1 / 3

69 8 0
                                    

syzath presents :
H a n y a G e r i m i s

☁️
:::

Kezia berjalan malas keluar pagar.

Pagi-pagi, udara dingin, di hari Minggu, disuruh ke warung beli telur sekilo, baginya sangatlah merusak kegiatan bermalas-malasannya.

Langit bahkan menyisakan awan putih dan abu, bagai monokrom. Sebentar lagi hujan mungkin, pikirnya.

Tetapi Kezia tidak membawa payung, masa bodo, warungnya dekat ini. Tinggal lurus terus belok kiri, lurus lagi, ada perempatan belok kanan, lalu sampai.

Sembari berjalan, dirinya teringat sesuatu. Bersamaan dengan ketika kejadian beberapa bulan lalu. Kezia merindukannya.

Tetapi tidak mungkin bukan, untuk berjumpa lagi dengannya atau.. mungkin saja.

Langkahnya terhenti. Dirinya kini sudah berada di warung yang di depannya terpampang jelas 'Warung Mas Adi', warung serbaguna kebutuhan rakyat merakyat di kampung ini.

"Mas Adiiii! Belii!" serunya sesampai di lantai warung itu. Matanya mencari-cari sosok Mas Adi.

"Ehh, iya sebentaar!" seseorang membalas seruannya, siapa lagi kalau bukan pemilik warung ini. "Eh neng Kezia, mau beli apa neng?"

"Beli telor sekilo yak. Nih uangnya sekalian bayar yang kemaren royko." ujar Kezia, memberikan beberapa lembar rupiah kepada Mas Adi.

"Oalah, oke oke sip. Bentar ya,"

Kezia mengangguk. Dirinya memeluk tubuhnya yang hanya tertutupi oleh kaus rumahan dan kardigan cokelat. Anginnya semakin dingin.

Untung saja Mas Adi langsung datang membawa sekantung plastik.

"Yah neng, seribunya gak ada. Beli permen aja ya," kata Mas Adi begitu muncul lagi.

"Ooh yaudah, beli coki-coki aja deh, Mas Adi, seribu dapet tiga kan?" tanya Kezia, matanya langsung tertuju sekotak stik-stik cokelat.

"Iya, neng,"

"Yaudah, makasih ya, Mas Adi!"

"Iyaa, hati-hati neng!"

Kezia mengangguk dan tersenyum. Laki-laki yang berusia lebih tua lima tahun darinya itu, sangatlah ramah, baik dan hangat. Terkadang Kezia senang berbelanja di sini.

Kezia melangkah keluar dari warung, dengan menenteng sekantung plastik berisi telur dan tiga stik cokelat di tangan. Anginnya semakin dingin, kesana-kemari, padahal hari masih menunjukkan pukul delapan pagi.

Gadis itu melihat ke arah langit, mendung. Beberapa air hujan pun sudah mulai turun.

Gerimis.

Dan mungkin lebih baik jika ia percepat langkahnya.

Dan baru saja sembilan langkah dari warung, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat sepasang sepatu sneakers
berhenti di hadapannya. Sepaket dengan celana selutut.

Belum sempat wajahnya menengok ke atas, Kezia tersontak kaget ketika suaranya terdengar.

"Halo! Sendiri aja?"

:::

Hanya Gerimis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang