t r i

106 39 20
                                    

      "Walaupun yang terjadi kebalikannya?" Tanya Jofian sambil menatap mata Adikara lamat-lamat.

      "Y-yaa...."

      "Ya, apa? Bahkan seorang Adikara berbicara dengan gelagapan seperti ini. Jujur, gue masih nggak bisa terima sama sikap Jeri saat itu. Dia seperti nggak menghargai kematian Rena, Dik," Jofian sepertinya masih terpukul dengan apa yang sudah menimpanya, yaitu kematian Rena, teman masa kecilnya.

      "Gue udah bilang, kan, sama lo, Jo. Semua orang punya cara untuk menyikapi sesuatu."

      "Gini aja, deh, Dik. Kalian lagi menyelidiki kematian Rena, kan? Gimana kalo kita selidikin Jeri? Gue bakal ikut andil sama penyelidikan ini," tanya Jofian. Adikara hanya bisa menghela napasnya kasar.

      "Ya, oke, kita mulai besok aja gimana? Gue bakal hubungin yang lainnya, TANPA SEPENGETAHUAN JERI. Puas?" Jofian mengangguk mantap.

🎭

      Hari ini, waktunya beraksi kembali. Adikara, Jofian, Alfian, dan Chacha sudah berada di depan rumah Jeri. Mereka datang di sore hari. Entah apa yang Alfian pikirkan, dia memberikan usul untuk menyelidiki secara terang-terangan.

      Mereka hendak menuju pintu teras, baru saja tangan Adikara ingin mengetuk pintu, tetapi berhenti di tengah karena mendengar percakapan Jofian di dalam.

      "Hah? Rena meninggal?" Tanya seseorang di dalam.

      "Iya, dia dibunuh dengan cara yang sangat mengenaskan," ucap Jeri dengan nada datar.

      "Lalu, hubungan kamu dengannya?"

      "Hah? Mereka sempat ada hubungan?" Tanya Alfian berbisik, kaget mendengar pertanyaan dari dalam sana entah siapa dia. Sementara Chacha mengedikkan bahunya tanda tak tahu.

      "Kami sudah putus sebelum Rena meninggal," Senyuman tipis mulai terpampang jelas di wajah Adikara. Bukan senyuman, lebih tepatnya, dia menyeringai, menatap wajah teman-temannya.

      "Tapi, sayang sekali, ya, di umur yang masih muda dia sudah mati mengenaskan seperti itu."

      Adikara memberikan tanda pada teman-temannya. Mereka pun mengangguk paham, lalu Adikara mengetuk pintunya pelan sambil mengucap salam.

      "Mau apa lo ke sini, Jo?" Tanya Jeri dengan tatapan tajam.

      "Damai."

      Mereka melihat seseorang paruh baya duduk di sofa, sepertinya itu Papa Jeri. Karena, mereka tidak pernah melihat Papa Jeri secara langsung sebelumnya, mungkin ini yang pertama kali.

      Beliau menyambut mereka dengan sapaan yang hangat, kemudian mempersilakan mereka duduk. Tak lama, dia pamit untuk masuk ke dalam kamarnya.

      Mereka pun berbincang sedikit, sampai pada akhirnya pertanyaan pertama dari Jofian menuju pada Jeri.

      "Jer, waktu itu lo yang terakhir kali bareng sama Rena, kan?" Jeri mengangguk pelan, raut wajahnya tetap datar seperti biasa.

      "Eh? Iya juga, ya? Habis dari cafe waktu itu, Jeri yang terakhir kali bareng sama Rena," ucap Chacha sambil meminum air yang diberikan salah satu pembantu di rumah Jeri.

      "Waktu itu kalian kemana?"

      "Hmm, jawaban gue sama seperti di kantor polisi waktu itu, Jo. Waktu itu, sih, Rena minta anterin gue ke Gramedia bentar. Dia mau beli novel Tere Liye katanya. Habis itu gue anter dia balik dengan selamat, kok, setelahnya gue nggak tahu lagi," jelas Jeri. "Kalian ke sini mau introgasi gue ya?"

Who is Mr. X?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang