dunia maya.”



Rosé terdiam dan pipinya menjatuhkan bulir-bulir halus. Air matanya mengalir. Menderas bagai hujan di luar.

“Nggak semua yang kamu lihat di dunia maya sama seperti di dunia nyata. Aku bukan sibuk bermesraan dengan banyak pria, aku hanya mencari sosok yang bagiku cocok untukku.”

“Oh, ya? Tapi, harusnya kamu gak perlu menyapa banyak pria kan?”

Tangis Rosé tiba-tiba diwarnai tawa yang meledak, ia mendekatkan wajahnya, “Jadi, selama ini kamu merhatiin aku?”

Aku menggeleng dengan keras. Berusaha agar aku tak tertangkap basah.

“Aku cuma kesepian dan mencari pelarian. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku juga ingin punya seseorang. Aku lelah meloncat dari satu hubungan ke hubungan lain.” ucap Rosé

“Kalau begitu mulai sekarang, berhentilah meloncat dari satu hubungan ke hubungan lain.”

“Lantas, aku harus berbuat apa?”
Sebelum menjawab pertanyaannya, aku mengundang dia kembali rebahan di bahuku

“Meloncatlah sekali lagi. tapi janji, loncatan kali ini perpindahanmu yang terakhir.”

“Lalu, harus kuarahkan ke mana loncatanku yang terakhir ini?”

“Kamu itu bego beneran atau pura-pura bego?”

Rosé mengedipkan matanya, bingung dengan pertanyaanku yang terdengar sarkastik.


“Arahmu sekarang cukup mengarah padaku. Habis ini, kamu gak perlu membuat dirimu lelah dengan berjalan ke arah yang lain. Bisa?”

Tanpa banyak jawaban. Rosé hanya tersenyum manis dan membuatku gemas karna pipi Chubby nya. Itu sudah cukup jadi jawaban bagiku.




Dan, akhirnya, kupatahkan janji yang telah kuucapkan pada Tuhan. Dulu, aku bersumpah tidak akan pernah mencintai Rosé. Tapi ternyata....














“Aku cinta sama kamu. Aku udah terbiasa sama kamu. Jadi, jangan pergi.”













”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



-END-

18.01.8












-Dav🐰🐰

Jangan Pergi  | June°Rosé✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang