[3]ㅡ A Promise; 1

3.3K 422 245
                                    

/ˈpräməs/ (promise); menciptakan harapan, menanti kepastian, beralaskan 50% kepercayaan dan beratapkan 50% keraguan.

.
.
.

[3]ㅡ A Promise; 1
.
.

2018
「  ENIGMA
.
.


“Nih, minum dulu.”

Takut-takut, Jihoon menengadahkan pandangannya dan menoleh ke arah kiri, dimana seorang pemuda manis seusianya kini duduk sambil menenggak sebotol minuman dingin.

Pandangan Jihoon beralih pada satu botol minuman dingin lain dengan merk yang sama hanya rasanya saja yang berbedaㅡ yang ada di atas telapak tangan pemuda manis itu.

Ahh,” pemuda manis itu menggeram puas setelah menghabiskan minumannya, lalu menoleh pada Jihoon yang hanya diam sambil menatap bingung botol yang masih diulurkannya.

Ia menggeleng, this Jihoon guy... really... Lalu berdecak, nggak mungkin gue ngeracunin lo. Nih,” ucapnya, semakin menyodorkan botol minuman dingin itu lebih dekat lagi pada Jihoon.

Jihoon kembali menatap sosok pemuda itu. Bibirnya tertekan, lalu ia mendengus. Tangan kanannya terangkat untuk mengatur letak kacamata yang ia pakai, lalu menutup buku Experience Human Development edisi ke-13, yang sedang ia baca sejak satu jam yang lalu.

Jihoon menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku panjang taman belakang sekolah, tatapannya lurus ke depan tanpa memperdulikan tangan teman sekelasnya itu yang masih terulur tepat di depan tubuhnya.

“Kamu nggak perlu repot-repot, Hyungseob.” ucap Jihoon, seadanya.

Ahn Hyungseob, pemuda manis berusia 18 tahun yang sudah hampir tiga tahun ini selalu menempuh pendidikan di kelas yang sama dengan Jihoon, mendeklarasikan dirinya sebagai teman Jihoon meskipun Jihoon sama sekali tak pernah menggubrisnya.

Mendengar jawaban acuh yang keluar dari mulut Jihoon, Hyungseob lagi lagi hanya bisa mendengus. Tangannya bergerak lebih maju lagi, dan kali ini ia memutuskan untuk menempelkan botol minuman dingin itu pada bagian depan seragam sekolah Jihoon.

Dan ya, Jihoon tetap saja acuh.

“Kenapa bolos kelas lagi?” tanya Hyungseob, sambil tangannya menekan-nekan botol minuman dingin yang ia beli di kantin sepuluh menit lalu pada bagian perut Jihoon. Masih berusaha agar Jihoon mau menerima pemberiannya.

Dan ya, Jihoon bahkan tak berniat untuk menjawab pertanyaan Hyungseob.

Hyungseob menggeleng pelan begitu menyadari kalau pemuda culun di sampingnya ini benar-benar bertingkah seolah tak menganggap keberadaannya.

Perlahan, pandangannya beralih pada buku tebal yang ada di pangkuan Jihoon. Matanya sedikit memicing saat menyadari bahwa jari-jari mungil Jihoon bergerak gusar memelintir ujung buku tersebut.

Gugup? Takut? Cih, berbanding terbalik sekali dengan tatapannya yang dingin itu.

Hyungseob menyeringai kecil, lalu menarik tangannya menjauh dari tubuh Jihoon. Ia menyandarkan tubuhnya sama seperti yang Jihoon lakukan, dan matanya ikut lurus ke depan, menatap suasana taman yang tampak sepi.

“Tangan lo gemeteran gitu. Kenapa? Lo gugup?”

Jihoon melirik Hyungseob lewat ekor matanya. Sumpah, Jihoon benar-benar nggak mau nyari masalah untuk sekarang ini. Kepalanya lagi pusing, isi pikirannya lagi saling bertaut menghasilkan benang kusut yang entah ada dimana ujungnya. Jihoon nggak tau. Well, Jihoon emang nggak pernah mau tau.

ENIGMA;「PANWINK」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang