DYD 1

155 9 0
                                    


Part 1. Al Si Pengganggu

Sebuah gantungan kunci berbentuk kunci unik yang baru saja kudapati dari Ayah, membuatku asyik sendiri. Aku sungguh bahagia dapat membujuk Ayah untuk memberikannya padaku saat kutemui gantungan ini di dalam loker mejanya.

Bentuk kunci dari gantungan ini, sungguh menarik bagiku. Tak seperti gantungan-gantungan kunci lain yang kupunya, kali ini, bentuknya lebih detail dan terlihat antic. Di atas lubang kuncinya, tertulis angka 25 yang bermakna bagiku, sebagai hari ultah kakak tersayangku.

"Bugh!!" Tiba-tiba seseorang menubrukku dari belakang saat aku berjalan melewati koridor menuju kelasku di lantai atas.

Hampir saja aku terjatuh bila di dekatku tidak terdapat tiang penyangga. Kulihat siapa yang menubrukku tadi. Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan kulit yang agak gelap, berlapis pakaian SMA. Ditambah rambut hitam pekatnya yang lurus, terkesan aneh tapi tetap keren. Teman kelas baruku, Aldra.

Lelaki itu menatap handphonenya yang tergeletak dengan begitu mengenaskan di depannya. Karena tubrukkan tadi, bagian-bagiannya terlepas, dan layarnya pecah.

"Aah! Handphone gue!!" Segera ia kumpulkan bagian-bagiannya dengan gemas. "Baru saja tadi diperbaiki, dan sekarang sudah jatuh lagi. Aah.." Keluhnya yang membuatku ikut membantunya.

"Lagian sih lo.. Ngapain pake lari segala?"

"Lo?" Tatapnya kepadaku bingung, "Aah.. lo yang ada di depan gue! Kalo jalan tuh dipinggir donk!" Celetuknya lagi, tak masuk akal.

"Emang lo pikir ini jalan raya? Lo yang harusnya disalahkan! Udah nubruk gak minta maaf lagi!"

"Heh, lo gak liat apa? Handphone gue rusak.. Itu gara-gara lo.. gantiin!"

Mataku membeliak tak mengerti. "Apa banget ya lo.. Lo yang nabrak, kok gue yang gantiin? Ya itu salah lo lah!"

Tanpa menunggu lagi, aku berdiri hendak pergi.

"E.. eh.. Lo mau kemana? Tanggung jawab gak?" Intimidasinya kemudian, yang membuatku berhenti.

"Gue gak salah! Gue gak perlu tanggung jawab!" Jawabku tanpa berbalik badan, menengoknya.

"Awas aja ya lo! Hidup lo gak akan tenang sebelum lo tanggung jawab!" Itu kalimat terakhir yang kudengar sebelum aku benar-benar menjauhinya, berjalan menuju kelas.

***

Sedang asyik-asyiknya mengutak-atik angka yang merupakan tugas dari sang guru yang saat itu tak masuk kelas, pulpen yang kugunakan untuk menulis itupun mencoret buku dengan begitu tak kusangka karena tarikan seseorang.

Aldra, lelaki itu lagi. Dengan sengaja ia merebut pulpen yang sedang kugunakan tersebut. Aku hanya meliriknya sekilas, berusaha menahan emosiku. Aku tak ingin ribut dengannya lagi. Kubiarkan saja ia gunakan pulpen yang ia rebut tadi. Sedang diriku, mengambil pulpen lain yang kupunya.

Tak beberapa lama dari itu, Aldra mulai menggangguku lagi dengan mengambil buku paket yang berisikan soal. Aku tetap bergeming. Kupinta Karen, teman sebangkuku itu untuk berbagi buku paket.

Masih tak ada masalah dari semua gangguan itu. Mengambil buku tulisku, botol air minumku, handphoneku, melempariku dengan gumpalan kertas, menariki kursi yang kududuki, dan semuanya, aku tetap bergeming. Karen juga sudah berkali-kali bertanya ada apa, aku hanya bilang akan menceritakannya nanti.

Semakin aku diam, Aldra semakin berulah. Kali ini ia terus bertanya banyak hal tentang barang-barangku. Mulai dari pujian, ejekkan, celaan, bahkan ancaman darinya untuk menjadikan barang itu miliknya, telah ia lakukan.

Sampai kutemukan barang yang sempat kulupakan, di tas miliknya. Gantungan kunci berangka 25. Ya, gantungan itu, Mengapa ada di tas nya? Jangan-jangan dia mengambilnya saat tubrukan tadi.

Buru-buru saja kudekati tasnya "Ini punya gue! Kenapa ada di tas lo?"

"Hahaha.. Dari tadi lo ngincer gantungan kunci itu? Makanya lo gak peduliin semua barang-barang lo? Jangan harap ya.. gue gak akan kasih tuh barang." Aldra mengambil tasnya itu dari tanganku.

Keningku berkerut, "Selain penuduh, lo pencuri juga ya ternyata? Lo suka gantungan itu? Bilang donk! Jangan nyuri kayak gitu!"

"Pencuri? Lo yang pembohong! Harusnya lo yang bilang, suka dan pengen gantungan ini.. daripada harus ngaku-ngaku milik lo!"

Aku sudah tak tahan lagi. Orang macam apa Aldra ini? Aku tak pernah sangka, akan mengenal cowok sepertinya. "Hallo! Siapa yang ngaku-ngaku? Lo.. gue dapetin kunci itu dari ayah gue.. dan lo mengambil kesempatan dalam kesempitan saat kita tubrukan tadi kan?"

"Hahaha.. Penipuan macam apalagi sih yang lo pikirin? Kalo lo gak percaya ini punya gue, gue bisa telpon pemilik toko yang menjual gantungan ini kok.."

Begitu mudahnya ia balikkan semua pembicaraan. Padahal sudah jelas, dia yang mencuri.

"Enak aja lo! Gantungan kayak gini tuh, gak dijual di toko biasa kayak gitu!" Aku maju satu langkah sembari mendorongnya mundur saking kesalnya.

"Lo-"

"Stop! Please berhenti!" Leraian Karen dan teman dekat Aldra, Darren, membuat perkataan Aldra tak dapat terlanjutkan.

Kulihat sekeliling. Kudapati seisi kelas yang memandang kami dengan bingung. Kini, kami menjadi pusat perhatian. Itu sungguh membuatku tak nyaman. Segera saja kududuk di kursi yang berada dekatku.

Sedangkan Aldra? Dia tunjukkan deretan giginya pada semua orang. "Maaf.. Maaf.. Maaf.."

Setelah suasana kelas mereda, Dan semua orang kembali sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, Karen mendekatiku. "Ini pertama kalinya, gue liat lo bicara dengan penuh percaya diri kayak tadi. Padahal lo di liat seisi kelas, Fey! Gue seneng banget.."

"Kenapa lo gak bilang, kalo gue jadi pusat perhatian tadi? Sekarang gue gak tau, mereka bakal berpikir apa tentang gue." Rasa cemas mulai menyeruak ke seluruh tubuh.

"Lo emang gak denger, Darren dari tadi, minta kalian diam?" Aku menggeleng. Kapan? Bahkan yang kuingat hanya perkataan Aldra yang terus saja memancing emosiku. "Emang lo ada apa sih, sama Aldra? Hari ini, lo tuh bener-bener kacau banget sama dia."

Dari sana, aku ceritakan semuanya pada Karen, kemudian. Membuatnya mengangguk bingung dan tertawa lepas. Entah apa yang lucu, entah apa yang membingungkan. Tapi, semua yang terjadi pagi ini, sungguh, membuat kepalaku hampir meledak.

***

Hi! Cerita pertama yang sejak dulu di revisi. Kali ini semoga lebih baik.
Kalo suka Vote, kalo gak suka jangan vote, tapi jelasin kenapa gak suka di comment.

Satu lagi, aku harap kamu gak vote cerita ini tanpa baca ceritanya ya..

Salam
Falya

Diam Yang DirindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang