It's You

918 79 7
                                    

“Berapa lama kau memanjangkan rambutmu?”

Joshua memainkan suraiku sambil sesekali indra penciumannya menyesap aroma shampo yang selalu kugunakan.

Aku diam sejenak, menerka-nerka dalam hati. “Mungkin sekitar tiga tahun.”

Ia hanya diam dengan tangan yang masih memainkan rambutku. “Kau tak terlihat buruk dengan rambut panjang.”

Aku mendongak, menatapnya yang juga tengah menatapku. Ia tersenyum, dan aku pun tak bisa untuk tidak ikut tersenyum karena itu.

“Kapan kau akan kembali ke Amerika?” tanyaku ketika ia mendudukkan dirinya di hadapanku.

“Aku tidak kembali lagi.”

“Apa?”

“Rumahku ada di sini.”

Atau itu hanya perasaanku bahwa senyumnya saat ini menyiratkan sesuatu.

***

Aku bersumpah ekspresi itu ada di sana ketika aku memberitahunya.

Ia sempat terlihat sedih, atau kecewa? Aku tak yakin. Namun tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Seperti, seharusnya aku tidak memberitahunya soal ini.

“Jadi kau,” ia menggantungi kalimatnya, “berpacaran dengan… Chanyeol?”

“…Ya.”

Americano yang saat ini berada di hadapanku tampak tak menarik lagi. Kami berdua sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga suara lonceng café mengembalikan kami ke dunia nyata.

Kulihat ia menyesap minumannya dengan susah payah. Kemudian kembali tersenyum ketika ia mendongakkan kepalanya, menatapku.

“Kalau begitu kau harus mentraktirku atas mocha latte ini.”

Aku membalasnya dengan senyum lebarku. Ah, akhirnya suasana yang sempat membeku di antara kami tadi kembali mencair. “Tentu saja!”

***

“Kenapa kau memotong rambutmu?”

Joshua tampak syok sore itu ketika ia berkunjung ke rumahku. Aku tahu dia sangat menyukai rambut panjang yang kumiliki, mungkin lebih tepatnya, senang memainkan rambut panjangku. Kurasa dia cukup kecewa karena akhirnya ia tidak bisa bermain-main lagi dengan itu.

Tetapi aku salah.

“Apa Chanyeol menyakitimu?” tanyanya. Setengah polos, setengah geram.

Tawaku tidak dapat terelakkan ketika mendengar pertanyaannya tersebut. Dengan wajah bersemu sehabis tertawa, aku menjawab, “oh, Shua-ya, tentu saja tidak.”

Dia meraba rambutku yang sekarang hanya mencapai bahu. Masih terlihat panjang, memang, kurasa aku hanya terlalu menyayangi rambut panjang itu.

“Potong rambut hanya untuk orang-orang yang patah hati.” Balasnya.

“Aku tidak.”

Kami saling bertatapan dalam beberapa saat sebelum akhirnya dia memilih untuk menyerah pada perdebatan kami yang kesekian kalinya. “Apa alasanmu memotong rambut?”

“Kau tahu, aku sangat menyukainya,” ia menatapku. Lagi-lagi tatapan tersebut tidak dapat kuartikan. “Kurasa aku mulai mencintainya.” Dan suaraku kemudian terlepas sepelan bisikkan.

Namun aku yakin dia mendengarnya. Karena setelah itu, Joshua membetulkan posisi duduknya dan berdehem kecil.

“Kau memotong rambut karena sedang jatuh cinta…,” ia terlihat seperti sedang bergumam untuk dirinya sendiri. Aku yang mendengar itu memilih untuk pura-pura tidak tahu dan memainkan ponselku.

“Aku baru ingat Yoon Jeonghan adalah orang yang aneh.”

“Yaak!!!!”

***

Sudah hampir dua tahun dan rambutku mulai memanjang kembali. Itu artinya, sudah hampir dua tahun pula aku berpisah dengannya. Aku sempat mengalami bulan-bulan yang buruk.

Tetapi Joshua selalu berada di sisiku.

Joshua tidak pernah meninggalkanku, dan aku tahu dia tidak akan pernah melakukan itu.

Pria tersebut sangat pandai dalam mengambil hatiku, walaupun mungkin suatu saat nanti pada akhirnya dia akan pergi, aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersmanya dan menikmati setiap moment yang terjadi di antara kami.

“Kenapa kau tersenyum seperti itu?”

Dia merengut ketika tiba-tiba aku menertawakannya. Bisa saja dia berpikir aku sedang mengejeknya. Kenyataannya, aku tidak bisa menahan perasaan geli di perutku seolah ada ribuan kupu-kupu yang tengah mengepakkan sayap di dalam sana tiap kali melihatnya tersenyum.

“Kau membuyarkan lamunanku.”

“Eey, kau melamun jorok, ya?”

“Yoon Jeonghan!”

Aku kembali tertawa dan wajahnya memerah.

“Aku baru saja menyadari sesuatu.”

“Apa?”

“Ternyata kau sangat cantik dengan atau tanpa rambut panjang.”

Kali ini giliran wajahku yang memerah. Aku terbatuk kecil dan menggapai Vanilla Late milik Joshua yang berada di dekatku.

“Manis,” gumamku tanpa sadar. Berbeda denga sebelumnya di hari itu, hari ini entah kenapa terasa sangat menyenangkan, bahkan dalam diam sekalipun.

“Apakah hanya perasaanku atau saat ini, semuanya memang terasa jauh lebih manis?”

Kami saling bertatapan dalam senyap dan kemudian Joshua bangkit secara tiba-tiba, mencondongkan tubuhnya ke depanku.

Cup

Sebuah kecupan singkat berhasil ia curi dari bibirku.

“Kau benar, manis.”

***

“Apa ini tidak terlalu pendek, Hannie?”

Kami memutuskan untuk menelusuri Sungai Han setelah Joshua menemaniku ke salon –memotong rambut. Tangan ramping tersebut seperti tak bisa berhenti untuk tidak memainkan setiap helai suraiku barang sedetik pun.

Anehnya, aku selalu menyukai sensasi ketika jari-jari itu menggelitik sisi kepalaku.

“Kau tidak menyukainya?”

“Karena aku tahu kau sangat menyukai rambut panjangmu… kenapa kau memotongnya sependek ini? Bahkan lebih pendek dari yang sebelumnya.”

Sebuah senyum tipis tersungging di bibirku. Aku bahkan baru menyadarinya sekarang. “Kurasa, aku lebih menyukaimu daripada rambut panjangku.”

Kakiku berhenti melangkah hanya untuk melihat Joshua yang tidak berhasil menyembunyikan senyum lebarnya. “Jangan membuatku memotong ini lebih pendek lagi.”

“Kepalamu akan botak jika kau terus-terusan memotongnya.” Ia terkekeh geli. Mungkin sedang membayangkan wajahku tanpa rambut sama sekali.

“Kau ingin melihatku botak?”

“Apa? Tentu saja tidak!”

“Kalau begitu jangan membuatku melakukannya.”

Tepat ketika aku hendak melanjutkan langkahku, Joshua menahanku agar tetap di sisinya. “Apa maksudmu?” tanyanya, menatapku serius.

“Jangan buat aku mencintai orang lain lagi, selain dirimu.” Kuberika ia senyum terbaikku.

Dengan perasaan yang sama seperti waktu itu. Joshua menarik tengkukku dengan cepat dan mencuri sebuah ciuman lagi dari sana. Aku tidak bisa menahan perasaan menggelitik yang menjalar di punggungku.

Rasanya sangat menyenangkan.

“Aku tidak akan membiarkanmu memotong rambut lagi.”

***
HOLAAAAAAAAA!

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang