"Ayah kamu belum pulang, Cha?" Rara mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Masih di Jakarta." Jawab Icha pendek. Matanya masih kosong, entah menatap apa.
Ayah Icha hanya bekerja sebagai kuli bangunan lepas. Kerjanya tak tentu. Jika sedang tidak dibutuhkan, ayahnya sering bekerja menjadi pencari rumput untuk pakan ternak. Upahnya memang tak seberapa, tapi cukup untuk mengganjal perut sehari.
Kini Icha merebahkan diri di kasurnya. Menatap hampa di hadapan.
"Andai kehidupannya bisa berputar seperti bumi..." itulah pikiran terakhir Icha sebelum terlelap ke alam bawah sadar.
Rara tak kuasa menahan tangis. Betapa rasanya hidup ini tak adil. Tak adil bagi Icha yang baik. Tapi Rara selalu ingat ucapan Mama-nya bahwa tiap orang punya jalannya masing-masing. Kita hanya harus yakin bahwa Tuhan selalu sayang pada kita.
Ditatapnya Icha yang terlelap. Peluh masih menumpuk di kening Icha. Rara menatap tumpukan gelas plastik sisa minuman yang berhasil dikumpulkan Icha siang ini.
"Kamu hebat, Cha... Kamu harus sadari itu." Batin Rara.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Titik Jenuh
Short StoryIcha, anak sekolahan dengan segudang masalah. Gamang saat pada akhirnya ia temukan titik jenuh di kehidupannya. Jenuh bertahan, jenuh dg senyum palsu, bahkan... ia hampir jenuh memohon pada Tuhan. Akankah Icha bertahan meniti titik jenuhnya? Atau i...