2. Si Peramal

125 8 3
                                    

Mari kira mulai ceritanya

Pagi itu, di Bandung, pada bulan September, tahun 2007, setelah turun dari angkot, aku jalan menuju sekolahku sebagaimana yang lainnya yang juga sama begitu. Bedanya, aku jalan sendirian, yang lain ada yang berdua atau lebih. Dari arah belakang, aku mendengar suara motor. Suaranya agak berisik dan yang bisa kuingat di masa itu, belum begitu
banyak siswa yang pergi sekolah dengan memakai motor. Ketika motor itu sudah mulai sejajar denganku, jalannya
melambat. Seperti sengaja ingin menyamai kecepatanku berjalan.
   Pengendaranya menggunakan seragam SMA. Meskipun saat itu banyak orang yang pada mau pergi sekolah, aku tetap waspada, kuatir barangkali dia mauberbuat buruk kepadaku. Dia bertanya:
"Selamat pagi"
"Pagi" kujawab, sambil menoleh kepadanya sebentar
" Kamu (Nama kamu) , ya?"
"Eh?"  kutoleh dia, memastikan barangkali aku kenal
dirinya. Nyatanya tidak, lalu kujawab:
"iyal "
"Boleh gak aku meramal? "
"Meramal?"|, Aku langsung heran dengan pertanyaannya.
Kok meramal? Kok bukan kenalan?
"Iya. Aku ramal, nanti kita akan bertemu di kantin".
Dia pasti ngajak becanda. Aku gak mau. Tapi aku tidak tahu harus jawab apa. Hanya bisa senyum, mungkin itu cukup, sekedar untuk berbasa-basi. Jangan judes juga. Iya.
Asli, aku gak tahu siapa dia. Betul-betul gak tahu. Mungkin satu sekolah denganku, tapi aku belum mengenal semua siswa di sekolahku, termasuk dirinya. Aku hanyamurid baru. Baru dua minggu.
"Mau ikut?" dia nanya
"Makasih", jawabku. Enak aja, belum kenal sudah ngajak
semotor. Kupandang dia, sebentar:
"Udah deket", lanjutku.
" Oke" katanya.
"Suatu hari, (Nama kamu), kamu akan naik motorku. Percayalah "
Aku diam, karena gak tahu aku harus bilang apa
"Duluan ya!", katanya.
Kupakai bahasa wajah, untuk mengungkap kata " iya".
Habis itu, dia berlalu, memacu motornya.
Nampak baju seragamnya berkelabatan, kalau guru tahu,
pasti akan disuruh dimasukin ke celana.
Waktu istirahat, tadinya aku mau ke kantin, tapi sama
sekali bukan untuk memenuhi ramalan anak itu. Boro-boro,
kepikiran juga enggak. Aku hanya ingin membeli sesuatu untuk
kuminum.
Tapi Reza , teman sekelas, Ketua Murid kelas 2 Biologi 3,
minta waktu ingin ngobrol denganku,katanya ada yang mau dibahas.
Dia bilang, kalau aku mau minum, gampang, biar dia saja
yang beli. Makasih kataku, dan memang, dia lalu pergi, ke
kantin. Tak lama dia kembali, membawa beberapa teh kotak.
Di kelas, selain Reza, ada juga Khanza dan Zaki , semuanya
teman sekelas. Hal yang dibahas adalah tentang keinginan
mereka untuk menunjuk aku menjadi sekertaris, dan juga
sekaligus menjadi bendahara kelas 2 Biologi 3. Aku sih oke saja.
Bagiku, gampang lah itu.
Waktu kami sedang ngobrol, muncul seseorang yang bilang
permisi dan lalu masuk ke kelas.
Reza, Khanza dan juga Zaki, tahu siapa dia. Namanya Alfahqie(oces),
siswa dari kelas 2 Fisika 1, datang memberiku surat, katanya itu
surat titipan dari kawannya, tapi tidak disebut nama kawannya.
Dengan sedikit rasa heran, setelah Oces berlalu, kubaca
surat itu:
"(Nama kamu), ramalanku, kita akan ketemu di kantin, ternyata
salah. Maaf. Tapi aku mau meramal lagi: Besok kita akan ketemu"
Aku langsung bisa tahu siapa yang ngirim surat. Ini pasti
dia, orang yang tadi pagi naik motor dan bilang mau meramal.
Reza nanya, dia ingin tahu surat apa, aku bilang cuma surat
biasa.
Surat itu, segera kulesakkan dalam tas sekolah, untuk
kembali menyimak Nandan yang banyak bicara tentang ini itu
yang menurutku membosankan. Tapi aku sudah tidak bisa lagi
konsentrasi dengan kata-kata mereka. Pikiranku, entah
mengapa, sebagian besar, mendadak melayang kepada Sang
Peramal.
Hari itu hujan, aku pulang dijemput pamanku. Dia itu adik
dari ayahku, mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi
swasta, namanya Fariz. Dia sudah lama di Bandung dan kost di
daerah Setiabudi.
Ayah nyuruh paman menjemputku, supaya bisa lekas
datang ke rumah dinas ayahku, karena ada sedikit keperluan. Di
jalan pulang, entah mengapa, ramalan orang itu: bahwa besok
akan bertemu, terus saja kepikiran.
Apa? Besok? Hah, besok bertemu? Bukankah besok itu hari
minggu? Aku langsung bisa nebak: ramalannya sudah pasti
gagal lagi. Bagaimana bisa bertemu, kalau tidak di sekolah? Dia,
ah, cuma tukang ramal amatir!
Bagiku, tak lebih, dia hanya anak nakal, yang suka iseng
menggoda cewek. Huh! Jika itu baginya adalah modus untuk
mendekati diriku, dia harus tahu aku orangnya selektif.
Di hari minggu, waktu sedang nyuci sepatuku, aku
mendengar bel rumah berbunyi, karena dipijit oleh tamu. Aku
teriak manggil si Bibi untuk meladeni tamu itu.
Kebetulan, hari itu, di rumah, hanya ada aku dan si Bibi.
Ayah, ibu dan adik bungsuku sedang pergi ke acara pernikahan
saudara. Si Bibi bergegas nemui tamu dan lalu balik kembali
menemuiku:
"Tamu. Mau ke (nk)", kata si Bibi. (Nk) itu nama panggilanku
di rumah
Aku bersihkan tanganku dari busa dan langsung ke sana,
nemui tamu itu. Ya tuhan, aku kaget, ternyata tamunya adalah
dia: Sang Peramal. Aku senyum kepadanya yang tersenyum
kepadaku.
Berasa seperti sedang terjadi kontak batin, antara aku
dengannya, membahas ramalannya yang benar-benar terjadi.
"Hei" Kusapa dia.
"Ada undangan", dia langsung bilang begitu, seraya
menyodorkan sebuah amplop sambil masih berdiri di situ, di
depan pintu.
"Undangan apa?", kupandangi amplop itu.
"Bacalah, tapi nanti "
"Oke"
"Bacalah, bahasa arabnya apa, ces ?" Dia nanya ke si oces
yang datang bersamanya...





Next ga?





Thanks buat yg udh baca cerita aku, walaupun dark readers 😏. Thanks a lot yg udh ngasih vote dan comment nyaa. Sorry klo ceritanya garing 😂 soalnya gaada inspirasi gituh. See you later.

Dont forget toi vote and comment yooo. 


Pertanda jodoh mffashar-

Mffashar ku 2007Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang