Komorebi

452 26 1
                                    

[Kit]

Komorebi, aku suka melihatnya. Tembakan cahaya matahari disela-sela daun daun diatas pohon yang menjulang tinggi.

Cahaya itu menyinari daun daun seperti mewarnai bagian tubuh daun hijau menjadi kejinggaan dan kecokelatan.

Aku sekarang berdiri tepat dibawah pohon rindang besar, tempat dimana biasa aku bertemu dengan mu disini.

Ingatkah saat itu? Kamu memberitahu pertama kalinya, apa itu artinya komorebi.

Kamu bicara seperti ini, "Jika kamu adalah daun, aku ingin menjadi matahari. "

Itu katamu. Ingat?

Dan apa jawabanku? Lupa?

Jawabku, "Jika kamu matahari harusnya aku hang menjadi bulannya. "

Kamu menggelengkan kepalamu. Bibir tipismu tersenyum kamu tarik tinggi tinggi membuat gelembung di kedua rahang wajahmu.

Katamu, "Jika kamu adalah bulan, aku akan menjadi anak kecilnya. "

Lalu aku mengernyitkan keningku, "Kenapa jadi anak kecil?"

Katamu, "Ya, karena jika kamu menjadi bulan, aku akan mendudukimu seperti anak kecil yang sedang memancing bintang. "

Jawabku, "Hah?"

Katamu, "Seperti dilayar televisi, jika ada bulan sabit selalu ada anak kecil yang memancing bintang."

Lalu aku tertawa, artinya dia memang sedang menggodaku. Itu lah khas dirimu yang akan selalu aku rindukan.

"Jangan rindu aku. Rindu itu berat. Jadi aku saja." bualan khas nya keluar lagi. Dan itu cukup membuat aku jadi tersenyum sendiri.

Kataku, "Lalu apa salah kalau aku jadi bulan dan kamu jadi matahari?"

Jawabmu, "Tidak salah, hanya saja yang namanya bulan hanya muncul dimalam hari, dan matahari hanya terbit disaat pagi hari, jadi kapan kita bertemu? Bumi pun tidak pernah bertemu langsung pada bulan, hanya matahari saja yang berotasi mengelilingi bumi. Lalu kapan aku dan kamu bisa bersama?"

Lalu aku berfikir, ada benarnya juga, dan aku menunduk. Sedikit menggigit bibir bawahku. Aku malu. Memang sedikit receh, dia yang menggombaliku dengan bahasa yang cukup ringan tapi berhasil menyentuh hati.

Kita sedang menginjak rumput-rumput ilalang. Di kanan aku dab dia banyak berdiri pohon pohon besar dan rindang.

Aku ingat betul, saat itu hujan turun deras dan sudah reda. Bau khas tanah jelas tercium dari indera penciumanku.

Aku berdiri tepat dihadapannya hanya jauh berada di sepuluh langkah jejak kakinya.

Ingat?

Lalu kamu memandang wajahku seakan tidak mempunyai hari esok. Kamu menatapku seakan kamu sedang mengatakan, bahwa kamu takut kehilanganku.

Lalu arti dari senyum itu, aku tahu kamu ingin mengungkapkan. Bahwa rasa kamu dan rasa aku sama.

Lalu,

Katamu, "Jika aku adalah matahari, aku ingin menjadi sinar, dan kau adalah daun daun itu."

Dia menunjuk tangannya tinggi tinggi keatas, aku mengikuti arah pandang tangannya, dia menunjuk daun. Daun daun yang diatas.

Jawabku, "Jadi aku daun?"

Katanya, "Ya, kamu adalah daun."

Jawabku, "Kenapa aku harus menjadi daun?"

Katamu, "Karena aku adalah komorebimu."

Tanyaku, "Komorebi? Apa itu?"

Jawabmu, "Aku adalah sinar yang menyinari mu yang membuatmu menari-nari diatas sinarku. Lihatlah, indah bukan, pemandangan diatas sana, terasa lengkap dan terlihat indah, cantik lalu sempurna. Tidak malu karena adanya pelangi, karena sinarnya pelangi hanya bisa dilihat setelah hujan, coba lihat! Setelah hujan pun komorebi itu tidak kalah sinarnya dari pelangi."

Lalu aku menatap lekat mendongak kepala keatas, tanpa aku sadari, kamu mulai perlahan lahan berjalan selangkah demi selangkah mendekatiku.

Kamu pakai baju lengan panjang hitam dengan garis garis horizontal berwarna putih memakai celana jeans sedikit robek dibagian lutut dipadukan dengan sepatu sportif berwarna putih dengan tanda gambar centrang disampingnya.

Aku ingat saat itu aku masih melihat ke atas, selangkah demi selangkah dengan pasti kamu mendekatiku tanpa aku sadari.

Dan kemudian, aku melihat kearahmu, tepat diwajahmu, disitu ada senyuman manismu. Dengan reflek aku menutup kedua mataku, disitu kamu melayangkan bibirmu tepat dikeningku.

Aku suka komorebi, aku suka menjadi daun. Disaat sinar mathari berinteraksi dengan daun, dan itu disebut komorebi.

Indah!

Begitu juga dengan senyumanmu.

Kamu menyinariku dengan senyumanmu, seakan akan dunia ini kamu berikan dan kamu bawa diatas kedua tanganmu dengan ringan.

Kamu pun indah, yang selalu hadir dengan ribuan cahaya untukku.

Mungkin itu alasan kenapa kita bersama.

Tanganmu mencari menjelajahi tanganku. Kamu bermain disana, menggoyangkan jemari dan mencari celah untuk menggandengku, lalu kamu menguncinya rapat-rapat.

Aku merindukan terang cahaya yang selalu aku lihat dr senyummu, bagai daun yang menari riang diatas sinarnya.

Katamu, "Aku menyayangimu"

Kepala ku menunduk ke bawah. Melihat jemari ini yang dikait dan tidak dilepas olehnya.

Tanyaku, "Ini apa?"

Jawabnya, "Ini adalah aku dan kamu, menjadi kita."

Tanyaku, "Lalu kita?"

Jawabnya, "Yaa, kita."

Lalu kami saling melempar senyum, dan mata kami bertabrakan.

Tetapi,

Bila dikatakan untuk saat ini,

Sekarang,

Semuanya tidak lagi sama.

Kamu pergi tanpa kamu pamit.

Sinarmu pergi terhalangi oleh awan hitam, gelap kelabu.

Pergimu tanpa ada pertanda.

Tanpa adanya angin yang memberi tahu.

Lalu, aku disini hanya diam dan menunggu.

Mengenang kamu saat-saat itu.








Bersambung

Vote dan komen ya

KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang