Dua Adam

1.2K 216 37
                                    

Dia Dilan.

Dia Rangga.

Banyak perbedaan antara keduanya. Preman dan anak teladan. Si perayu ulung dan pecinta sastra. Ketua geng dan kutu buku.

Namun siapa yang mengira, cinta keduanya terjalin karena perbedaan.

Tentu dunia tidak tahu rajutan cinta mereka. Dunia akan sibuk mencaci dan memaki jika tahu. Tabu. Begitu mereka bilang. Tidak pantas. Sebutnya. Lelaki hanya bisa mencinta dengan perempuan. Bukan pada sesama kaum Adam mereka menabur benih cinta.

"Kau tidak malu?"

Rangga menoleh. Dilan sibuk bermain dengan ujung pena, menggoreskan garis-garis acak pada lembar kertas bergaris.

"Maksudmu?" balik bertanya. Dilan meraup napas dengan pelan, mendongak. Bola mata coklatnya bersirobok dengan gelap malam milik Rangga.

Dua tangan bergerak, membentuk garis acak antara mereka. Ia memilih bungkam, namun sedikit banyak Rangga tau maksud yang ingin diutarakan teman istimewanya.

"Jika kamu bertanya apakah saya malu sudah menjalin hubungan ini denganmu. Maka jawaban saya tidak." Tangan digenggam. Jemari ditautkan. Rangga menatap lurus-lurus dua bola mata cerah milik Dilan. "Dunia sudah cukup keji untuk malu dengan hubungan ini. Untuk apa saya menambahinya? Saya ingin kamu, dan sekarang kamu sudah jadi milik saya. Maka akan saya perjuangkan cinta yang sudah lebih dulu ditentang oleh dunia ini."

Dilan tertegun. Ingin ia menangis. Kadang terlupa jika teman istimewanya ini seorang pujangga dan penyair. Bodoh sekali.

Sudut-sudut bibirnya terangkat. "Boleh kalau aku ikut memperjuangkannya? Bukankah dua orang lebih baik daripada satu?"

Rangga membalas senyum. Kecupan singkat mendarat di pucuk kepala.

"Tentu, akan lebih ramai jika kita berdua. Asal kita bersama, saya tidak perduli yang lain."

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang