Romawi, 14 Februari IXVXI SM
Di kamar rawat Dokter NeptunusDari Perseus, Untuk Andromeda
Hallo Andromeda, masih ingatkah kamu dengan saya? Saya harap kamu belum lupa. Kalau lupa, biar saya ingatkan lagi tentang kejadian kemarin, sekaligus memberi tahu kamu mengapa saya bisa ada di tempat kejadian, menolong kamu dan membuat kamu tidak bisa tidur beberapa hari belakangan ini.
Jadi mulanya, Papa Poseidon memanggil seorang ahli besi untuk menajamkan ujung-ujung trisulanya yang mulai tumpul. Lantaran si ahli besi tersebut datang dari sebuah desa yang sangat jauh dari pantai, akhirnya Papa Poseidon memerintah saya untuk menjemput si ahli besi tersebut ke tengah kota.
Biasanya saya selalu memilih jalan tercepat untuk sampai kota. Tetapi, saat itu saya sengaja pergi lebih cepat karena ingin melihat kontes kecantikan yang dibuat oleh Aphrodit terlebih dahulu. Saya memang lelaki metroseksual yang hobi mengikuti perkembangan gaya masa kini.
Kontes kecantikan yang awalnya berlangsung meriah dibuat semakin meriah dengan kedatangan Ares dan pasukannya. Panggung diobrak-abrik dan dikorek-korek, mencari jalan menuju bawah tanah. Namun, tidak ada apa-apa di sana. Hanya ada beberapa pasukan Medusa yang — iyuh— menjijikan dan ganas.
Kamu tahu, pasukan Medusa terus menerus berdesis dan memuncratkan bisa beracun ke segala arah. Bisa tersebut memberi efek terbakar di kulit. Bahkan kulit mulus Hera melepuh seperti terpanggang. Di kulit tangan saya, bisa itu terasa sangat panas. Seperti terkena semprotan amarah Hades. Kulit saya juga melepuh. Belum lagi Zeus yang marah besar ketika mengetahui istrinya terluka. Dia mengguncang bumi, membuat petir, namun tidak menurunkan hujan.
Brengsek memang. Disaat saya membutuhkan air, Zeus malah menahannya untuk waktu yang dia bilang akan sangat lama.
Saya berjalan tertatih-tatih mencari air. Namun, sepanjang jalan tidak ada saya temui setetes pun hingga samudra luas memeluk saya ketika saya nyaris mati karena racun hampir menyebar ke seluruh tubuh. Selama beberapa jam atau hari atau... entahlah, saya tidak sadarkan diri.
Dalam ketidaksadaran itu saya bermimpi mengenai kamu. Seseorang yang bahkan belum pernah saya temui sebelumnya. Seorang gadis desa yang tinggal ribuan kilometer jauhnya dari pantai. Seorang gadis yang suka berkebun. Seorang gadis yang bahkan tidak mengenal ayahnya sendiri sejak kecil.
Saya kisahkan sedikit mengenai mengenai mimpi indah itu. Saya baru saja pulang dari Kuil Athena untuk membicarakan pengobatan yang harus saya jalankan beberapa minggu lagi. Saya tidak mau pergi jauh dari Yunani, meski itu untuk memulihkan kesakitan yang saya alami sejak kecil. Saya tidak mau organ-organ tubuh saya diobrak-abrik dokter dari Romawi, Mesir, China atau dari manalah itu. Saya tidak mau ketika operasi yang saya jalankan gagal total dan divonis meninggal dunia, saya tidak berada di Yunani.
Saya katakan berkali-kali pada Papa Poseidon jika Yunani adalah rumah, tempat kelahiran. Apapun yang terjadi nanti saya akan mati di tanah ini.
Athena adalah seorang yang sangat cantik dan begitu baiknya memberikan masukan-masukan yang kurang lebih sama dengan desakan Papa Poseidon. Mereka bersekongkol untuk membunuh saya di negeri antah berantah. Makanya saya buru-buru pergi untuk sekadar menenagkan segalanya.
Kamu tahu, dalam perjalanan pulang itu saya tidak sengaja mendengar kamu bernyanyi bersama bunga-bunga di hutan. Kamu bergerak kesana-kemari seperti seorang putri dalam drama musikal disney. Saya mengintip dari balik pohon apel. Kalau saya sedang memerankan film komedi, barangkali akan ada dua hati berwarna merah yang berdenyut di kedua mata saya. Namun sayangnya saya sedang tidak memerankan tokoh apa pun. Saya sedang menjadi diri sendiri. Dan saya merasa sesuatu dalam dada menggedor-gedor ingin keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat Dari Perseus
FantasyIni hanyalah sebuah kilas balik yang saya ceritakan kembali kepada kekasih saya, Andromeda.