Kit hanya mengambil cuti dua hari, berbeda dengan Beam. Mengingat dirinya bekerja di bagian IGD, yang tentu saja Kit sangat dibutuhkan di rumah sakit. Kit memaksakan keinginannya untuk tetap ikut, karena satu alasan. Yaitu ibu Beam. Dia sudah menganggapnya seperti ibunya sendiri. Ini karena Kit tidak memiliki orang tua yang bisa menjaga dan membimbingnya seperti ibu Beam. Kemana orang tuanya? Entahlah😐
Malamnya Forth dan Beam pergi keluar. Mereka jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat yang pernah Beam kunjungi sebelum dirinya pindah ke Bangkok karena pekerjaan.
Wayo dan Ming pun sama. Mereka keluar. Bedanya, mereka mengunjungi sebuah kuil suci, di mana dulu, ayah Wayo sering berdoa disana. Sekilas Wayo membayangkan kenangan di mana dirinya terakhir kali ikut berdoa di kuil bersama Beam, Ibu dan Ayahnya. Saat itu Beam sudah berumur delapan belas tahun, dan Wayo berumur dua belas tahun. Perlahan mata Wayo mulai berair. Ming tidak sadar, karena dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Wayo melihat itu.
"Apa kau bosan Ming?" tanya Wayo.
"Tidak, Yo," jawab Ming.
"Lalu ada apa denganmu? Kau tidak banyak bicara seperti biasanya."
"P'Kit... kenapa dia besok harus pulang?"
Hahahaha. Wayo tertawa. "Kenapa kau repot memikirkannya?"
Kit sudah tertidur, di kamar yang telah ibu Beam siapkan. Kit harus pulang besok, ini adalah penyebab murungnya seseorang. Ming. Forth dan Beam pulang lebih dulu, mereka membawa belanjaan. Di antaranya beberapa lembar baju, beberapa pasang sepatu dan beberapa jenis makanan khas daerah Chiang Mai. Tidak lama, Ming dan Wayo datang. Mereka tidak membawa apapun.
Pagi hari. Selain ibu Beam dan Kit, yang lainnya masih tertidur. Beam sekamar dengan Forth. Ming dengan Wayo. Pertama-tama, Kit mendatangi kamar Beam. Saat itu hanya mata Beam yang terbuka, dia akhirnya keluar bersama Kit, membiarkan Forth tetap tertidur. Selanjutnya, ke kamar Wayo. Dan di sana, ternyata Ming sudah bangun. Ming menoleh saat Beam membuka pintu.
"Aw. P'Beam..."
"Kit akan pulang, sekarang."
"Oh. Lalu... di mana dia?"
"Di sana..." Beam membuka pintu lebih lebar, menunjukkan Kit yang sedang memakai sepatu. Ming dengan cepat keluar kamar. Dia bertanya pada Kit, akan pulang dengan mengendarai apa. Dan Kit menjawab, dirinya akan menggunakan bus.
Perjalanannya hampir sama. Ming merasa khawatir pada Kit. Singkat cerita, akhirnya Ming pulang bersama Kit pada hari itu. Mereka berpamitan pada Beam dan juga ibunya.
Ibu Beam melanjutkan aktifitas memasaknya di dapur. Dia menyuruh Beam memanggil Forth untuk makan bersama. Saat di kamar, Beam melihat kasur sudah kosong. Forth sudah berada di kamar mandi. Beam mengetuk pintu kamar mandi dan bilang pada Forth agar secepatnya ke ruang makan karena ibunya sudah menunggu. Kemudian Beam membangunkan adiknya.
Saat di meja makan, Wayo dan Forth bertanya kemana Ming dan Kit. Lalu ibunya menjawab, bahwa mereka pulang bersama. Jadi, Wayo, akan pulang bersama Forth dan Beam. Makan bersama pun dimulai. Saat itu sudah pukul sepuluh pagi. Beam menaruh nasi serta lauknya di piring Forth. Ibu Beam tersenyum sambil menyenggol kaki Wayo dari bawah meja, yang duduk di sampingnya.
Selesai makan, mereka berkumpul di ruang tengah untuk mengobrol, kecuali Wayo. Ibunya mulai menanyai Forth tentang banyak hal. Senyum Forth selalu dia lengkungkan dari bibirnya saat menanggapi semua obrolan dari calon ibu mertuanya. Beam menonton TV, berpura-pura tidak mendengarkan. Sampai akhirnya, Ibu Beam penasaran dengan perihal keluarga Forth. Wajah Forth berubah muram, namun akhirnya kembali tersenyum.
"Ibuku sudah meninggal saat aku kecil karena terjangkit kanker paru-paru. Dan ayahku, dia ada, tapi... dia sakit," ungkap Forth. Beam menoleh saat mendengarnya. Dia heran kenapa dia tidak tahu. Kenapa Forth tidak memberitahunya.