Author POV
Hari senin. Ya, seribu dari seribu satu orang pasti mengeluh. Upacara, pakaian harus rapi, dan serentetan hal lainnya yang membuat siswa-siswi mengeluh.
"Lo bego banget ya!" Ucap Hana lirih pada lelaki disamping kirinya, siapa lagi kalau bukan Dzaky. Tetapi kini samping kanannya ada Yudi yang berdiri tegak memperhatikan Pembina yang sedang berbicara didepan diatas mimbar, pencitraan.
Dzaky melirik Hana yang kini memandang matanya tajam. "Bego apa sih? Orang gue ganteng juga." Dzaky tersenyum ala-ala.
"Lo pikir pake topi gitu makin keren?" Pernyataan Hana membuat dirinya tersenyum memperlihatkan serentetan gigi putihnya yang rapi.
"Lagian gue kan emang keren. Kalo ditambahin entar yang ada cuma gue yang laku disini." Ucapnya lalu mengembangkan senyum.
"Diem, ntar keciduk pengawas upacara." Ucap Yudi lelah melihat perdebatan kedua sahabat ini yang tak pernah ada ujungnya.
Hana membuang mukanya kearah lain, kesal tentunya. "Gila." Dzaky tertawa pelan. "Gue denger Han."
Hana memutar bola matanya jengah. Bagaimana tidak? Sekarang upacara bendera dan Dzaky memakai topi bertuliskan 'fuck ceremony'. Gila memang. Entah apa yang ada dipikiran cowok bertinggi tubuh 178 cm itu. Sudah berkali-kali masuk ruang BK tapi tak ada kapoknya. Entah karena dia tak memperhatikan guru saat pelajaran, memakai sepatu berwarna ngejreng, sampai-sampai dia menipu satu kelas bahwa hari itu guru ada rapat besar-besaran dan pulang lebih awal. Fikirannya mungkin sudah macet.
Hana memutar kepalanya dan menghadap kearah pembina. Seolah memperhatikan, tetapi pikirannya buyar. Mungkin dia sedang capek kali ini.
Samar-samar terdengar suara sepatu mendekat. Hana menoleh kearah Dzaky tepat saat suara sepatu itu berhenti.
"Dzaky!" Teriak wanita itu tepat disamping Dzaky. Dzaky yang merasa terpanggil langsung menolehkan kepala dan melihat bahwa disampingnya ada guru yang selalu memberinya pencerahan. Namun semuanya hilang sekejap saat ia keluar ruang BK.
Dzaky tersenyum kilat lalu datar lagi. "Ya?" Tanyanya dengan nada malas. Ia sudah sangat-sangat malas bertemu wanita tua didepannya ini.
Tapi karena topi sekolahnya hilang, jadilah ia disini. Ditempat yang selalu dikunjunginya. Entah sudah berapa kali ia masuk keruangan ini. Tapi sepertinya magnet sudah menempel di dalam tubuhnya.
Dzaky sudah duduk manis disofa ruang BK setelah mati-matian menahan panas hingga upacara selesai. Namun sepertinya dewi fortuna tidak memihaknya. Tubuhnya yang tinggi menjulang membuatnya gampang ditemukan guru pengawas upacara ketika ia tak memakai pakaian yang seharusnya dikenakan.
Bu Rina, sudah duduk didepan Dzaky dengan mata yang tajam menyorot manik hitam milik Dzaky. "Ibu udah capek Dzaky, kamu ini bodoh atau gimana? Bahkan keledai saja tidak akan mengulangi kesalahan hingga lebih dari seratus kali. Tapi kamu malah seperti ini." Ucapnya datar namun tegas. Namun yang diberi pengertian malahan diam dan seolah tidak mendengarkan apapun yang diucapkannya.
Bu Rina melotot. "Kamu dengar tidak?!" Ucapnya yang sudah kesal, sangat sangat kesal dengan perlakuan Dzaky.
Dzaky hanya menatap Bu Rina heran. "Saya diajari Mama saya untuk tidak melawan saat diberi tau." Ucap Dzaky datar. "Dan kalau Ibu sudah tidak berkenan saya disini, saya akan keluar dari sekolah sekarang juga."
Bu Rina gelagapan. Ia tak tau apalagi yang harus dilakukan, satu sisi dirinya sangat ingin menghakimi Dzaky karena sudah bertindak semaunya sampai berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus kali. Tapi disisi yang lain, dia sudah berjanji dengan pihak guru-guru disekolah bahwa apapun yang akan dilakukan Dzaky, dia tidak akan dikeluarkan dari sekolah.
Dia pintar, atau mungkin sudah dapat dikategorikan sebagai orang genius. Otaknya yang encer membuatnya tak pernah mendapat nilai kurang dari 9. Tapi mungkin alasan lainnya tidak hanya itu. Keluarganya juga donatur terbesar untuk SMA Rajawali ini.
"Bukan begitu maksud Ibu, Ibu cuma berharap agar kamu merubah perilakumu ini, Dzaky!" Bu Rina mengucapkannya dengan datar.
Dzaky memandang Bu Rina jengah. "Kenapa Ibu berharap kepada saya? Saya nggak mau Ibu menganggap saya PHP." Ucapnya datar seolah tak ada kesalahan sedikitpun atas ucapannya. Bu Rina sudah tak tau dengan cara apalagi Ia memberi tau murid dihadapannya ini. Muridnya ini tak habis akal membuat dirinya mengatup mulutnya.
Bu Rina menyerah. "Sekarang kamu ke kelas!" Ucapnya sambil menunjukkan jarinya kearah pintu keluar.
"Katanya saya harus disini bu?" Ucapnya menggoda Bu Rina dengan senyumnya yang membuat siapapun pasti melting, tapi tidak dengan Bu Rina. Ya karena dia sudah berkepala empat.
Bu Rina menatap Dzaky dengan lelah. "Tolong keluar sekarang!" Perintah Bu rina dengan suara datar. "Dan tolong, jangan pakai topi itu lagi saat upacara!"
Dzaky melebarkan senyumannya. "Oke bu. Jangan kangen sama saya ya." Ucapnya lalu melenggang keluar. Bukan kelas yang ia tuju, bukan. Tetapi kantin. Tempat yang menurutnya tempat terindah didunia. 'Saat lo laper, lo bisa ambil apa aja. Kalo kantong lo gaada isi, bisa ngutang.' Semboyannya.
Ia berjalan santai menuju kantin, lalu menuju meja yang kosong. Menekuk satu kakinya dan ditaruh diatas pahanya, cara duduk khas anak lelaki.
"Mak, es jeruk satu!" Ucapnya pada Mak Sri, Emak Kantin yang sudah mengenal Dzaky. Ia bergegas membuat es jeruk pesanan Dzaky.
Dzaky mengambil roti asal, membukanya dan memasukkan kedalam mulutnya.
Bug!
"Uhuk-uhuk!" Dzaky terbatuk hebat. Roti yang tadi didalam mulutnya sekarang berpindah ke lantai dengan bentuk yang berbeda dengan semula. "Mak esnya Mak!"
Dzaky langsung menyambar es jeruk itu dan meminumnya dalam satu hitungan. Laki-laki di belakang Dzaky tertawa terbahak-bahak.
Dzaky menoleh ke belakang dan memelototi cowok yang sangat di kenalnya itu.
"Lo mau buat gue mati, Fad?!" Ucap Dzaky ngotot. Ya, bagaimana tidak? Dia sedang enak-enaknya makan dan dengan sengaja Fadlan menepuk pundaknya keras.
"Alay lo." Fadlan bergegas duduk di samping Dzaky.
"Rifan mana?" Tanya Dzaky masih dengan memasukkan roti kedalam mulutnya.
"Tuh." Ucap Fadlan sambil menunjuk keberadaan Rifan yang mendekati mereka berdua dengan dagunya. Rifan berjalan santai dan mengambil duduk di depan Fadlan juga Dzaky.
"Abis darimana lo?" Tanya Dzaky tak sabar. Ia menuntut pertanggungjawaban dari keduanya karena ia jadi menghabiskan minumannya dalam sekejap.
"Gue dari wc, kenapa?" Tanya Rifan datar.
"Noh kembaran lo dateng tiba-tiba nepuk pundak gue. Ya gue keselek lah." Adu Dzaky kepada Rifan. Wajahnya kini diubah ala-ala orang marah.
"Dia bukan kembaran gue, thanks. Btw, apa urusan gue sama lo keselek?" Ucap Rifan dengan datar. Ya dia memang seperti itu. Berbanding terbalik dengan Fadlan yang suka jelalatan dan nggak bisa diem.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Wish (Slow Update)
Teen FictionMungkin memang benar, munafik jika persahabatan perempuan dan laki-laki tak dilandasi dengan sedikit taburan cinta dan kasih sayang. Selalu membuat tersenyum, ingin menjaganya lebih dari siapapun, dan merangkulnya dalam dekapan agar tak ada yang me...