Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Hari berlangsungnya resepsi pernikahan Wiwin.
Meski awalnya sempat ragu, kuputuskan menghadiri acara itu. Tentu saja bukan untuk memberi ucapan selamat, melainkan mau sabotase acara resepsi.Semua barang yang dibutuhkan sudah kubawa, aku bergegas keluar rumah.
"Semoga beruntung, Wan. Aku mau pergi dulu," ucap Si Hitam yang berdiri di pundak kiriku.
"Memangnya kau mau kemana, Tam?" tanyaku.
"Aku mau hadirin resepsi mantan, acaranya di neraka. Kau mau ikut, Wan?" ajaknya.
"Vangke,,, ke neraka ajak-ajak!!" makiku dalam hati."Kapan balik, Tam?" tanyaku lagi.
"Mungkin nggak balik kesini lagi, tugasku disini sudah berakhir."
"Berakhir gimana maksudmu? Apa nggak mau ikut membantu rencana sabotasenya?"
"Tugasku cuma mengoda manusia, Wan. Selanjutnya, terserah anda!" ujar Si Hitam sambil lambaikan tangan.Sehabis itu, Si Hitam pun menghilang dari pandangan. Hal itu membuatku panik.
Tidak mungkin aku ke resepsi Wiwin sendirian, bisa-bisa nanti rencanaku bisa gagal."Wanjirrrrrr...! Dasar iblis. Main pergi seenak udel-nya sendiri," rutukku.
Kuputar otak untuk mencari solusinya, mencari cara biar aku nggak ke acara sendirian.
"Paijo...! Kuminta saja dia temaniku," putusku.
Aku bergegas menuju kamar Paijo, kuketuk pintu kamarnya beberapa kali."Siapa ya?" tanyan Paijo dari dalam kamar.
"Ini aku, Jo," jawabku, "aku lagi butuh bantuanmu."Tidak terdengar jawaban dari dalam, cuma terdengar suara gaduh dari dalam kamar.
"Kamu nggak apa-apa, Jo?" tanyaku memastikan.
Tetap tidak kudengar jawaban.
Selang 5 menit, pintu kamar pun terbuka.
"Maaf. Aku nggak tahu kamu mau kesini, Wan. Jadi, aku nggak sempat merias wajahku," ujar Paijo, begitu muncul dari balik pintu.Setelah menutup kembali pintu kamar, Paijo mendekatiku.
Tercium semerbak bau bedak bayi dari tubuhnya.
"Butuh bantuan apa, Mas Wawan?" tanyanya sambil kerlingkan mata ke arahku.
"Vedevah! Biar sudah seminggu berlalu, masih konslet aja," rutukku dalam hati.Menurut penjelasan Mbah Jarwo, kondisi Paijo memang belum sepenuhnya pulih.
Jadi efek ajiannya masih ada, meski sudah tidak di level 'ganas'.
Segera kujelaskan rencanaku, kuminta dia menemaniku menghadiri resepsi Wiwin. Meski awalnya menolak, akhirnya Paijo menyanggupinya.
Setelah semua siap, kami pun berangkat ke TKP.Yen tak sawang sorote mripatmu,
jane ku ngerti ono arti sliramu.
Nangeng anane mung sewates konco,
podo ra wanine ngungkapke tresno.Suara merdu Nella Kharisma mendendangkan lagu Konco Mesra, mengalun indah dari radio. Sekarang kami sudah berada di atas angkot, yang bakal langsung membawa kami sampai rumah Wiwin. Dan kebetulan saat itu, Bang Supir lagi menyalakan radio.
Paijo terdengar bernyanyi pelan, mengikuti alunan radio. Firasatku nggak enak, kulirik dia yang duduk disampingku. Mengetahui dirinya sedang kulirik, Paijo menghentikan nyanyiannya. Dia malah balas melirikku, sambil kerlingkan mata beberapa kali padaku.
"Wuanjiiiir!" batinku, "Kalau nggak kepepet, ogah aku ngajakin kamu."
Singkat cerita, sampailah kami di depan rumah Wiwin. Tempat acara resepsi berlangsung.
Segera kukeluarkan dua amplop dari saku, satu amplop kukasihkan pada Paijo.
"Ini buat ngisi kotak amal yang disana, Jo," ucapku.
Kutunjuk sebuah kotak yang ada di atas meja, berada di depan tenda."Kamu kan nggak kerja, Wan. Dapat uang, darimana?" tanya Paijo.
"Demi Wiwin, semua rela kukorbankan," jawabku singkat.
"Ini isinya uang asli kan, Wan? Bukan uang monopoli, seperti di pernikahan Linda dulu?" tanyanya lagi.
"Vangke...! Masih ingat saja kau, itu aib," jawabku sambil tertawa kecut.Biar tidak kebanyakan tanya lagi, kutarik tangan Paijo.
Kami segera menuju ke tenda, tempat acara berlangsung.Saat akan menulis di buku daftar tamu, dari arah bekakangku terdengar suara.
"Cie.... Cie... Cie.... Yang ditinggal rabi sudah dapat pengganti. Kapan nyusul, Mas?"Aku menoleh ke arah suara itu berasal. Rupanya yang mengejekku barusan Sinta, adik bungsunya Wiwin.
Aku baru sadar.
Saat itu, tanganku masih menarik tangan Paijo.
Mungkin sepintas bagi orang yang melihat kami, tampak seperti sedang bergandengan tangan.
Apesnya lagi.
Mendengar ledekan Sinta tadi, wajah Paijo terlihat tersipu. Saat kucoba lepaskan pegangan tanganku, Paijo berontak. Malah dengan sekuat tenaga, gantian dia yang pegang tanganku dengan erat.Hal itu tentu saja membuat Sinta dan tamu yang lain, langsung tertawa terbahak-bahak. Dalam waktu singkat, kami jadi pusat perhatian tamu yang lain.
Mendadak kami berdua jadi pasangan 'terviral', di acara resepsi itu.
"Apessssssss....!" rutukku dalam hati.Aku sudah tidak pedulikan pernikahan Wiwin lagi, maupun rencana sabotase.
Dengan menahan rasa malu yang tak tertahan, aku beranjak pergi menunggalkan tempat acara.
Sambil berpegangan tangan dengan Paijo.Itulah kisah terakhir percintaanku dengan Wiwin, atau lebih tepatnya dengan Paijo.
Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Ditinggal Rabi
HumorCerita bergenre komedi. Judul cerita merujuk pada lagu dangdut koplo populer.