Prolog

94 1 0
                                    

Angin musim gugur berhembus seolah membawa lari setiap kepingan masa lalu. Namun tak ada yang lebih dingin dari tatapan Carol kala itu. Matanya menerawang jauh menatap seseorang yang tak asing baginya. Hatinya terenyuh kala kenangan masih bergeming namun rindu saling bergejolak.

Laki-laki itu ...

Gerutu Carol dalam hati seraya merasakan rasa hangat di pelupuk matanya. Dia menangis. Dunia seolah membisu, ada kebahagiaan lain yang Carol lihat kala itu namun hatinya tetap saja teriris.

Kita akan saling menemukan meskipun harus memunguti setiap asa yang tersisa. Karena kita adalah dua insan Tuhan yang karena kesengajaanNya dipertemukan.

Jansen menatap gadis bersyal merah yang memunggungi Carol. Dia menatap tajam ke arahnya seolah tatapannya memercikkan setiap kebahagiaan mereka kala itu. Dia berlutut seraya mengeluarkan sebuah kotak dari kantongnya. Sebuah cincin. Jansen menyematkannya di jari manis gadis itu.

"Aku ingin cincin ini menjadi saksi atas janjiku pada Tuhan untuk terus bersama dan menjagamu. Izinkan aku menjadi bagian terpenting dalam hidupmu", katanya dengan tegas namun begitu lembut terdengar. "Bersediakah kamu menikah denganku?".

Gadis itu tampak mengangguk. Entah kebahagiaan yang bagaimana lagi yang dapat menjelaskan kala itu. Terlalu bahagia, pastinya.

Aku pernah bahagia ...
Pernah.
Sekali. Saat bersamanya.

Hati Carol begitu sakit. Air matanya mulai turun membasahi pipinya. Dia menangis. Badannya menyandar tembok seolah hanya itu tempat sandarannya. Kesedihan dan kebahagiaan menghiasi langit malam kala itu. Angin dingin musim gugur seolah menjadi saksi atas diri Carol yang sedang terluka.

Kita adalah ilusi diri kita sendiri. Menjadikan  yang semu menjadi nyata dan yang pudar seolah berwarna.

SchattenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang