1.

7 0 0
                                    

Pukul 04.15 dini hari.

‘BUK!! BUK!! BUK!!’

Suara pukulan yang nyaris tanpa henti itu berlangsung sudah 1 jam lamanya. Seseorang yang tanpa ampun memukuli samsak itu tidak menyadari ada orang lain yang sedari tadi memperhatikannya sambil membawa segelas air putih hangat. Orang itu perlahan mendekat sambil meletakan air putih itu diatas meja kecil disudut ruangan.
“Al..” Kata orang itu sambil melipat kedua tangannya.
‘BUK!! BUK! BUKK!!’
“Udah 1 jam lo mukulin itu samsak, lo gamau siap-siap buat sekolah?” Katanya lagi
“Bentar bang, nanti pas adzan shubuh gue mandi,” Jawab Alrisa tanpa menoleh.

Yup! Seseorang yang sedari tadi sibuk meninju samsak tersebut ialah seorang gadis cantik keturunan tionghoa bernama Alrisa. Alrisa memang sangat hobi bertinju, dia selalu rutin melakukan latihan bahkan pada saat weekday seperti sekarang. Ia sangat bermimpi bisa menjadi seorang petinju internasional, tapi mimpinya itu terhalang atas izin yang tidak akan pernah diberikan oleh sang ayah. Akhirnya demi memuaskan hasratnya untuk bertinju Alrisa memutuskan untuk membeli sendiri samsak tinju dan berlatih dirumah.
Hendra menghela nafasnya berat, 5 menit lagi adzan shubuh dan adiknya masih sibuk meninju samsak tanpa ampun.

“Ngidam apasih mamah sampe bisa punya anak kaya lo,” katanya sambil menggelengkan kepala.
Alrisa menghentikan aktifitasnya. Gadis itu memandang Hendra kemudian melepaskan sarung tinjunya dan berjalan mendekati nakas untuk mengambil segelas air putih dan meminumnya sampai habis.
“Ya allah Al, lo tuh cewek Al cewek! Bisa – bisanya lo hobi ninju gitu,” Kata Hendra lagi.
“Lo gabosen apa bang ngomong gitu mulu? Ini udah ke 250 kalinya lo ngomong gitu ke gue. Gue aja yang denger bosen!” Balas Alrisa. Kali ini perempuan itu mengambil handuknya dan berjalan keluar melalui Hendra.
“Yee, dibilanginya! Eh Al buruan! Set jam lagi gue tunggu dimobil!” Teriak Hendra.

***

“Nanti gausah jemput bang, gue mau mampir dulu soalnya,” Kata Alrisa saat dia dan Hendra sudah berhenti tepat dipintu gerbang SMA NUSA 01, tempat Alrisa bersekolah. Hendra menatap adiknya penuh selidik.
“Tumben? Mau kemana emangnya lo?” Tanya Hendra akhirnya.
“Gue mau beli sarung tinju, yang itu udah buluk. Gatel-gatel gue makenya,” Jawab Alrisa santai. Mendengar apa yang akan dibeli Alrisa, Hendra hanya bisa menghela nafasnya berat. Melarang Alrisa membelinya pun percuma. Adiknya tidak akan mendengarkanya.
“Gamau gue anter?” Pertanyaan itulah yang akhirnya terucap dari mulut Hendra.
“Gausah, katanya lo kan ada kelas tambahan. Gue bisa sendiri kok,” Jawab Alrisa santai sambil menarik seulas senyum diwajahnya untuk meyakinkan Hendra.
“Yaudah kalau gitu,” Ucap Hendra lagi. Kini ia membalas senyum Alrisa. Tanpa aba-aba lagi Alrisa langsung membuka pintu mobil dan meninggalkan Hendra begitu saja, tanpa sepatah kata pun.
Hendra menarik senyum di ujung bibirnya
“Dasar gasopan,” Katanya kemudian sambil melaju meninggalkan SMA NUSA 01.

***

Arisa duduk manis dikursinya sambil mencoret-coret bagian belakang buku tulisnya. Hal yang selalu dilakukannya ketika ia merasa bosan atau jenuh. Hari ini mata pelajaran pertama dan kedua kosong dikarenakan rapat mendadak yang diadakan oleh para guru. Sehingga para murid di SMA NUSA 01 mendapatkan free class. Di kebanyakan murid lainnya ini merupakan salah satu kabar gembira, tapi menurut Alrisa tetap saja itu membosankan, yang dia inginkan hanya meninggalkan tempat ini dan segera berlari menuju toko peralatan tinju yang ada diujung perempatan jalan.

“Al, lo gamau ke kantin?” Tanya Sela. Teman sebangku Alrisa.
“Enggak,” Jawabnya singkat dengan tangan yang masih sibuk mencoret-coret lembaran kertas putih itu.
“Serius? Ada Sam loh dikantin, dia nyariin lo mulu dari kemaren,” Lanjut gadis itu, tetap memaksa.
“Gamau Sel, kalau lo ketemu Sam bilang aja jangan pernah gangguin gue kalau gamau bonyok!” Alrisa langsung menutup buku tulisnya dengan agak keras dan memasukannya kedalam ransel. Alrisa menatap Sela tajam. Seolah tatapan itu mengisyaratkan Sela agar segera menjauh dari hadapannya.
“Yaudah iya Al iyaa nanti gue bilang ke Sam kaya apa yang lo sampein, tapi gue gausah dipelototin juga kali,” Kata sela akhirnya menyerah dan memilih pergi dari hadapan Alrisa.

Alrisa menghela nafasnya berat. Kepalanya agak pusing hari ini dan moodnya sedikit berantakan. Ia ingin sesegera mungkin pulang dan membeli sarung tangan tinju untuk latihan. Alrisa membaringkan kepalanya diatas meja sambil memejamkan matanya. Baru 5 detik matanya damai terpejam kini kembali terbuka lebar akibat suara teriakan dari Adul-ketua kelasnya yang begitu nyaring.

“Woy! boleh pulang woy!!” Kata Adul sambil berlari mengambil tasnya dan mengajak beberapa anak laki-laki untuk makan di warung Ma’ Uun. Warkop ber-wifi yang berada disamping sekolah. Tentunya ajakan Adul mendapat respon positif dari anak laki-laki yang diajaknya itu.
Alrisa hanya menggelengkan kepalanya mendengar percakapan 5 laki-laki itu ralat bukan 5 tapi 6 ditambah Adul.  Alrisa melangkahkan kakinya keluar dan mendapatkan Dito sedang berdiri bersandar ditembok sambil menunggunya. Dito ini adalah wakil ketua osis yang terang-terangan mengincar Alrisa, pasalnya 1 sekolah sudah tau bahwa dia dan Sam bersaing ketat untuk mendapatkan Alrisa. Alrisa nyaris dibuat gila dengan tingkah laku keduanya.
“Eh Al, ayo,” Katanya mensejejerkan langkah dengan Alrisa.
“Ngapain lo?” Tanya Alrisnya sambil menaikan sebelah alisnya.
“Ya nganter lo balik lah, apalagi?” Balas Dito cepat.
“Udah ganti profesi lo jadi tukang ojek?” Tanya Alrisa lagi.
“Yakan tukang ojek khusus buat lo aja Al..” Jawab Dito sambil diiringi dengan cengiran khas yang katanya bisa membuat cewek disekolah ini kena serangan jantung mendadak. Justru Alrisa menjadi satu-satunya cewek yang merasa geli dengan cengiran tersebut.
“Gausah deh, gue ada urusan. Duluan ya bye,” Kata Alrisa sambil sedikit berlari menuju gerbang meninggalkan Dito.
“Eh Al! Gapapa sini gue anter! Al! Al!!! Arrrrgghhhh!!” Teriak Dito sambil melemparkan kunci motornya ketanah. Tidak perduli dengan tatapan murid lain. Dito hanya peduli pada perasaannya, perasannya yang kesal karna pengabaian Alrisa yang kesekian kalinya.

***

Alrisa berjalan dengan santai sambil membawa bungkusan yang berisi sarung tinju yang baru saja dibelinya. Sambil sesekali bernyanyi tiba-tiba saja nyanyian kecil dari mulut Alrisa terhenti ketika dia mendengar teriakan seorang gadis meminta pertolongan. Alrisa menghentika langkahnya. Ia mencoba menangkap lebih jelas suara itu namun suara itu tiba-tiba saja menghilang. Alrisa menggedikkan bahunya dan kembali berjalan. Sayangnya langkahnya kembali terhenti saat dia kembali mendengar suara yang sama. Kepalanya menoleh kearah sebuah gang yang berada disamping kiri jalan. Suara itu kembali terdengar dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Keadaan jalan yang sepi membuat Alrisa tidak mempunyai pilihan. Ia segera berlari menyebrang kearah sumber suara. Dan benar saja, Alrisa melihat seorang gadis berseragam SMP sedang ditodong pisau oleh beberapa preman. Gadis itu menoleh kearah Alrisa dengan wajah pucat dan penuh dengan air mata.
“Kak, Tolonggg..” Lirik gadis itu.
“Diam!” Balas preman itu sambil menjambak rambut gadis yang Alrisa tebak masih berusia 15 tahun.
“Serahin Duit Lo!!” Kata preman kepada gadis itu.
“Lepasin dia!!” Teriak Alrisa. Membuat preman-preman itu menoleh kerahnya.
“Gausah ikut campur cewek manis, mau jadi pahlawan lo? Yang ada lo juga jadi korban, mending pergi aja jangan ganggu kita,” Ucap preman yang satunya meremehkan.
“Lepasin atau kalian menyesal!!” Sejujurnya Alrisa muak. Ia ingin sekali mempraktekan tinjunya kepada preman-preman itu. Hatinya sungguh tidak tega melihat gadis SMP itu meronta kesakitan akibat jambakan dari preman-preman yang memalaknya.
“Haha! Menyesal? Yang ada lo yang menyesal udah jadi sok pahlawan buat nih anak kecil!” Kata preman itu diiringi dengan tawanya.
Cukup! Kesabaran Alrisa sudah mencapai puncaknya. Alrisa langsung mengeluarkan sarung tinju yang baru saja dibelinya dan kemudian memakainya.
“Gue udah minta kalian lepasin dia, kalian menolak dan gue ga ada pilihan. Kalian cocok jadi percobaan sarung tangan tinju gue yang baru,”

***

Salam, penulis amatir.

ResilientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang