Tidak Nyaman

14 1 4
                                    

"Ehh nanti kita nonton yuk?" Kata salah satu teman Rena kepada ia dan Salma.

"Nonton? Ayok!" Balas Salma dengan antusias.

"Ren, ikut kan?" Kata mereka sambil menatap ku.

"Eh? Aduh gimana ya? Gua kan sibuk nih ya, jadi gak tau bisa ikut apa nggak. Eh tapi kayaknya emang gak bisa sih hehehe." Kataku sambil bercanda.

"Halah sok sibuk lo!" Kata Cika, yang mengajak aku dan Salma nonton bioskop.

"Hmmm yaudah deh kalo Rena gak ikut gua juga gak ikut." Kata Salma

"Yaahhh gak asik nihh." Cika yang semangat ingin nonton bersama jadi patah semangat.

"Ih Sal lo ikut ajaa." Kataku meyakinkan Salma

"Nggak ah, kalo gak ada lo gak seru." Katanya sambil membayangkan nonton bioskop tanpa aku.

Salma doang emang. Dia adalah teman ter ter yang pernah aku punya. Sepertinya dia penggemar setiaku, karena jika aku pergi kemana pasti dia mau ikut. Jika kami diajak pergi tetapi aku tidak bisa maka dia juga tidak akan pergi.

"Yah gak ser--"

Omongan Cika terpotong ketika bu Rike (wali kels mereka) masuk kedalam kelas. Ia merupakan guru matematika

"Selamat pagi anak-anak." sapa bu Rike

"Pagi bu." Jawab mereka serempak.

Lalu dilanjutkan dengan basa basi lainnya sebelum memulai pelajaran.

"Oiya Juna, bagai mana? Sudah nyaman di kelas ini?" Tanya bu Rike Kepada Juna yang merupakan anak baru

"Nggak bu." Jawabnya singkat.

"Nggak? Maksudnya kamu sudah nyaman?" Tanya bu Rike yang kurang mengerti arah pembicaraan Juna.

"Nggak nyaman, bu." Ulangnya lebih jelas.

"Tidak nyaman kenapa? Apa ada yang mengganggu mu di kelas?" Tanya bu Rike lagi.

Semua anak di kelas tak terkecuali melihat ke arah Juna. Karena cara bicaranya yang singkat dan cukup berani untuk ukuran anak baru.

"Saya mau duduk di sana." Katanya sambil menunjuk ke arah ku.

Sebentar!
Ke arah siapa? Arahku?!
Omaygat.

Dan bisa di lihat sekarang semua mata tertuju kepadaku.

"Oohh jadi kamu mau duduk disebelah Rena?" Kata bu Rike sambil tersenyum meledek.

"Aduuhh baru dua hari sekolah udah ngegebet anak kelas aja ya."

"Ciee."

"Ekheem."

Dan masih banyak ledekan-ledekan lainnya yang keluar dari mulut teman-teman kelasku.

"Bukan, saya mau duduk di tempatnya. Bukan duduk disebelah dia." Katanya tenang yang langsung membuat isi kelas menjadi hening.

"Ahh begitu. Setahu ibu Rena dan Salma itu tidak terpisahkan. Apa Rena gak masalah kalau Juna duduk sebelah Salma?" Kata bu Rike kepada ku sambil berusaha mengembalikan aura kelas yang sempat mencengkam.

"Ehhmm yaa gak apa-apa sih bu. Tapi gak tau gimana Salmanya bu. Kalau mereka duduk berdua saya cuma takut terjadi perang dunia bu, hehehe." Kataku yang membuat teman sekelas tertawa dan membenarkan apa yang aku bilang.

"Saya juga gak mau duduk sebelah dia. Berisik, bikin telinga sakit bu." Kata Juna lagi yang membuat teman sekelas semakin tertawa. Karena dia mengucapkan itu dengan tenang tanpa beban.

"Eh eeq lo! Emangnya lo pikir gua mau duduk sama lo?! Ogah!" Kan, baru juga di bilang bakal terjadi perang. Padahal mereka belum duduk bareng.

Dan anak kelasku meminta agar Salma dan Juna duduk bersebelahan. Ada juga yang meminta untuk duduk bersama Juna, itu yang perempuannya.

Dan menurutku sebenarnya Juna cocok duduk dengan Riyan, karena sama-sama sering membuat Salma naik darah. Aku takut jika temanku ini terkena darah tinggi, bisa susah aku nantinya.

"Sstt diam semuanya! Kita bahas nanti lagi ya masalah tempat duduk." Kata bu Rike menghentikan pembicaraan kami sekelas.

***

Setelah bu Rike menjelaskan materi trigonometri yang yaa susah-susah gampang menurutku, ia lantas berbicara.

"Berhubung masih ada waktu lima belas menit sebelum bel istirahat, jadi ayok kita atur tempat duduk di kelas ini." Kata bu Rike antusias.

"Yah bu. Maksudnya di acak bu?" Kata Riyan --si tukang ngaret-- sedikit tidak terima.

"Betul! Tumben kamu nyambung, Yan." Kata bu Rike tertawa.

"Yah buuuu."

"Aduhh gimana dong?"

"Eh ini mah beneran dah. Kalo gua di depan gimana?"

Dannn banyak keluhan lainnya.

"Sstt! Okk jadi sistemnya gini. Kalian semua tunggu di luar dan akan ibu panggil satu per satu sesuai urutan absen. Lalu kalian ambil satu kertas yang sudah ada nomor tempat duduk yang akan kalian tempati untuk satu semester ini. Ayokk silahkan keluar!" Kata bu Rike kepada kami.

Hanya ada satu orang yang terlihat biasa saja. Tanpa ada panik, tegang, atau semacamnya disini. Dia benar-benar tenang. Seperti tidak tersentuh. Dan entah mengapa, aku mulai penasaran dengannya.

"RENATA MASUK!" Kata bu Rike sedikit berteriak dari dalam kelas.

Saat aku memasuki ruang kelas, terlihat sudah lumayan banyak yang terisi. Dan akupun mengambil satu kertas.

22

Itu yang tertulis di kertas ini.
setelas aku memberi tahu bu Rike nomor mejaku, aku pun berjalan ketempat yang sudah ada Riyan.

Tunggu dulu! Riyan?!
Jadi aku duduk bersebelahan dengan Riyan?! Omayy!
Yaudah lah yaa nasi udah jadi bubur. Gak mungkin kan jadi beras lagi?

"Eh Rena. Jadi kita duduk bareng?" Tanya Riyan yang tidak perlu di jawab sebenarnya.

"Iya. Awas ya jangan Rusuh!" Kataku kepada Riyan.

"Sip! Eh belahan jiwa lo tuh!" Katanya yang membuat ku melihat ke depan. Disana ada salma yang terlihat lega sekaligus tegang.

"Renaaa!! Ih kenapa kita gak bareng sih duduknya?! Bete ah." Katanya lesu.

"Yang penting lo gak duduk sama Riyan kan?" Ledekku yang membuat Riyan tertawa.

Dan tibalah si anak baru yang mengambil kertas. Sisa tiga tempat duduk. Dan aku yakin Salma sedang berdoa agar bukan dia yang akan menjadi teman duduknya, karena salma sendirian.

Dan benar saja, Juna berjalan ke arah Salma.

Salma yang terlihat kesal sekaligus frustasi membuat kami yang berada di kelas ini tertawa. Karena mukanya yang tidak bisa di kondisikan itu.

°°°

Haiiiiiiiiii gengs

Jadi gini,
Ceritanya my otak is hampir buntuu

Tapi tenang...

Ini cerita insyaallah bakal di tamatin kok

Jadiii jangan lupa VOTMENTnya yaaaaaa!!!

VCA.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

And I'm HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang