Galen memegang ponsel berlogo apel digigit tersebut dengan erat, fokusnya hanya dilayar ponselnya. "Woy awasin yang bener elah!" Tegur Ben dengan memukul tangan Galen. Akibatnya ponsel Galen tergoyang dan hampir jatuh.
"Mati ayam!" Latah Galen, "Lo nyari masalah bener sih! Ntar ah gue masih seru nih ganggu aje lu!" Galen mengusir Ben.
"Ntar kalau Bu Tini masuk sebelum anak-anak selesai nyalin, gue gantung lu dimonas!" Ancam Ben.
"Gantung aja gue gantung! Sudah sering gue diginiin, digantungin. Cih! Rendah banget martabat gue sebagai cowok." Galen berdecih dan menatap sinis Ben.
"Lo ngapain curhat ogeb! Lanjutin kerjaan Lo ah." Ben kesal sendiri berbicara dengan Galen, akhirnya dia menyerah dan masuk kembali kedalam kelas.
Semua acak-acakan, duduk tidak beraturan. Menumpuk dipojokan, menyalin cepat Pr dari buku Sava dan Zira.
Ceklek, pintu terbuka semua fokus masing-masing. "Len, kenapa?" Tanya Ann kepada Galen.
Gadis itu memang selalu telat masuk sekolah, "Nyalin Pr, Lo sudah?" Tanya Galen balik, bahkan dia meletakkan ponselnya didalam saku.
"Pr? Oh belum." Jawab Ann datar, "Gue Salinin tapi Lo ngedate sama gue ya?" Tawar Galen.
"No!" Ann masuk kedalam kelas, menaruh tasnya dan mengeluarkan bukunya. Dia mulai mengerjakan PR yang sudah 2 Minggu yang lalu belum dikerjakan.
Hebatnya, hampir semua teman sekelasnya tidak ada yang mengerjakan. Beruntung Sava dan Zira rajin mengerjakan pr.
Ojan heboh sendiri membuat yang lain mendengus sebal, bagaimana tidak dia sibuk merebut bukunya Rey yang sudah selesai menyalin dan berakhir buku Rey sobek.
"Anjeng nulis ulang gue!" Teriak Rey panik karena bukunya sobek. "Ojan gimana sih! Bagi-bagi kek!" Kesal Windy sambil mencubit perut Ojan.
"Iya-iya gue cuma panik doang." Jawabnya lempeng membuat semuanya geram, gemas pengen cabik mukanya.
Windy mendorong Ojan menjauh dan melanjutkan menyalin, "Adow buku gue gimana?!" Histeris Rey.
"Beli sana dikoperasi." Suruh Ben, "Gila aja! Bu Tini udah mau otw njeng!" Kesel Rey.
"Gak usah ngegas, gak pake njeng berapa sat?" Jawab Ben.
"Bacot ah lo gak ngebantu sama sekali gue adu bacot sama lo!" Rey menginjak kaki Ben kemudian berlari keluar kelas menuju koperasi. Mau gimana lagi, tidak ada pilihan.
Sesampainya dikoperasi, banyak murid lainnya yang curi-curi pandang ke Rey. Rey mengatur nafasnya, keringatnya bercucuran dijidatnya. Membuat para cewek yang juga ingin membeli sesuatu dikoperasi langsung gugup.
Rey itu....terlihat sexy.
Uwhh...
"Bu, saya buku tulisnya satu ya." Rey membuka 2 kancing kemejanya yang didada menampilkan kaos hitam yang dipakainya, "Aduh capeknya.." Rey mengipaskan buku yang sudah dibayarnya tersebut sembari bersandar ditembok.
Maklum, jarak koperasi dengan kelasnya lumayan jauh dan menguras tenaga. "Ehem..R-rey." gugup cewek tersebut, Rey menoleh dan ngangkat satu alis tebalnya.
"Ya?"
"Anu..hmmm gue Cantika, boleh minta nomor hp lo?" Tanya Cantika dengan wajah yang agak ragu.
"Oh boleh, mana hp lo." Cantika tersenyum lebar dan mulai menyerahkan hpnya. "Nih udah, gue balik kekelas dulu ya." Rey mengedipkan mata kirinya kemudian lanjut berlari menuju kelasnya.
Cantika yang awalnya kalem-kalem dan sok malu-malu langsung loncat girang, sambil mencium-cium hpnya.
Teman Cantika keluar dari tempat persembunyiannya, "Hebat juga lo, tapi taruhannya belum lo menangin sampe lo berhasil macarin dia." Seorang gadis dengan wajah angkuh mengatakannya dengan nada yang benar-benar arogan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECTIONIST CLASS
Teen FictionDi SMA ANTARTIC, 11 ipa 1. Kelas unggulan, kelasnya anak emas, panutan, Jenius, titisan Albert Einstein, kelas terdisiplin, kelas terkompak, kelasnya para Most Wanted, kelas sempurna atau PERFECTIONIST CLASS. Begitulah para murid dan guru menjuluki...