Harapan

193 6 3
                                    

Saya adalah seorang anak laki-laki biasa yang berasal dari kota kecil nan indah, Tangerang " kota kecil dengan sejuta kenangan" ya begitu lah anggapan kami para orang-orang Tangerang, saya sendiri bersyukur terlahir dikota Tangerang yang bisa dikatakan sebagai kota yang tidak terlalu maju dan juga tidak terlalu mundur, karena disini saya mendapatkan banyak kenangan, ya, kenangan indah dan sedih yang tidak dapat terlupakan yang terus saya ingat sampai hari ini.

Saya sendiri adalah seorang pelajar yang bersekolah disalah satu sekolah Katolik yang cukup ternama di kota Tangerang, sebenarnya saya beruntung dapat sekolah di sekolah tersebut karena sekolah tersebut cukup mahal bagi golongan menengah kebawah. Bukan cuma karena itu saja saya merasa beruntung dapat bersekolah di sekolah tersebut, namun disekolah tersebut juga memiliki fasilitas dan juga standar yang tinggi dalam kedisplinan dan juga pelajaran, juga merupakan sekolah yang mampu membuat sistem yang dapat dikatakan "rapi" untuk mengembangkan karakter dan tempat yang tepat untuk mencari jati diri seseorang (siswa). Yang saya suka bandingkan dengan beberapa sekolah yang ada di sekitar Tangerang yang dikatakan oleh teman saya yang bersekolah disana, dia mengatakan banyak sekali jam pelajaran kosong, guru tidak masuk kelas dll. Yang menghambat proses perkembangan siswa, dan juga ada  "kegiatan mempermalukan" siswa, ya pernahkah kalian tidak bayaran sekolah? Atau menunggak bayarannya spp?, Untuk kalian yang berada di golongan menengah ke atas mungkin hal itu jarang kalian alami, namun bagi beberapa golongan, tentu saja hal itu membuat mereka merasa tertekan atau merasa minder dengan lingkungan mereka sendiri. Dan ditambah lagi oleh beberapa perlakuan sekolah di Tangerang yang membuat para murid yang tidak membayar SPP merasa semakin tertekan, Seperti saat ujian berlangsung mereka mengerjakan soal ujian di luar kelas, diasingkan dari anak-anak yang lain, memakaikan pin kepada anak-anak yang belum membayar SPP. Dan membacakan nominal spp yang belum mereka bayar. Hal yang menurut saya amat sangat menghancurkan mental anak-anak penerus bangsa ini. Apakah hal ini akan terus dibiarkan?

Saya sendiri berasal dari SMP yang kurang lebih bersistem seperti itu. Sekolah SMP saya merupakan sekolah yang seperti pada umumnya di Kota Tangerang, sekolah dengan jumlah murid-murid dan fasilitas yang dapat dikatakan sama dengan sekolah lain. Namun saat SMP saya juga memiliki beberapa kenangan suka dan duka yang "membentuk" saya sampai saat ini. Saya ini sebenarnya adalah anak yang memiliki prinsip " I Can be your sweet dreams, But i can be your nightmares too" jadi sikap saya sebenarnya tergantung dengan sikap Anda ke saya, seperti itulah prinsip saya sejak dulu mungkin karena itu juga saat SMP saya hampir tidak pernah dipalakin oleh kakak-kakak kelas berbeda dengan teman-teman saya yg lain. Masa-masa SMP saya sebenarnya layaknya anak-anak lain, masa dimana mulai menyukai lawan jenis, masa peralihan dari anak-anak menuju masa remaja. Selama 3 tahun saya termasuk anak yang selalu masuk kedalam 10 besar dikelas. Dan nama saya juga cukup terkenal oleh para guru-guru tetapi sayajuga termasuk kedalam kategori anak yang dapat dikatakan nakal dan tidak dapat diatur, namun saya suka berpikir saya boleh nakal (dalam taraf yang wajar) namun saya tidak boleh jahat, saya tidak mencuri, saya tidak menjelek-jelekkan orang lain atau membuat orang lain jadi menderita. Namun sebenarnya saya juga memiliki koneksi atau hubungan baik atau akrab dengan para guru di sekolah SMP saya dan juga memiliki banyak teman saat SMP karena saya sadar di satu sekolah itu pasti tidak ada yang tidak mengenal saya. Sebenarnya  saya termasuk kedalam anak yang tidak suka berkumpul dengan satu geng saja di sekolah karena menurut saya itu akan menjadikan diri saya memiliki ruang lingkup atau koneksi yang terbatas nantinya. Jadi sebenarnya masa-masa SMP saya seperti halnya masa-masa anak SMP lain pada umumnya.

Sampai Waktu itu saat pembagian surat kelulusan di SMP saya, saya dan beberapa teman saya tidak dapat hadir, hmm... lebih tepatnya kami tidak mau hadir, karena waktu itu saya masih menunggak 4-5 bulan, yang dikatakan oleh sekolah bagi anak-anak yang belum melunasi spp tidak dapat mengambil surat kelulusan tersebut. Namun wali kelas saya pernah berkata "seandainya kamu masuk terus dalam Ulangan Nasional tersebut kamu dapat dipastikan lulus", jadi saya cukup yakin saya akan lulus, maka dari itu beberapa bulan sebelumnya saya sudah mendaftar dan mengikuti tes di sekolah tempat saya bersekolah sekarang. Saya mengambil Jurusan "animasi" hmm... Pasti kalian berpikir saya jago gambar kan? Kalo kalian semua berpikir seperti itu kalian semua salah, saya sejak SD sampai dengan SMP tidak pernah namanya menggambar jadi so pasti gambar saya ini tidak bagus (jelek), hmm terus kenapa dong saya bisa lulus tesnya? Saya berpikir Itu karena selain tes menggambar ada juga tes yang lainnya yang "mungkin" nilainya digabungkan lalu dibagi, mungkin dapat diibaratkan, seandainya tes menggambar saya mendapatkan nilai 5, lalu matematika, Inggris, bahasa Indonesia mendapatkan 8 ke atas, so saya dapat mencapai atau melampaui kkm yang ditetapkan oleh sekolah dan saya bisa lulus dari tes itu.

Selama masa liburan sambil menunggu hari pertama MOS (Masa Orientasi Siswa ) hmm...Sorry bukan MOS tapi MOS sudah berganti menjadi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang menurut saya amat sangat berbeda dengan MOS so pasti saya gak punya cerita tentang dibully oleh para kakak-kakak kelas saat "Masa Orientasi Siswa" (MOS), selama menunggu itu saya sempat berpikir keras dan berulang-ulang karena saya baru sadar ternyata jurusan "animasi" itu berbeda dengan Jurusan "Multi media" yang sebenarnya saya ingin masuk kedalam jurusan Multi media. Jadi saya sempat berpikir untuk tidak jadi masuk kedalam sekolah saya yang sekarang ini. Namun Mama papa saya mengatakan kalau sekolah saya yang sekarang ini, tidak terlalu "menekan" dalam urusan pembayaran uang sekolah. So saya tiap malam selalu memikirkan plus minus nya saya bersekolah di sekolah saya yang sekarang ini. Saya memikirkan uang sekolah yang cukup mahal, saya memikirkan uang transportasi saya nantinya, saya memikirkan uang saku saya nantinya bagaimana, yang mungkin dapat lebih berguna jika saya tidak bersekolah di sekolah saya yang sekarang ini. Dan juga terkadang saya suka merasa iri dengan teman-teman saya yang bebas lepas melakukan apa pun yang mereka suka, karena mereka "sepertinya" tidak mempunyai beban pikiran apa pun. Dan l pada akhirnya saya tetap masuk kedalam sekolah saya yang sekarang ini.

"Hari itu saat saya melihat gerbang masuk sekolah itu timbul secercah harapan yang terasa didalam hati saya. Hawa dingin yang sangat terasa saat itu di karena kan saat itu masih pukul 5.30 pagi, dan semua rasa gugup itu, yang masih bisa saya rasakan sampai saat ini. Yang membuat kaki saya terpaku selama beberapa menit.
    Tiba-tiba ada suara, "'Woi" berbarengan dengan tepukan dipundak saya yang akhirnya sejenak membuat saya terkejut, dan juga menyadarkan saya untuk... "


Reason?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang