Kasus Charlie Oliver (2)

11 3 0
                                    

Hari ini, tepat sehari setelah kematian Charlie Oliver.

Para agent FBI itu mulai melakukan penyelidikan serta interogasi pada orang-orang yang dinyatakan ada hubungannya dengan kematian Charlie.

Pertama, mereka menemui Aghata Chelsea. Mantan pacar Charlie.

"Bagaimana pendapat anda tentang kematian Charlie Oliver?" tanya Hayder pada wanita didepannya.

"Si berengsek itu? Ternyata dia sudah mati rupanya" kata Chelsea sambil menunjukkan smirk nya.

"Apa anda tidak tau apa penyebab kematiannya?" kali ini Alissa yang bertanya.

"Ck, untuk apa aku mengurus dia. Tidak ada gunanya!"

"Anda yakin anda tidak terlibat dalam kasus ini?" tanya Jourell sambil mengangkat satu alisnya.

"Apa kau bilang!! Jadi kalian menuduhku membunuhnya?!!" Chelsea terlihat marah sampai dia menggebrak meja di hadapannya.

"Kami tidak berkata kau membunuhnya. Tapi kau sendiri yang bilang" perkataan Desyca membuat Chelsea kebingungan.

"B..bukan begitu. M..maksudku, kalian pasti menuduh ku begitu kan?!" kata Chelsea gagap.

"Sekali lagi saya tegaskan. Kami hanya bertanya! Bukan menuduh!" kata Desyca berusaha tenang walaupun dia sudah mulai emosi.

"Terserah apa kata kalian! Yang pasti saya tidak terlibat apalagi membunuh si brengsek itu! Tidak berguna!!" Chelsea pergi dari ruangan itu dengan penuh amarah.

"Bagaimana?" tanya Alissa sambil melihat ketiga temannya.

"Mencurigakan" kata Jourell dengan mata menyipit.

"Tapi semua ini belum cukup untuk menyatakan dia pembunuhnya. Kita perlu interogasi tersangka yang lain dan mengumpulkan bukti-bukti" jelas Hayder yang diberi anggukan oleh ketiga agent FBI itu.

"Selanjutnya, Joshua William" kata Desyca setelah melihat buku catatannya.

Semua mengangguk lalu bergegas pergi untuk menemui Joshua di markas geng motornya.

★★★★

"Apa-apaan ini!! Kalian menuduh ku membunuh Charlie?!" teriak Joshua dengan gigi mengerat marah.

"Perkataannya sama dengan tersangka sebelumnya" bisik Alissa pada Hayder.

Hayder hanya diam berusaha bersikap tenang.

"Tenanglah. Kami hanya bertanya. Kau tinggal menjawab 'ya' atau 'tidak'." kata Hayder.

"Tentu saja aku akan menjawab TIDAK! Karena aku tidak membunuhnya"

"Ck, maling mana mungkin ada yang mau mengaku" ucap Jourell pelan, namun masih bisa didengar oleh yang lain.

"Apa kau bilang!!!" Joshua menatap tajam Jourell.

Jourell hanya tersenyum meremehkan. Dan itu membuat Joshua semakin marah.

"Sudah! Hentikan! Sekali lagi saya bertanya. Kau yakin tidak ada sangkut pautnya kasus ini dengan dirimu?" tanya Hayder memastikan.

"TIDAK!" Dengan mantap Joshua menjawab pertanyaan Hayder.

"Baiklah. Kalau begitu kami permisi"

Para agent FBI itu pun pergi meninggalkan markas Joshua.

Keluar dari markas itu, mereka saling pandang seolah sedang bertelepati.

"Kurasa bukan dia" kata Alissa.

"Hm, dia kurang meyakinkan" sambung Desyca.

"Dia berkata sangat tegas. Tak ada keraguan di wajahnya. Aku jadi bingung" kata Hayder.

"Aku tidak menyukai sifatnya" kata Jourell dengan malas.

"Oke. Lupakan Joshua. Ayo kita interogasi tersangka selanjutnya. Alexander Wilson" semua menganggukkan perkataan Alissa dan bergegas menuju sekolah tempat Charlie dibunuh.

★★★★

"Dia sedang tidak di sekolah" kata Mr. Harry. Dia adalah orang pertama yang mereka temui saat sampai di sekolah ini beberapa menit yang lalu.

"Kemana dia?" tanya Hayder tenang.

"Dia izin. Katanya ada acara keluarga" jawab Mr. Harry seperti biasa, ramah.

"Ck, apa mungkin dia melarikan diri karena tau kalau kita akan menginterogasinya?" kata Jourell menebak.

"Bisa jadi" kata Desyca sambil mengangguk pelan.

"Kalau begitu kita periksa saja ruang kerjanya, siapa tau ada petunjuk yang penting" usul Alissa.

"Benar. Tapi sebelum itu, aku ingin ke toilet sebentar. Kalian duluan saja kesana, aku akan menyusul" kata Hayder.

"Disaat seperti ini kau malah memikirkan dirimu sendiri?" tanya Jourell mengejek.

"Diam lah. Aku sudah menahannya sejak tadi. Aku tak mau ini jadi penyakit"

"Oke oke. Tapi pastikan kau masuk ke toilet pria, bukan toilet wanita"

"Aish! Kau ini!" Jourell tertawa lepas, sedangkan Hayder langsung pergi ke toilet.

"Ayo. Saya antarkan kalian ke ruangan Mr.Alex" Kata Mr.Harry yang langsung diberi anggukan oleh para anggota FBI itu.

Tak lama mereka sudah sampai diruangan Mr.Alex. Ruangannya tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.

Banyak berkas dan buku tugas siswa yang menumpuk di meja nya.

Kalau dilihat, tidak ada yang mencurigakan dari ruangan ini. Tapi itu hanya sebatas pandangan mata, kita belum tau apa yang tersembunyi diruangan ini.

"Bagaimana kalau kita geledah ruangan ini?" tanya Jourell.

"Sebelumnya kita harus minta izin kepada Mr.Harry dulu, karena dia salah satu guru disini. Bagaimana Mr.Harry?" tanya Alissa kepada Mr.Harry.

"Kalau itu yang terbaik, silahkan" setelah mendapat izin dari Mr.Harry ketiga agent FBI itu langsung membuka semua lemari serta laci yang ada di ruangan itu.

"Sudah menemukan sesuatu?" tanya Hayder yang baru datang.

"Belum" ucap Desyca lalu menghentikan kegiatan penggeledahannya.

"Hei, lihat apa yang saya temukan" ucap Mr.Harry yang memang sejak tadi membantu mereka mengeledah ruangan ini.

Mr.Harry menemukan sebuah pisau berbungkus plastik putih di dalam lemari kecil tempat berkas-berkas Mr.Alex disimpan.

"Kira-kira, menurut kalian kenapa seorang guru sejarah menyimpan pisau dengan noda darah di ruangannya?" tanya Jourell.

Semua hanya diam memikirkan perkataan Jourell.

"Kita akan bawa pisau ini untuk di periksa. Terima kasih sudah membantu kami, Mr.Harry" kata Hayder sambil mengambil pisau di tangan Mr.Harry.

"Sama-sama" Mr.Harry pun tersenyum lebar.

TBC....

Haloo all!!!

Welcome back di cerita kita!!😄😄

Makin penasaran gak??? Penasaran dong? Penasaran kan ya? #maksa_banget 😂

Tunggu kelanjutannya dipart selanjutnya ya😁

Jangan lupa vote dan coment...

Thank you😊
*Sunjae*

Agent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang