Not Enough

868 64 5
                                    

Hi, aku pernah nge-publish di wordpress yoongexo. Hanya oneshoot tapi di sini aku mau ngelanjutin hehe. Gak panjang kok.

Happy reading!

***
Pernah gak sih kalian menyukai—mencintai lebih tepatnya—seseorang yang sangat sangat dekat—hanya dianggap sebagai sahabat saja? Aku, pernah, saat ini. Dan pernah gak kalian mengagung-agungkan seorang lelaki seperti itu Tuhanmu saja? What did I say, pardon my words. Tetapi itu memang benar, dia layaknya Tuhan dan aku hanyalah hambanya saja. Bukan berarti dia Tuhanku, ya.

Tetapi for 2 years loving that bastard, dia tidak pernah menganggapku seorang wanita. Dia hanya menganggapku sebagai sahabat yang selalu ada saat dia mabuk berat gara-gara putus cinta dengan mantan-mantannya, mengantar dia pulang dengan bau alkohol yang sangat tajam sampai aku ingin muntah saja saat itu, but I bear it, because of him. Gak sampai situ, aku harus menuntun ke apartmentnya dengan tubuhnya yang beratnya 62kg. Aku bingung juga, kenapa aku  bisa cinta mati ya sama dia kayak mau nikah langsung aja kalau sama dia  gak usah pacaran thingy ala anak-anak ABG. Tetapi gara-gara cinta itu aku mau melakukan apapun sama dia, walaupun hanya dicium pas dia mabuk galau sambil ngomong gak jelas tentang mantan-mantannya. But it’s enough, walaupun cuman dicium waktu dia mabuk.

And you know, who is that bastard’s name? Oh Sehun.

Yup, Sehun. Si bastard yang selalu bikin hatiku deg-degan gak karuan, serasa aku pingin mati aja waktu dia senyum manis ke arahku, dan saat dia memasang wajah serius-penasaran saat aku  bercerita apapun ke dia sambil dia menatap mata hangatnya yang bikin aku mau langsung nikah aja  sama dia. Oke, mungkin aku udah nulis kalimat ‘nikah’ itu dua kali.

Dan sekarang, aku dalam perjalanan ke salah satu club langganan dia, disaat jam 2 dini hari, dimana seharusnya aku masih tidur dengan nyenyak atau gak ngerjain tugas kantor yang sampai saat ini belum kukerjakan, padahal deadline 2 hari lagi. Ya siapa juga, kalau bukan si bastard Sehun. Dia menelponku, meracau tentang –yang katanya—cinta matinya, Irene. Cinta mati, your ass. Your fucking ‘cinta mati’ is me, Oh Sehun. When will you realize it?

And here I am, di club langganan Sehun. Dengan memakai baju kasual berjalan ke dalam club untuk menjadi babu dia. Bau alkohol-pun sudah dimana-mana, lampu berkelap-kelip, some bitches, music dugem yang not my style banget. Anyway, semenjak aku dapat kerjaan 1 tahun yang lalu, aku sudah tidak pernah masuk tempat jahanam ini lagi. Dan aku sering ke tempat ini lagi ya gara-gara si bastard itu.

Aku melihat-lihat sekeliling tempat jahanam ini dan akhirnya menemukan dia. Dengan memakai sweater berwarna abu-abu, memakai celana jeans dan mengenakan sneakers  berwarna hitam putih. Ditambah lagi rambut hitamnya yang acak-acakan. Damn, why is he so handsome effortless  this night? Makes me want to party on his body.

Aku menghampirinya dan menarik tangannya untuk keluar dari tempat jahanam ini dan mengantarkan ke apartmentnya. Dia jalan sempoyongan dan seperti biasa dia tersenyum nakal ke arahku sambil mainin rambut ini. Mending kau mainin rambut aku, daripada mainin hati ini, Hun.

Di dalam perjalanan pun aku hanya diam saja, mendengarkan keluh kesahnya tentang cinta mati palsunya. Aku hanya mengiyakan dan mengucapkan sepatah dua patah karena aku sudah sebal banget sama dia. Instead of get drunk, why don’t you just call me and I’ll be there for you.

Sesampainya di apartmentnya, dia berlari ke kamar mandi, untuk memuntahkan air alkohol yang ada di dalam tubuhnya. Dan aku hanya duduk di sofa ruang tamu.

Diapun sudah kembali dari kamar mandi, walaupun agak sedikit mabuk, dia berjalan ke arahku lalu mendudukkan badannya di sampingku.

“So…. What’s wrong with you, Oh Sehun!” kataku yang agak berteriak kepadanya. Dia hanya tersenyum palsu sambil menatapku. Mata itu terlihat sedih dan sendu. Mata yang sangat aku tidak sukai saat ini karena membuatku sedih saja. Well, kenapa aku harus sedih juga ya? I’m just nobody.

“I love her but why did she betray me?” katanya sambil menatap TV yang sedang mati. Because you’re so stupid, Sehun. You’re so stupid because you didn’t realize that she wanted to be your girlfriend because of  your fucking money. Because you’re so fucking rich.

Aku hanya terdiam. Tidak mungkin aku menjawab dengan kata hatiku. Realita memang menyakitkan. “Because… she’s not your true love. Dia bukan cinta matimu walaupun kau selalu berkata bahwa  dia cinta matimu,” kataku sambil menatapnya. “Aku sudah bilang berapa kali ke kamu kalau dia emang ga butuh sama cintamu, dia butuh yang lain darimu.” Tambahku.

“Don’t you dare to say that! Aku tau kalau Irene memang masih belum bisa melupakan mantannya dan aku hanyalah sebagai pelarian. Tapi this is enough, Yoong, kau tau kan perjuanganku mendapatkannya?”

And now you’re angry with me because I said that about that bitch. Wow. Dan…apa? Gak bisa melupakan mantannya? Sudah tau kenapa dia mutusin kamu? Dia sudah menemukan mangsanya lagi, yang lebih kaya dari kamu, yang menurutnya lebih tampan darimu, yang gajinya lebih banyak darimu. Tapi…buatku walaupun kamu miskin, jelek, gaji dikit, kalau kamu Oh Sehun, aku bakalan selalu cinta, walaupun definisi jelek sangat tidak pantas buat laki-laki yang bernama Sehun itu.

“Money. Dia hanya butuh duit buat dia belanja barang-barang bermerknya yang harganya selangit, kau belum sadar apa? Like, udah berapa juta duit yang kau keluarkan hanya untuk si bitch itu?” Aku berdiri menatapnya dengan amarahku.

“Shut up, Yoong, gak ada gunanya aku cerita ke kamu lagi. Aku tau dari dulu kau memang gak suka sama Irene. Pergi dari sini sekarang!”

Dan aku pun diusir gara-gara si bitch Irene itu. Wow, kekuatan cinta macam apa ini. Aku menatapnya lekat-lekat dan berkata, “Sebelum aku pulang, aku punya beberapa pertanyaan kepadamu.” Sehun mengerutkan dahinya. “Kamu, pernah tidak sekalipun memandangku sebagai wanita bukan sahabatmu yang selalu kau telpon saat kau mabuk berat gini?’ Aku melihat Sehun dan dia terkejut dengan pertanyaanku. Akupun hanya tertawa hambar, “Hahaha,  gak pernah ya? Sudah kuduga.”

“Pernah.” Sehun menatapku.

“Aku sering menganggapmu sebagai wanita dan jatuh cinta kepadamu,” tambahnya dengan muka seriusnya.

Aku menatapnya tidak percaya.

“Kau tau, kenapa aku jatuh cinta kepadamu  padahal aku sudah sama Irene?”

Sehun kembali menatapku. Keheningan pun terjadi. Mungkin hanya suara jam dan suara jantung ini yang dapat kita dengar.

“Because you know me better than anyone else.”
.
.
This is not enough, Sehun. I want it more.

-tbc.

[COMPLETED] FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang