Prolog: Dengarkan Saksama!

225 20 14
                                    

PERAWAKAN laki-laki itu tak terlampau tinggi, meski terlalu tinggi pula untuk dijuluki katai. Tampangnya yang lumayan tampan terlihat sangat serius. Kedua alisnya menukik dan membentuk kerut-kerut tajam pada keningnya. Lubang hidungnya tak bosan-bosan mendengus napas memburu yang terburu-buru.

Di ujung gang yang sunyi, ia berdiri gelisah. Telapak tangan kanannya tangkas menepak-nepak sisi pahanya, sementara jemari kirinya menggamit sebatang rokok filter yang porsi hisapnya tinggal tersisa satu inchi. Rambut keritingnya berombak tak menentu saat menoleh ke kanan dan ke kiri. Sesekali asap kenikmatan lolos dari corong mulutnya. Asap itu berembus tergesa-gesa, tepat usai bunyi desis pada mulutnya mereda.

Laki-laki yang tampak sudah tak kuasa menahan kesabaran itu mulai menunjukkan peningkatan intensitas pergerakan. Ujung sepatu yang tadinya enggan ikut campur dalam parade kegelisahan mulai unjuk gigi dengan mengetuk-ngetuk permukaan tanah. Tepukan demi tepukan di paha kanannya menghasilkan bunyi-bunyian 'pak-pak' dengan desibel yang kian memuncak. Segalanya mencapai klimaks tatkala mulutnya berdecak melepas gemas.

"Brengsek!" Laki-laki itu berbisik. Lirih, namun bernada tinggi. Seolah-olah kata itu yang sedari tadi ditahan-tahannya agar tak terlontar dari mulutnya. Seolah-olah kata itulah pemicu hulu ledak amarahnya.

Sebelum amarahnya semakin menjadi-jadi, usai ditandai dengan aksi emosionalnya membanting puntung rokok filter, lelaki itu refleks mengalihkan pandangan ke arah ujung bagian dalam gang yang masih dikepung kesunyian. Suara derap langkah yang mengayun lirih menyita perhatiannya. Sontak, ia segera mengubah gaya berdirinya. Tubuhnya menegap, kedua tangannya mengacak pinggang. Pandangannya tertuju ke arah ujung dalam gang, di mana sesosok remaja tanggung muncul dari kesunyian dan berjalan menghampirinya. Remaja berusia belasan tahun itu menenteng sebungkus kantong plastik hitam yang bermuatan tak terlalu penuh.

"Dari mana saja sih?" sambut sang laki-laki dengan raut bersungut.

"Sorry, Gan. Saya baru saja dapat mangsa tadi." Si remaja menimpali begitu tiba di hadapan sang laki-laki. "Polisi lagi gencar patroli malam-malam. Saya harus cari lahan lain buat beroperasi," sambungnya sambil mengangsurkan bungkusan plastik ke genggaman lawan bicaranya.

"Dapat berapa orang malam ini?"

"Cuma dua orang, Gan. Muda-mudi. Besok deh ditambahin lagi."

Mulut sang laki-laki kontan berdecak. "Berarti barangnya cuma dua pasang? Gimana sih? Kok setoran makin lama makin berkurang? Kamu masih mau duit, nggak?"

Si remaja mengumbar cengir kuda. "Ya mau dong, Gan. Masak nggak mau? Saya masih butuh duit buat nongkrong sama teman-teman, Gan."

Selang beberapa saat, si laki-laki menyusupkan jemari kirinya untuk meraih sesuatu di saku depan celananya. Selembar uang seratus-ribuan yang terlipat sebagian dibimbingnya keluar, lantas diacungkannya tepat di depan muka si remaja. Tanpa basa-basi, remaja tanggung itu pun segera menyambar lembaran uang berwarna merah yang melambai di depan matanya.

"Besok di tempat yang sama ya?" Dengan kening yang masih berkerut, sang laki-laki bersiap-siap untuk segera meninggalkan tempat.

"Besok masih kuping kan, Gan? Enggak mau ganti jadi hidung atau mulut, Gan? Lumayan bisa buat bikin rujak cingur." Si remaja mencoba melontarkan candaan untuk mencairkan keseriusan di wajah orang yang baru saja memberinya rezeki.

Mendengar pertanyaan itu, bola mata sang laki-laki mendadak melotot tajam. "Pssssttt! Jangan sembarangan ngomong kamu! Kalau ada yang dengar bagaimana?"

"Sorry, Gan. Cuma bercanda." Si remaja tanggung melempar senyuman kecut.

"Besok di jam yang sama dan tempat yang sama! Tidak boleh ada pertanyaan lagi! Paham?"

Masih dengan senyum kecut, si remaja mengangguk perlahan. Sementara sang laki-laki melenggang meninggalkannya, si remaja justru mematung di ujung gang. Pikirannya bekerja dengan analisa yang ala kadarnya. Batinnya diam-diam diliputi tanda tanya, apa sesungguhnya pekerjaan laki-laki misterius yang belakangan acap ditemuinya saban malam-malam buta. Apa yang sedang dilakukannya? Siapa namanya?

Akan tetapi, tak sampai semenit berselang, sorot mata remaja itu sudah beralih memandangi selembar uang ratusan ribu yang baru saja didapatkannya hanya dalam waktu semalam. Rupanya benda itu memiliki tuah yang sangat mustajab untuk mengusir rasa penasaran yang mengganggu benaknya. Rupanya benda itu sanggup membungkam mulutnya sebelum terlalu banyak pertanyaan ia lontarkan percuma.

***


SekapWhere stories live. Discover now