Harapan dan Kepastian

579 29 7
                                    

Anganku, adalah anganmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anganku, adalah anganmu.

Inginku, juga inginmu.

Suatu hal yang sudah pasti harus dilakukan bersama.

Namun sayang, tak ada yang tau jika kita akan terus bersama atau mungkin tidak.

Karena bisa saja kelak, kita harus saling menghindar bersama.

Akibat kita, yang memang tidak bisa lagi saling mempertahankan.

.

.

.

Hal pertama yang saat ini aku pikirkan adalah selalu ingin bersamanya. Entah mengapa rasa ini selalu menggebu-gebu saat mengingat wajahnya. Tapi hal yang paling menyakitkan adalah saat mengetahui kenyataan bahwa akan sangat sulit untuk terus bersamanya. Entah aku bisa bertahan, entah pun tidak. Namun satu hal yang pasti, perasaanku tidak akan dengan mudah pudar. Aku akan tetap dan terus mencintainya, walau apapun yang terjadi.

Aku terus memandangi wajahnya dari seberang sini, berusaha untuk tidak terlihatnya. Aku merasa memandangnya dari jauh sudah sangat cukup membuat rasa rinduku sirna.

Dulu, kami adalah sepasang kekasih yang sangat bahagia. Berbagi kisah bersama, bercanda tawa bersama, saling menjaga dan melengkapi. Aku rasa itu adalah kisah cinta yang sempurna. Tapi semuanya sirna saat aku tau dia memiliki sifat yang berbeda.

Dia mulai menunjukkan sifat aslinya saat kami sudah berhubungan satu tahun lebih. Dan sifat yang paling tidak bisa aku toleransi adalah keras kepalanya. Layaknya seperti batu cadas yang keras yang masih bisa di pecahkan, namun dia lebih keras dari itu. Sudah beberapa kali aku mencoba untuk menekan harga diriku, namun dia tetap saja sama.

Aku juga seorang wanita yang keras. Ketika batu bertemu dengan batu maka akan ada perpecahan. Dan beginilah kami, hubungan kami kandas karna kami sudah tidak bisa lagi saling mengerti.

Namun aku masih saja merindukan sosoknya. Pernah aku berharap dia datang dan kembali lagi padaku, namun dengan sifat batunya yang sudah ditinggalkan jauh-jauh. Tapi aku tersadar, itu tidak akan mungkin terjadi. Itu hanya ada dalam hayalanku saja, dia datang, kembali bersama dan membangun kembali hubungan yang kuat. Hanya hayalanku saja.

Tak terasa air mataku terjatuh, aku terjebak dalam hayalanku sendiri. Sesegera mungkin aku pergi dari tempat itu, meninggalkan si batu yang aku cintai.

Berulang kali aku melakukan hal itu, memandangnya dari jauh, terjebak nostalgia, menangis, dan pergi. Aku masih saja belum bisa menghilangkan wajahnya dari benakku. Sampai aku merasa, apa hanya aku yang tersakiti? Apa dia tidak pernah merasa sedih. Aku hancur jika melihatnya seperti tidak mengalami apa-apa. Tapi aku juga bahagia karna melihatnya baik-baik saja. Terkesan aneh memang, tapi itulah yang aku rasakan.

Pernah sekali kami mencoba untuk kembali bersama, dia yang meminta dan memohon. Aku pikir sifat batunya telah hilang, karena paling tidak mungkin dia datang dan berlutut meminta agar aku kembali padanya. Dia juga mengakui segala kesalahannya. Aku sempat merasa terbang bahagia, seperti segala ketidakmungkinan sirna.

Kembali kami membangun sebuah hubungan yang kami dambakan, bercanda tawa bersama, saling berbagi kisah, dan saling melengkapi. Namun si batu kembali lagi.

Hari itu, hari dimana ibu menyuruhku untuk melihat keadaan vila yang sudah lama tak terhuni. Aku sempat mengajak Alex, tapi dia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Aku memakluminya dan berencana pergi dengan sahabatku Dio.

Semua berjalan sesuai rencana, kami datang ke vila, melihat keadaan vila, bersih-bersih, makan dan kembali pulang. Terasa sangat bahagia saat pergi bersama Dio, dia menjagaku dengan penuh rasa sayang.

Sepulangnya dari vila ibu, semua masih berjalan seperti biasa. Sampai pada akhirnya Alex datang menjumpai kami di rumahku dan langsung menghajar Dio. Dia menghajar Dio tanpa ampun. Aku terkaget melihat kejadian ini, berulang kali aku menyuruh Alex untuk berhenti, tapi malah aku yang terhempas jatuh kebelakang. Aku menjerit dan menangis, tapi masih saja tak digubris Alex. Dan tiba-tiba saja Alex bangkit lalu menarik tanganku kasar.

Kejadian itu masih terlihat jelas di benakku. Dia menarikku kasar untuk masuk kedalam mobilnya. Disepanjang perjalanan dia mencaci-makiku dengan kata-kata yang tidak pernah kubayangkan bisa keluar dari mulut manisnya. Kali ini si batu ini memang sudah sangat keterlaluan, dan aku tak bisa menahannya lagi. Aku melawannya, aku menentang setiap tuduhan yang dia lontarkan padaku. Dia mendapat kabar bahwa aku berselingkuh dengan Dio yang pasti saja langsung ku tentang. Aku mencoba menjelaskan, tapi dia malah bersikeras dengan pemikirannya sendiri dan yang paling fatal adalah dia menamparku. Ini ada hal yang paling tidak bisa ku toleransi lagi, aku memutuskan hubungan kami. Saat kata-kata itu keluar dari mulutku, Alex malah makin menyakitiku. Dengan sekuat tenagaku aku malawannya dan pergi keluar dari mobilnya. Aku berlari sekencang yang aku bisa, air mataku tak henti-hentinya terus mengalir. Sesaat setelah aku menyadari Alex tak mengikutiku lagi, aku berhenti. Aku menangis tersedu-sedu, aku berteriak sekencang yang aku bisa. Sampai saat aku menyadari, ada seseorang yang memelukku. Dia adalah Dio.

Dio menyadari ini akan terjadi, dia mengikuti mobil kami. Dan akhirnya saat ini dia menemukanku. Aku memeluknya erat, aku menangis di pelukannya. Aku keluarkan segala keluh kesahku padanya. Dan Dio hanya memelukku erat dan memberikan pengertian yang membuatku tenang.

Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk tidak bertemu lagi dengan Alex. Hingga sampai saat ini, saat rindu itu mulai menjalar aku hanya bisa memandangnya dari kejauhan dan kembali pulang. Hanya Dio yang ada di sampingku saat ini.

Dio layaknya sebuah pelangi yang hadir saat badai besar telah usai. Alex seperti angin kencang, dan aku seperti petir yang menyala-nyala. Saat keduanya bersatu maka terjadilah badai besar yang dapat mengguncang dunia. Ya, dunia kami. Dan saat badai itu selesai, maka hadirlah sebuah pelangi menggantikan badai yang telah merusak segalanya. Sebuah pelangi yang mampu memalingkan sejenak mata yang berair menjadi berbinar karena keindahannya.

Dio melamarku, dia ingin aku menjadi istrinya. Dio adalah sebuah ketidakmungkinan yang menjadi mungkin bagiku. Dia bukan sebuah batu cadas yang tak dapat dipecahkan. Dia adalah sebuah air yang mampu mengaliri hidupku dan menyejukkannya. Setiap saat hanya kebahagiaan yang dapat aku rasakan. Alex memang telah hilang dari hidupku, tapi rasa itu masih tersisa di hatiku.

Hari ini adalah hari terakhir aku menatapnya diam-diam dari kejauhan. Aku putuskan untuk menikah dengan Dio. Aku berharap suatu saat Alex akan menemukan seseorang yang mampu mengikis sifat batunya. Aku bukanlah orang yang tepat. Aku sadar aku sangat mencintainya, tapi cinta ini lebih pantas kuserahkan untuk Dio. Karna hanya dia yang mampu menciptakan suasana indah bersamaku, bukannya menciptakan badai dengan petirnya yang menyala-nyala.

Dio sudah lama menyimpan perasaannya padaku, Dio hanya ingin aku bahagia katanya. Namun saat menyadari Alex hanya mampu menyakitiku, dia merebutku dari Alex. Dia langsung mengikatku dalam sebuah hubungan. Dia tak ingin lagi melihatku bersedih, dan aku sangat bahagia mendengarnya. Seperti seorang perempuan lainnya yang menginginkan seorang laki-laki datang dengan tulus untuk membahagiakannya, aku juga mendambakan hal itu. Walau terkadang Alexlah yang aku harapkan berada disampingku, Alexlah yang aku harapkan memberikan rasa sayang yang tulus itu padaku, tanpa kekerasa. Karena sesungguhnya aku tau, rasa sayang Alex sangat tulus, tapi sifat batunya yang menghilangkan rasa tulusnya. Dan aku membuang jauh-jauh pemikiran itu. Aku telah bahagia bersama Dio. Dan aku berharap kelak, Alex juga akan mendapatkan kebahagiaan seperti yang aku dapatkan pada saat ini. Selamat tinggal Alex, aku akan membangun masa depanku dengan Dio. Dan kuharap kau akan segera menemukan juga pelangimu setelah badai yang kita hadapi. Kemudian kita dapat bersama-sama bahagia, walau tak saling membahagiakan hidup kita bersama lagi. Biarlah semua cita-cita kita dimasa depan yang pernah kita rancang bersama-sama, dapat kita wujudkan bersama pasangan kita masing-masing. Karena dari awal kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama, kita hanya membangun sebuah harapan belaka yang tidak mau kita kuatkan dalam suatu kepastian.

Selesai..


Cerita ini telah terbit di Harian Waspada.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang