1. Mana Yang Datang Pertama, Perhatian atau Perasaan?

33 4 1
                                    

Vote dan komen jangan lupa!

*+★+*

Jadi, mana yang datang lebih dulu, ayam ataukah telur?

Pertanyaan kuno seperti itu memang sepele dan banyak yang menjawabnya sesuai persepsi masing-masing. Hampir sama kasusnya dengan perhatian dan perasaan. Jadi, mana yang datang lebih dulu, perhatian atau perasaan?

Apakah karena keberadaannya di sekitar kita menjadikannya sebuah perhatian lalu berubah menjadi perasaan?

Atau mungkin sejak awal kau sudah memendam perasaan hingga kau memberinya cukup perhatian?
~~~

Sebenarnya ada beberapa hal yang sedang Azka lamunkan sejak satu setengah jam yang lalu.

Dengan kedua kaki yang ditumpukkan diatas meja dan buku sketsa ditangannya, Azka berusaha mengingat-ingat apa saja yang telah ia lalui selama tiga semester itu. Ia tidak merasakan ada yang berbeda. Semuanya sama. Datar. Hidupnya terlalu monoton.

Tidak ada yang dapat mengalihkan rasa jenuhnya sebaik berkeping-keping CD anime, beratus-ratus komik, atau buku sketsa. Untuk siswa setingkat Azka, sebenarnya ia cukup populer dalam kalangan siwa SMA. Ia mendapat banyak surat cinta setiap tahunnya, walaupun tak pernah ia buka. Banyak yang menawarkan sponsor pada tim basketnya karena ada Azka didalamnya. Ataupun ranking paralel 2 yang selalu didapat. Tetap saja, hidupnya terasa kosong.

Dan sepertinya ia belum menyadari penyebabnya.

Sejak kapan Azka menjadi seperti ini? Sejak kapan Azka kehilangan senyum jahilnya yang selalu ia tampakkan di depan orang-orang?

Ia menghela napas lelah sambil mulai menggores pensil pada kertas sketsa yang masih kosong. Sekosong hidupnya saat ini.

Andai saja Azka mau menerima perasaan beberapa siswa perempuan yang menaruh perhatian lebih padanya, mungkin ia tidak merasa sendirian seperti ini. Andai saja. Tetapi Azka juga tidak ingin munafik, bagaimana bisa ia menjalani sebuah hubungan saat hatinya bahkan tidak tahu berlabuh di mana.

Ia pernah mencobanya. Dulu. Saat si dia baru saja menghilang dari hidupnya dan membuatnya berantakan.

Sebenarnya, gadis itu bukan tanpa alasan pergi meninggalkannya. Azka yang secara tidak langsung menendangnya pegi dari hidupnya. Sialnya, siswa berkacamata itu baru sadar betapa berartinya gadis itu dalam hidupnya tepat setelah ia pergi jauh darinya.

Azka menyesal. Tentu saja. Tapi Azka juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggunya kembali. Jika saja gadis itu akan kembali.

Namun tiba-tiba ia berhenti. Kemudian memandang hasil goresannya yang ternyata adalah sebuah nama.

Azka berdehem kecil untuk menetralkan jantungnya yang tiba-tiba serasa diremas saat ia kembali mengingatnya. Seorang yang pernah sangat berarti baginya. Dulu.

*+★+*

"Pindah?" tanya Ayah Azka yang lanhsung menutup koran harian yang sedang ia baca saat mendengar permintaan ayahnya.

"Iya pa. Azka mau pindah sekolah." ucap Azka dengan yakin.

Ibunya yang sedang mencabuti rumput liar pun tidak kalah kagetnya. Ia langsung berdiri dari jongkoknya dan menepuk-nepuk tangannya yang kotor. "Azka mau pindah kemana emangnya?" tanya Ibunya yang kini sedang membersihkan tangannya di pancuran depan rumah.

"Azka," panggil Zahrana, kakak perempuannya dengan lembut sambil memandang anak bungsunya. "Apa kamu nggak sayang sama perjuangan kamu masuk ke SMA ini? Sekolahmu itu sekolah favorit lho, Ka."

Tentu saja, bangunannya saja seluas dua hektar dengan dua gedung utama yang bertingkat lima dan juga banyak bangunan kecil lain. Biaya perbulan sejumlah dua juta rupiah dan fasilitas yang amat sangat memadai itu jelas membuat orang tuanya terkejut atas keputusannya.

Azka menghela napas dengan kasar. Ia sudah menduga akan seperti ini jadinya. Keluarganya yang tergolong berasal dari keluarga tingkat atas itu jelas keberatan dengan permintaannya. Mengingat kembali perjuangannya masuk ke sekolah itu membuat Azka merinding. Azka belajar siang dan malam demi mendapat nilai sempurna. Bahkan ia pernah sekali masuk ke rumah sakit akibat kurang tidur.

Mereka bertiga lantas bertatapan saat melihat Azka bangkit dari kursinya dan berjalan masuk ke dalam rumah.

"Sebenarnya ada apa dengan Azka?" tanya Ibu Azka pada Hana. Hana mengendikkan bahunya sambil melirik ke dalam rumah.

*+★+*

"Boleh kakak masuk?" tanya Hana sambil membawa berbagai camilan kesukaan Azka.

"Hm," jawab suara didalam.

Azka menoleh pada kakak perempuannya yang kini berjalan kearahnya. Perlahan ia menarik selimutnya hingga menutupi sebuah album yang sejak tadi ia buka.

"Kakak tahu pasti ada apa-apa sampai kau mau pindah sekolah." tebaknya jitu.

Azka mengangguk tanpa menyadari kalau kakanya sedari tadi melirik album dibalik selimutnya yang sedikit terbuka. Hana mendekat kearah Azka dan langaung membuka selimutnya hingga album kecil itu terjatuh.

"KAKAK!" teriak Azka panik. Ia berusaha meraih benda itu dari tangan jail kakaknya yang kini mengangkatnya tinggi-tinggi.

Hana tertawa iblis melihat adiknya yang pendek berusaha menggapai benda itu darinya. Bayangkan saja, tinggi Azka bahkan tidak ada sebahu Hana. Sedangkan Hana, tingginya mencapai 178 centi.

Azka tetap tidak mau menyerah. Ia mencubit lengan Hana hingga...

"KENAPA KALIAN TERIAK-TERIAK!" tanya Ibu Azka setelah membuka pintu kamar Azka dengan tidak elitnya.

Mereka berdua berhenti. Hana langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk membuka-buka album itu di udara. Satu lembar foto terjatuh dari selipan halaman. Hana langsung memungutnya.

"Hana! Azka, kenapa teriak-teriak?"

"Bu, Kak Hana me.. KAKAK!" Azka terlambat. Hana telah melihat foto itu. Foto seorang gadis yang mengenakan kacamata sambil tersenyum lebar.

"Ini kan..." Hana mengingat gadis ini. Kalau tidak salah teman sekelas Azka saat duduk di bangku smp.

"Sudah ya. Jangan teriak-teriak. Sudah malam, sebaiknya kalian tidur," perintah ibunya mutlak. Azka mengangguk dan menghela napas lega saat ibunya sudah berlalu dari kamarnya.

Cowok itu langsung menutup pintu rapat-rapat.

"Oh, aku tahu. Kamu pasti mau pindah gara-gara dia kan?" Hana mengacungkan foto itu.

Azka mendengus. "Pastikan tidak ada yang tahu selain Kakak."

Hana mengacungkan jempolnya. "Tenang. Kamu bisa percaya sepenuhnya sama kakak."

"Jadi, kamu mau pindah kemana?" tanya Hana lagi. Ia kini tiduran di kasur adiknya.

Azka terdiam. Dengan langkah pasti ia mendekat kearah Hana sambil membisiki sesuatu.

"SERIUS?!" Hana tersenyum sumringah. Azka mengangguk lagi.

Lalu mereka saling bertatapan sambil tersenyum misterius.

~~~

Marlia kambek!!! Loha semuanya!

Perkenalkan cerita pertama bergenre Teenfiction dari aku. Semoga suka semuanya.

Heartbeat [LRS #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang