BAGIAN 1 : Prologue

113 13 1
                                    

   Langkah kaki terdengar, akibat gesekan mutlak antara telapak kaki berlapis boot dan kerasnya tanah. Badan ringkihnya dengan gesit berlari melewati celah antara pohon pinus yang menjulang, bak raksasa hidup di tengah malam yang sedang tertidur. Nafas nya terdengar berat, mulai kelelahan akibat berlarian terlalu lama. Di belakangnya, sayup-sayup suara geraman terdengar, antara baja dan besi saling bergesekan. Ringkik kan kaki kuda yang menderap semakin mendekat. Malam yang sebelumnya sunyi, menjadi malam yang ramai. Telinga runcingnya bergerak sensitif, mengumpat untuk merutuki kesialannya sejenak, ia pun bergegas. Memutuskan untuk bersembunyi di balik semak belukar, ia pun berakhir dengan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

   Dalam keheningan yang mencekam, jantung yang berdebar, aroma manis kayu dan tumbuhan yang terhirup, ia menyandarkan punggung tegapnya pada dinding tanah. Wajah tampan nya menengadah, dengan mata berwarna amber yang begitu menggoda, ia biarkan jubah silver kebanggaan nya ternodai tanah. Suara rengekan kecil terdengar, seolah menyadarkan dirinya yang terlalu focus pada pelarian. Sang pria menoleh, tersenyum kecil.

   "Anda akan baik-baik saja, tuan muda." Mengusap pelan kepala mungil bayi yang berada dalam dekapan, ia melanjutkan kalimatnya, "Anda harus selamat. Karena anda adalah harapan kami satu-satunya, tuan." Pria itu membungkam mulutnya sendiri. Telinganya yang sangat sensitif memang bisa mendengar hingga sejauh 200 meter.

   "Cari mereka, jangan sampai lolos!"

   Keheningan malam semakin mencekam kala derap langkah prajurit dengan armor dari besi mendekat. Pria itu melirik sang bayi ketika bayi tersebut bergumam tidak jelas, membekap agar tidak ketahuan, ia pun mulai menahan nafas. Di depan mata ambernya, ada satu makhluk berwarna hitam, mata mereka biru menyala layaknya api. Makhluk itu terbang merendah, seolah meyakini bahwa musuh nya ada di sekitar. Dalam detik-detik menegangkan yang emosional, pria tersebut terdiam sambil mengamati. Memikirkan rencana selanjutnya untuk dapat lolos dari pasukan Monkshoodㅡyang sedari tadi terus mengejarnya tanpa henti. Seolah harga kepalanya sangatlah berarti. Tangannya yang bebas segera merayap ke punggung, meraba sesuatu untuk memastikan bahwa senjatanya tidak terjatuh. Karena kini, semak tempatnya berlindung hampir di temukan oleh salah satu pasukan,

   "Kita kehilangan jejak mereka, tuan." Telinga runcingnya bergerak, mendengarkan dengan seksama. Ia dapat mendengar komandan yang memimpin kelompok pengejaran mengeram tidak suka, "Bagaimana bisa?! Sial, sial, sial."

   "Tuan," salah seorang prajurit mendekat. Mengangkat sebuah pita merah yang di temui olehnya. "Apa ini?" Tanya sang komandan dengan retoris, prajutit tersebut mengangguk. "Ini tanda prajurit elit raja Dendanious, pita merah ini sudah pasti milik Valentine." Sang komandan meraih, menelik sambil mengangguk kan kepala. "Di mana engkau mebemukan ini, wahai prajutit agung Monkshood?" Ujarnya dengan penuh wibawa.

   "Di dekat jurang, tuan ku. Tampak nya Valentine tergelintir dan masuk ke dalam jurang tersebut."

   Sang komandan tercenung. Tampak memejamkan mata, menghela nafas lega. "Baguslah, dia mempersingkat pekerjaan ku." Ia menarik nafas dalam-dalam. Mengamati prajuri nya yang sudah siap menerima perintah; akan kah mereka harus turun ke jurang untuk menemukan mayat Valentine, atau kah mereka akan kembali ke istana yang sudah pasti masih dalam keadaan kacau.

   "Semuanya, kita kembali ke istana." Menuruti bak kerbau yang cocok hidung, semua prajurit tempur kembali, dan para makhluk terbang dengan cepat, beradu dalam kegelapan malam yang mencekam, lalu menghilang bak di telan angin. semakin menjauhi target mereka, Valentine, pria yang bersembunyi di balik semak belukar bersama seorang bayi, menghela nafas kuat. Seolah beban yang di pikul berkurang bersamaan dengan para pasukan yang pergi. Ia melirik seorang bayi yang ada dalam gendongan, "Kita aman, tuan muda." Mulai bangkit untuk melanjutkan perjalanan, Valentine memutuskan untuk mengambil jalan lain. Karena ia harus ke tempat yang jauh dari Freesia.

EGLEMENTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang