Bagian 1

21 2 2
                                    

-Dalam tawaku tersimpan sejuta kesedihan yang tak ingin aku perlihatkan kepada siapapun-

  Pukul 06.30, bel masuk hampir berbunyi. Namun, kelasku masih tampak sepi dan sunyi. Hanya beberapa siswa yang sudah berangkat. Rasa bosan pun datang menghampiriku bersamauan dengan rasa lapar. Aku melangkahkan kakiku menuju kelas sheila, berniat untuk mengajaknya sarapan di kantin.

  Dreett.. Dreett.. Tiba-tiba handphoneku berbunyi tanda ada panggilan masuk. "Sheila? Tumben banget." gumanku heran sambil mengangkat telfon dari Sheila. "Hallo, assalamualaikum?" suara Sheila di ujung telfonnya. "Ada apa,  La? Tumben Lo telfon gue? Lo gak lagi kesambet kan?" tanyaku tanpa spasi. "Orang ngasih salam tuh di jawab dulu baru tanya." tegur Sheila. "Hehe.. Wa'alaikumsalam. Tumben banget Lo telfon Gue? Gak lagi kesambet kan?" ujarku."Kenapa? Gak boleh?" jawab Sheila dengan sewot. "Dihh, jawabnya biasa aja kalee. Gak usah sewot gitu." ujarku. "Posisi dimana? Gue laper. Ke kantin yuk?" lanjutku. "Aduhh, sorry banget nih gak bisa nemenin Lo ke kantin buat sarapan. Soalnya Gue masih di luar kota. Gue baru pulang besok." jelas Sheila. "Ohh, ya udah. Gak papa kok. Gue bisa ke kantin sendiri." sahutku. "Maaf banget yaa. Besok gue bawain oleh-oleh yang banyak deh buat Lo. Itung-itung buat nebus rasa bersalah gue karena gak bisa nemenin Lo ke kantin." ujar Sheila minta maaf. "Iyaa, gak papa kok. Okee, gue tunggu oleh-olehnya." ujarku senang. "Yaa udah, Gue mau ke kantin dulu. Ayam dalam perut gue udah minta makan nih." lanjutku. "Okee, see you. Have fun. Jangan kangen gue yaa?" ucap Sheila di ujung terfon.

  Setelah Sheila menutup telfonnya. Aku pun melanjutkan langkahku. Dan menganti arah menuju kantin. Saat aku berbalik, tiba-tiba Bhuuk.. "Aww.. " rintihku sambil memegang bahuku. "Makanya, kalau jalan pake mata!" ujar Danish sewot. Aku hanya diam mendengar ucapan Danish. Ingin sekali berteriak pada Dabish kalau jalan itu pake kaki bukan mata. Tapi aku tak ingin berurusan dengan Danish. Karena di sini Danish orang ternama dan dia sepupu dari pemilik sekolahan ini. Tapi, bukankah setiap hari aku selalu berurusan dengan Danish? Meskipun aku tak berbuat salah padanya. "Lo gak papa?" tanya seseorang yang bersama Danish. Aku mengalihkan pandanganku dari Danish ke seseorang disaming Danish. Siapa dia? Dia murid sini juga? Kok aku baru liat ya? Hmm.. Atau murid pindahan? "Hmm, lumayan." gumanku tanpa sadar. "Aww.." satu jitakan berhasil mendarat di dahiku. Aku mengusap dahiku. "Woi.. Lo gak papa kan? Lumayan apanya? Lumayan sakit?" tanyanya dengan wajah datar. "Kalo di tanya tuh dijawab bukan diem aja!" lanjutnya. "Ehh.., enggak. Bukan apa-apa kok." ujarku tertunduk malu. "Ngapain Lo pegang-pegang sepupu gue? Gak usah ganjen jadi cewe!" bentak Danish. "Gue gak pegang-pegang sepupu Lo!" lawanku. "Lo berani sama gue?" tanya Danish. Aku menundukan kepalaku. Kenapa kata-kata itu keluar dari mulutku? Aku mengerutuki kebodohanku. "Malu, Bro diliatin orang." tegur sepupunya dengan melanjutkan perjalanannya. Danish melihat sekelilingnya. Banyak pasang mata yang melihatnya. "Apa Lo liat-liat?" tanya Danish. Tak ada yang menjawab. "Kalian ngapain masih disini? Bubar!" bentak Danish emosi. Semua orang membubarkan diri. "Kita niatnya cari Papa, Bro. Bukan cari sensasi. Apa lagi masih pagi-pagi  gini. Ayo?" ajak sepupu Danish pada Danish dengan wajah khasnya yaitu datar. Kini pandangan Danish tertuju padaku. "Lo.. " tunjuk Danish padaku. "Masalah kita belum selesai. Tunggu pembalasan gue." ancamnya padaku. "Kok diem? Ayo, Bro." ujar sepupu Danish sambil menarik Danish lalu menatapku dengan datar.

  Aku masih diam ditempat. Memandangi sosok Iblis dan Muka datar berjalan berdampingan hingga menghilang di ujung lorong. Yaa, kini akan mendapat julukan baru yang lebih pas untuk Danish. Yaitu Iblis atau Demon. Sungguh, kejadian pagi ini takkan ku lupakan. Kini selera makanku pun hilang. Aku pun memutuskan untuk pergi ke ruang musik untuk menenangkan diri.

*****

  Jemariku menari diatas tuts piano. Memainkan lagu dari Dewa 19. "Hidupku tanpa cintamu
Bagai malam tanpa bintang
Cintaku tanpa sambutmu
Bagai panas tanpa hujan
Jiwaku berbisik lirih
Kuharus memilikimu

Aku bisa membuatmu
Jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa.."

*****

   Tanpa Kennan sadari, ada seseorang yang terpukau melihat jari jemarinya lincah menari di atas tuts. Sungguh, belum ada  yang tau kelebihan Kennan. Bahkan sahabatnya sekalipun. Yang mereka tau Kennan hanyalah anak dari keluarga miskin, kumel dan cupu. Tanpa mereka sadari Kennan adalah mantan model. Dia selalu menyembunyikan nama Agaisha yang ia gunakan sebagai nama modelingnya. Ia berhenti menjadi modeling semenjak Papanya bangkrut dan harus pindah ke luar kota. Dan di kota inilah ia banyak belajar tentang arti dari kehidupan yang sebenarnya. Mulai dari belajar hidup sederhana hingga belajar sabar, tabah dan kuat dalam menjalani hidup.

*****

   " Hidupku tanpa cintamu
Bagai malam tanpa bintang.."
  Aku terus berjalan mengikuti dimana suara piano itu berasal. Hingga tanpa sadar langkah kakiku membawaku menuju ruang musik.
" Aku bisa membuatmu
Jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa.."
  "Dia cewe yang tadi pagi kan?" Tanyanya pada dirinya sendiri. Anggara tersenyum. "Siapapun Lo, gue jatuh cinta sama Lo saat pertama kali gue liat Lo. Dan sekarang gue jatuh cinta sama permainan piano Lo saat pertama kali gue denger. Selamat Lo berhasil buat gue jatuh cinta hanya dengan dua hal dalam satu hari." Ujarnya sambil melangkah meninggalkan ruang musik.

*****

Aku mengakhiri permainan pianoku. Setelah aku merasa cukup tenang. Ku lihat jam di pergelangan tanganku. Pukul 09.00, aku memutuskan untuk meninggalkan ruang musik dan memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengisi waktu luang. Setidaknya disana tak akan ada Danish dan csnya. Karena perpustakaan adalah tempat yang sangat dihindari oleh Danish cs.
  Saat berjalan tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menabraknyak dan Byurr.. "Ahh.." ucap Kennan dengan sepontan saat jus stroberi membasahi rambut dan bajunya. "Ups.. Sorry." ujar Carline dengan ekspresi syok sambil berpura-pura membantu membersihkan baju Kennan dengan tisu. "Sorry, Ken. Gue sengaja!" ucap Carline dengan ekspresi sinis. "Hahaha.. Rasain nih." lanjut Carline sambil menumpahkan setengah jusnya yang tersisa dalam cup. "Gue salah apa sama Lo?" ucapku mulai emosi. "Pengin tau atau pengin banget?" ucap Carline sensi. "Bye.. Hahahaha.." lanjut Carline sambil pergi meninggalkanku. Aku tak pernah tau apa salahku pada Carline. Setahuku, aku tak pernah membuat masalah masalah dengannya. Tapi dia selalu saja melakukanku seolah aku berbuat salah padanya. Jujur aku sangat kesal padanya. Ingin sekali aku melawannya. Tapi.. Aku sadar posisiku di sekolah ini dan aku tak ingin mencoreng nama keluargaku hanya dengan kekesalanku padanya.

*****

Tanpa Kennan sadari ada seseorang yang mengamatinya dari jauh. Dan merekam kejadian hari ini.

*****

Hay, guys. Maaf baru update. Banyak kegiatan dan kekurangan inspirasi. Tapi sebisa mungkin aku bakal seminggu sekali bakalan update. Thanks.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LukakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang