P R O L O G

28 3 3
                                    

Tiga bocah kecil berusia lima tahunan sedang asyik menempelkan foto fotonya di tembok ruangan berukuran empat kali tiga meter. Ruang itu memang gudang, tapi berkat kecerdasan tiga bocah bersahabat itu membuat gudang menjadi sebuah ruangan rahasia. Beberapa foto mereka sudah berhasil tertempel di salah satu sisi ruangan. Dimas, satu satunya bocah lelaki menyuruh Abel menaiki pundaknya agar bisa menempel foto dibagian atas.

"Kamu bisa naik pundakku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu bisa naik pundakku." ujar Dimas sambil menepuk pundaknya. Abel mengangguk semangat dan langsung menaiki pundak Dimas saat bocah kecil itu berjongkok. "Ini fotonya!." Berli menyodorkan selembar foto ke tangan Abel. Gadis kecil itu meraih foto yang disodorkan oleh Berli. Tapi, keseimbangan tubuhnya berkurang sehingga ia terhuyung kebelakang.

"BRUK"

Tubuh Abel terasa sakit karena permukaan lantai yang keras. Air matanya menetes perlahan. "Sakit..." rintihnya sambil mengusap bagian belakang sikunya yang sedikit mengeluarkan darah.

"Kamu nggak papa kan?." Tanya Dimas lugu.

"Jangan nangis Bel.. nanti ruangan rahasia kita dibuka sama mamanya Dimas..." Berli berusaha menenangkan sahabatnya.

Dimas keluar dari ruangan rahasia itu. Mengambil plester yang berada di kotak P3K rumahnya. Tak lama kemudian, ia langsung mendatangi gadis kecil yang meringkuk. "Sini sikumu, aku kasih plester. Kata mama ini bisa nyembuhin luka." Ujar Dimas.

Abel menyodorkan sikunya ke arah Dimas dan bocah kecil itu menempelkan plester diatas luka Abel. Setelah itu, mereka bertiga tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.

***

Sekian prolognya, terima kasih :)

AbeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang