Prolog

67 12 28
                                    




"Tidak semua yang orang suka menjadi mayoritas, ada kalanya yang mayoritas menjadi hal yang dibenci."

_________________

DRAMA Korea, drama yang mayoritas digandrungi oleh para gadis remaja masa kini. Drama yang menyajikan berbagai kisah romatis, dalam berbagai bentuk cerita. Membuat penonton gigit jari, bahkan nagis meraung-raung. Seperti saat ini, dua gadis remaja tengah asik menatap laptop dengan tangan yang sibuk menyusut air mata dan ingus yang meler akibat drama tersebut.

Milka yang sedang fokus membuat tugas desain merasa terganggu akibat ulah kedua temannya itu, secara kedua temannya heboh adu argumen ending dari kisah tersebut. Sebenarnya, mereka tak perlu pusing nentuin ending adu argumen pula. Toh, sudah ditentukan oleh sutradara pembuat film.

"Plis deh, gak usah alay gitu. Itukan cuma drama," kata Milka yang mulai geram melihat tingkah temannya itu.

Dea menutup leptop, menghampiri Milka yang tengah tengkurap di atas kasur miliknya. Disusul Arsha yang juga mengikuti langkah Dea, keduanya langsung mengambil bantal dan melempar kearah Milka.

"Sial!" desis Milka ke sakitan, ia mengusap-ngusap kepalanya yang sedikit berdenyut.

"Makanya jadi cewe dong, Mil. Biar lo tau rasanya baper itu seperti apa," kata Dea.

"Gue cewe kok. Lo nya aja yang pada baper, lagian apa bagusnya coba nonton kayak begitu. Kasian hati lo tercemar virus baper," Milka turun dari ranjang dan menyimpan sketsa desain yang ia buat.

"Terus kalau kita baper, elo apa? Sampai bikin daftar list punya cowo badboys, dingin dan romantis segala lagi. ALAY!" timapal Arsha, yang mulai sewot karena Arsha tau sebentar lagi Milka akan menghina oppa-oppa ke sayangannya.

Sedangkan Milka hanya cemberut mendengar omongan Arsha barusan, memang apa salahnya punya mimpi memilki pacar yang sekeren itu? Setidaknya walaupun terdengar alay, masih mending dibanding harus bermimpi bersanding dengan oppa-oppa Korea. Padahal di Indonesia juga banyak opa-opa, di panti jompo sana misalnya.

"Lagian lo itu aneh tau Mil, disaat semua gadis remaja menggandrungi bahkan menggilai drama unyu itu. Lo, satu-satunya remaja yang anti banget sama tuh drama." Dea menggambil salah satu poster yang menampilkan artis laki-laki korea didekat jendela, tak sengaja matanya menangkap sesuatu di bawah sana.

"Tidak semua yang orang suka menjadi mayoritas, ada kalanya yang mayotitas menjadi hal yang dibenci." Kata Milka, so bijak. Padahal ia sendiri bingung, dengan apa yang ia katakan barusan.

"Dan itu elo!" koor Dea dan Arsha kompak.

"Nih liat, oppa gue ganteng kan? Lo kalau normal pasti suka," kata Dea. Dea menyodorkan poster yang ia ambil tadi, dan menyerahkannya kepada Milka.

"Thanks ya De, tapi gue lebih suka produk lokal. Lebih original," Milka mengembalikan poster yang diberikan Dea kepadanya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur milik Dea.

Dea dan Arsha hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Milka, mereka berdua sadar tak semua orang suka dengan apa yang mereka suka termasuk Milka.

"Aiysah, Dea."

"Arsha! Mil, Ar-sha!"

Milka terkekeh geli mendengar Arsha perotes soal panggilannya, mereka berdua-- Milka dan Dea kompak panggil Arsha dengan panggilan Aiysah, katanya lebih cocok dan terkesan imut untuk Arsha yang berjilbab. Bagi Milka dan Dea, Arsha itu obat manjur untuk mereka berdua, selalu kasih ceramah tatkala Milka dan Dea sedang hilap.

"Gue gak suka sama--"

"Sama cowok bermata minimalis alias sipit, itu kan yang ingin lo bilang. Bosen gue dengernya," kata Dea yang sengaja memotong omongan Milka. Milka selalu berbicara seperti itu setiap ditanya alasan kenapa gak suka oppa-oppa Korea oleh Dea dan Arsha, jawabnya simpel 'Sipit' lebih suka yang 'original' makanan kali, rasa original.

"Gue doain ya Mil, semoga elo dikejar-kejar sama cowok bermata minimalis. Sampe kelimpungan Amin," kata Arsha tiba-tiba dan setelah itu terdengar bunyi petir yang menggelegar, seolah pertanda buruk akan terjadi menimpa Milka.

"Yaampun Aisyah, lo doain temen gitu amat. Sampe ada petir pula, tapi. AMIN deh," timpal Dea, seraya terkekeh sendiri.

Sedangkan Milka hanya menggelengkan kepala, melihat tingkah laku temannya itu. Geledeg, pertanda buruk? Yang benar saja, jelas-jelas tanda hujan sebentar lagi turun.

"Eh tapi kayaknya Milka bakalan bener-bener dikejar orang sipit deh, soalnya dia 'kan suka utang pulsa di konter si Engko depan." timpal Arsha.

"Sialan lo! Udah ah gue mau balik, titip sketsa desain gue ya De. Besok bawa oke," kata Milka.

"Sip!"

"Aisyah, lo mau pulang bareng gue gak?" tanya Milka pada Arsha, sedangkan yang ditanya malah menggelengkan kepala tanda penolakan. Tentu saja Arsha menolak, ia tidak mau ikut juntai bersama Milka nantinya. Milka yang baru bisa ngegas udah sok-sokan bawa motor ke jalan raya, mana Arsha mau.

"Yakin, lo bawa motor?" tanya Dea dengan nada khawatir.

"Tenang aja De, gak usah khawatir gitu ah gak cocok. Lagian gue udah pasang striker 'Lagi belajar, harap maklum' dibelakang helm gue, segede gaban pula." jawab Milka santai, kemudian tangannya sibuk membereskan peralatan desain ke dalam tas.

"Gue sih gak khawatir sama lo, gue khawatir sama motor lo. Secara 'kan itu motor baru, kredit pula. Sayang kalau rusak sebelum cicilan lunas," kata Dea. Dea mulutnya itu loh tolong kontrol. Masa sama teman sendiri ngomong begitu, walau faktanya memang seperti itu. Batin Milka, memprotes.

Milka memutar bola mata malas, "Mulut mu tak sumpel ya De." Ucap Milka ketus, kemudian menoyor pelan kepala Dea.

"Gue balik bye!"

oOo

Selamat membaca, luv 💞

-Linda Bee-

PluviophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang