1. Kembali Pulang

658 36 4
                                    

Lissa mengaduk-aduk lemari pakaiannya sejak satu jam yang lalu. Satu per satu ia memilah setiap gaun yang dimilikinya tetapi tidak ada yang pas menurutnya. Lissa mendesah kecewa karena ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli gaun baru untuk dipakai hari ini. Pekerjaannya sebagai karyawan yang baru masuk di salah satu perusahaan tidak membuatnya bisa hidup berlebih. Terlebih dia harus mengirim uang untuk rumah bu Ella setiap bulannya.

Hari ini adalah hari yang istimewa untuknya. Hari ini adalah hari dimana kekasih tercintanya akan kembali ke tanah air setelah tugas dinasnya diluar negeri. Farrel adalah seorang pilot pesawat tempur angkatan udara yang saat ini sedang melakukan tugasnya di salah satu negara konflik. Lissa selalu berdoa setiap menitnya demi keselamatan sang kekasih agar selalu bisa kembali pulang ke pelukannya. Dan betapa senangnya ia ketika Farrel mengirimkan email padanya jika ia sudah dikirim lagi untuk pulang.

Saat sedang memilih pakaian, tiba-tiba pintu kamar kosnya diketuk oleh seseorang. Lissa mendesah kesal karena kesibukannya diganggu. Saat membuka pintunya ternyata Fani yang datang. Fani adalah teman satu kos Lissa.

"Kenapa pesan ku tidak dibalas?" Fani menggerutu sambil masuk ke kamar Lissa.

"Pesan yang mana?"

"Line."

"Maaf, aku tidak buka line. Banyak chat OA masuk, jadinya malas. Aku tidak tahu kamu kirim pesan." jawab Lissa, masih mengaduk-aduk lemarinya.

"Kamu lagi apa sih?" tanya Fani yang berjalan mendekati Lissa.

"Cari baju, hari ini Farrel pulang, tapi aku tidak tahu harus pakai apa." jawab Lissa.

"Yang itu kenapa?" tanya Fani sambil menunjuk gaun-gaun yang tergantung di hanger.

"Sudah jelek semua. Sudah sering dipakai." keluh Lissa.

"Mau pinjam punyaku?" Fani menawarkan.

Lissa menoleh dengan wajah ceria, "boleh?"

"Ya boleh lah, aku juga sering pinjam alat mandi kamu. Ayo ke kamarku, kita cari yang pas." kata Fani lalu keluar kamar Lissa.

Lissa jadi lebih ceria. Fani memang temannya yang paling baik. Walau sebenarnya, Lissa tidak pandai bergaul dan hanya memiliki 2 atau 3 teman saja. Salah satunya adalah Fani ini.


***


Lissa membayar ongkos taksinya yang berhenti di tepi jalan kompleks salah satu pangkalan angkatan udara Koopsau I di ibukota. Farrel sudah memberi kabar jika ia dan rekannya sudah sampai mendarat pangkalan satu jam yang lalu. Lissa mendadak gugup entah kenapa. Padahal ini bukan kali pertama ia menyambut kedatangan Farrel sepulang dinasnya. Lissa berjalan masuk sembari merapikan rok gaunnya yang mungkin kusut.

Disana sudah banyak orang yang datang. Keluarga, kekasih, teman, semuanya menyambut kepulangan orang terkasih mereka hari ini. Meskipun tidak semuanya tertawa bahagia hari ini. Lissa dapat mendengar isak tangis disela-sela obrolan orang-orang, dan juga suara bising mesin pesawat di kejauhan sana. Jika sudah seperti ini, tandanya tidak semua anggota yang pergi dinas dapat kembali dengan selamat.

Lalu pandangan Lissa terkunci pada satu sosok yang dirindukannya. Farrel berjalan dengan langkah lebar menuju kearahnya. Laki-laki itu tampak begitu gagah dan tampan secara bersamaan dalam balutan seragam formalnya untuk upacara nanti. Lissa berlari kearah Farrel dan langsung menghabur ke pelukan kekasihnya itu. Farrel menyambut Lissa dengan sukacita, membalas pelukan itu. Dia juga sangat merindukan kekasihnya setelah berbulan-bulan lamanya pergi dinas di luar negeri.

"Kamu pulang." lirih Lissa.

Gadis itu mulai terisak pelan. Selalu seperti ini setiap kali Farrel pulang dinas. Pria itu lantas mengusap air mata yang mengalir di pipi gadisnya.

"Aku rindu." bisik Lissa dalam dekapan Farrel.

Farrel menjawab dengan gumaman. Lissa tidak menerima jawaban itu. Gadis itu mendongak menatap wajah kekasihnya, menuntut jawaban yang tidak ambigu seperti tadi.

"Aku juga rindu, kalau kamu penasaran," jawab Farrel dengan lembut, "kok kamu tambah pendek?"

Hilang sudah kesan sakral diantara mereka.

Lissa menekuk wajahnya cemberut. Bagaimana tinggi 167 cm dikatakan pendek? Di Indonesia itu bahkan diatas tinggi rata-rata perempuan. Apakah salahnya jika Farrel memiliki tinggi badan 185 cm dan akhirnya dia jadi terlihat lebih pendek?

"Aku bercanda, sayang." Farrel mengecup kening Lissa, "kamu cantik."

Lissa mengabaikan itu, "kamu terluka?"

Farrel menggeleng, "bukan luka parah, sudah biasa. Ayo."

Farrel menggiring Lissa menuju areal lapangan yang akan digunakan untuk penyambutan nanti. Lalu ia mengarahkan Lissa untuk duduk di tempat para tamu, karena ia harus segera kembali ke lapangan untuk mengikuti penyambutannya.

"Duduk yang manis ya, kucing kecil. Jangan nakal." kata Farrel pada Lissa. Lissa tertawa mendengar itu.

Lalu kedua mata bulatnya mengawasi langkah Farrel berjalan menuju lapangan bersama rekan-rekannya yang lain. Diam-diam Lissa meneteskan air matanya dengan haru. Bagaimanapun, dia adalah salah satu orang yang tahu bagaimana kerasnya Farrel memperjuangkan mimpinya hingga sejauh ini. Dan ia bangga akan kerja keras kekasihnya itu.

Lissa melihat Farrel melambaikan tangan kepadanya dari jauh sana sambil tersenyum lebar. Lissa berdiri dari tempat duduknya dan membalas lambaian tangan itu penuh semangat, sambil terus mengalir air matanya. Tidak apa, Farrel tidak akan melihat jika saat ini ia sedang terharu. Karena pria itu akan panik setengah mati jika melihatnya menangis.



Ini hanya wujud iseng saya malam ini. Tapi kalau ada yang suka, saya akan lanjut.

Dan juga cerita ini mungkin tidak akan dibuat panjang seperti sinetron. Mungkin hanya 1000-an kata per chapter dan tidak sebanyak bab-nya SMB haha.

FAREWELLWhere stories live. Discover now