Sebuah Intimidasi

118 4 0
                                    



"Eits jangan, apa kamu mau ada putri duyung renang di paru-paru kamu?"

Hari ini gue lewat depan SMP gue tepat 7 tahun lalu gue pertama masuk SMP. Sekarang setelah gue lulus bangunannya jadi mewah. Kampret. Dulu bangunannya ga semewah sekarang. sekarang bangunannya udah kaya Walt Disney. Ada sungai mengalir di depannya, kalau malam kembang api meledak di atasnya, suka ada Frozen,princess Ariel,princess Uki,Lukman,David. Gue jadi kebayang kisah-kisah gue pas awal masuk SMP dulu.

Saat pertama kali gue masuk SMP dulu, gue menemukan banyak hal tentang betapa bodohnya MOS, ketololan dalam dunia percintaan. Tentunya cewek ya, udah ga usah mikirin gue homo. Boro-boro homo, kucing aja langsung herpes deket-deket sama gue. Oke mulai ga penting.

Gue masuk SMP swasta yang ada di solo. SMP di solo itu kebanyakan yang favorit adalah negeri, dan swasta hanyalah pelarian-pelarian kecewa dari sekolah negeri. Tentunya gue ga kecewa, tapi ngecewain. Gue sadar, sekali lagi gue sadar.

Untung gue bisa dapet sekolahan dengan otak yang kapasitasnya segede disket. Degan sistem PPDB Online Gue diberi pilihan untuk daftar di 4 sekolahan yaitu dua negeri dan dua swasta, tapi yang gue isi cuman 3, dua negeri, satu swasta dan satu lagi kosong. Udah goblok, belagu.

At least gue udah tau, gue bakal diterima di mana. Tanpa Solehpati lukispun orang bakal tau gue kemana. Jadi gue daftar negeri cuman buat formalitas pengisian form PPDB.

Alhasil PPDB online menentukan nasib gue di swasta Sore itu di rumah dengan udara yang sejuk, burung-burung berkicauan, matahari mulai tenggelam hari mulai malam, terdengar burung hantu suaranya merdu, udah bacanya ga usah sama nyanyi.

Gue lihat bokap sedang melangkah ke arah gue. Dengan suara kaki seperti godzila puasa 3 hari belum buka (godzila bertaubat). Gue lagi mainan pes di kamar gue, gue sadar bokap mau ngajak bicara serius ke gue, gue minimize semua apps, mulai dari pes, pop n drop, pinball, the sims, x.hamster semua gue tutup.

Kali ini bokap udah didepan gue. Tatapan bokap penuh dengan kebencian seakan-akan gue pernah matahin cukur jenggotnya. Iya, bokap rajin cukur jenggot kalo ga dicukur entar bisa berubah jadi shenlong, tapi kalo cukur terus jadi krilin. Dan brakk meja di gebraknya dengan tangan sebesar sarung tangan Chris John.

GUBRAKKK!!! Suara meja dipukul lagi. Petir menyambar-nyambar. Terlihat dibelakang, nyokap sedang mencoba menyelamatkan kakak-kakak gue dari badai gelap itu.

"RAIS....ANAKKU.... TULISLAH 5 HAL YANG HARUS KAU LAKUKAN DI SMP ITU...TU...TU...TU.." kata bokap gue pake sound effect. Nyokap masih berdiri memayungi kakak-kakak gue dengan daun pisang.

Dengan badan gemeter dan kepala gue udah masuk sampai setengah leher gue bilang. "A..a.a..a.a..pa itu p..a..aa?"

"SATU.. TU..TU..TU..TU..TU" nyokap udah ketiup angin bersama kakak-kakak gue.

"Pa echonya kebanyakan kayanya 3 aja cukup"

"Iya ya perasaan 3 tadi"

"Engga pa, tad---.",

"SATU..TU..TU..TU" ucap bokap

"Tapi pa?"

"CEPETAN TULIS...LIS...LIS..LIS"

"Tap..", " CEPETAN TULIS, NTAR PAPA TERIAKIN PAK SENTOT"

"Ga pake echo pa?"

"Eits jangan, apa kamu mau, ada putri duyung renang di paru-paru kamu?"

Intinya dari 5 hal itu adalah gue harus belajar yang bener dan nantinya harus bisa masuk SMA negeri. Kalo ga gue bisa tau akibatnya. Palingan suruh minum kopi luwak yang masih fresh tanpa pengolahan. Bokap gue mah friendly abiez.

Itu yang bokap gue tanggepin pas gue masuk SMP swasta.

Tapi nyokap gue nanggapinnya dengan lebih kalem.

"Rais sini nak" dengan suara lembut layaknya Mama-Mama baik ala sinetron.

"Iya Mama ada apa ma?" jawab gue. Tumben akrab ibu-ibu ini.

"Ga apa-apa, Mama cuman mau belajar acting sama anak Mama sebentar sini nak duduk"

Gue duduk didepan nyokap dan pyarr. Kaca pecah. Gue lupa gue duduk di atas meja. Gue pindah ke sofa.

"Jadi gini anak goblok eh maksud Mama anak pintar, kamu jadi pak Lurah ya," dengan nada ramah dan senyum.

"Terus Mama jadi Mama dari pak Lurahnya aja" potong gue ngatur alur cerita.

"Ga bego eh pinter, ga usah ngatur Mama ya nak, jangan sampai Mama jadi orang kedua yang nyantet anaknya sendiri loh (mata melotot), Mama jadi Mama sendiri yang datang ke pak Lurah karena ada masalah penting" dengan nada ramah dan senyum tenang.

"Oke Ma, yuk action" kata gue siap.

"Jadi gini pak Lurah kalau mau coret anggota keluarga gimana ya pak?" tanya Mama gue dengan merubah raut wajahnya dari ramah menjadi serius.

"Siapa yang mau dicoret bu?" tanyaku dengan menirukan suara pejabat.

"Ini pak, anak saya Rais, dia sekolahnya sukanya bolos terus, kerjaannya main game terus ga pernah belajar, nah kalo gitu terus nanti dia bisa ga keterima di SMA favorit pak, makanya itu mulai sekarang saya nonaktifkan saja dari kartu keluarga ini." kata Mama gue dengan seolah-olah itu terjadi beneran.

Gue diem, cuman diem. Kata-kata nyokap tadi seperti membuat gue stroke dan buta mendadak, KENAPA SEMUANYA MENJADI GELAP DI SEKELILING GUE?!. APA GUE BUTA?! KENAPA GUE GA BISA BICARA APA-APA?! PAPA! APAKAH INI SANTET DARIMU?! DI MATAKU ADA PUTRI DUYUNG PA!.

Dengan suasana seperti itu nyokap gue bilang "Gimana pak Lurah, bisa?"

ITU SUARA SIAPA?! MAMA?! MAMA?! TOLONG AMBILIN PUTRI DUYUNG INI SATU MA. LAPAR MA?!

Akhirnya nyokap mengakhiri dengan kata,"Bagus kalo ngerti" kata-kata ini merupakan kata-kata terakhir di dalam kegelapan, sebelum gue bangun di Rumah Duka siap dikremasi.

Semenjak itu gue selalu tanya ke nyokap kalo dia mau pergi. Jangan sampai nyokap pergi ke keluarahan sendiri. Dan kali ini gue mungkin orang pertama di dunia yang trauma sama kelurahan.

Sedemikian rupa terror dari orangtua gue. Belum lagi terror dari kedua kakak gue. Mungkin kakak gue yang nomer dua ga ada pengaruhnya dalam terror ini. tetapi kak Udi merupakan monster yang sengaja diciptakan oleh orang tua gue Buat meneror sejagat persaudaraan raya ini.

Kak Udi ini dia hidup di kerangkeng dulu. Tapi perlahan dia udah bisa diatur, bisa dilatih, kabar baiknya sekarang dia udah jadi dosen. Wihh kak Udi mah kalo udah dilatih bisa lebih dari pelatihnya.

Gue deket sama kak Udi ini ya karena cuman gue yang bawa kunci rantai kakinya. Gue dan kak Udi ini punya panggilan tersendiri, gue sering dipanggil sama dia Culi, bukan karena gue ada keturunan musang Mongolia bukan, ga tau aja dia panggil gue kaya gitu. Syukuri ajalah dipanggil culi, yang terpenting dia udah bisa bersuara itu anugerah.

Terror dimulai saat kak Udi ini sering banget nge-foto gue pas gue habis mandi. Biasalah namanya aja anak kecil kalo keluar kamar mandi ga pake apa-apa selain popok tuyul pantai, ada bunga-bunga di kanan-kirinya. Gobloknya gue, gue masih aja kalo keluar kamar mandi telanjang gitu aja, alhasil ribuan foto telanjang gue ada di hpnya. Hasil foto ini buat ancaman gue kalo gue ga bisa rangking 10 besar.

"Cul, kalo lo sampe ga bisa rangking 10 besar, aib lo bakalan gue sebarin di facebook" ancam kakak gue.

"Ampunn Kak, ampuni aku kak jangan kau buat adikmu ini mati kesepian kak!" ucap gue seraya bersujud di kaki kakak gue.

Tekanan demi tekanan terus menghantui gue selamaini. tetapi tekanan ini akan menjadi senjata makan tuan mereka ketika gue bakalbalik menekan mereka. Bokap gue yang ngasih jaminan gue harus seperti yang guecatet, nyokap yang mau coret gue dari KK, kakak gue yang ingin ngebuat gue matikesepian di bumi. Alhasil gue termotivasi dan bersemangat, mungkin ini caranya hidup, dengan tekanan kita akan terbang lebih tinggi.    


Intimidasi & Kegoblokan eps : "FIKA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang