Equilibrum 50

54 6 0
                                    

Catatan Harian Pujangga 1

____________

-Lamunan di Pesona Senja-

    Di atas balkon. Kedua mata ini memandang langit senja penuh pesona. Semilir angin sore yang memanjakan kulit yang kusam, sebab terlalu banyak aktivitas yang kulalukan sampai sore ini. Mulai dari eskul rohis, kajian agama dan yang lain-lain.

   Jam untuk pulang ke rumah seharusnya jam tiga sore, namun untukku sedikit berbeda. Biasanya aku pulang ke rumah menjelang magrib atau bahkan selesai magrib mendekati waktu isya tiba.

   Napasku kali ini begitu tenang, tubuhku masih mengenakan seragam putih abu-abu ku yang sedikit kusut, baju dikeluarkan, dan ikatan dasi yang sudah terlihat berantakan sengaja agar angin sore lebih bisa terasa di tubuhku yang letih ini.

   Napas beratku hembuskan, mataku terpejam sebentar. Roda pikiranku berputar menampilkan suatu peristiwa canggung di sekolah tadi pagi. Aku menabrak sosok wanita berkerudung panjang, wajahnya teduh, berkacamata, berkulit putih bersih dan matanya memancarkan ketenangan.

   Aku menabrak perempuan bertubuh mungil itu sampai tubuhnya roboh,  aku menabraknya karena saat itu aku sedang dalam keadaan buru-buru ingin ke toilet. Perempuan yang ku tabrak memiliki tinggi hanya sebahuku saja. Selepas tubuhku tidak sengaja menabraknya, aku mengangguk meminta maaf, namun perempuan itu malah tersenyum manis sambil berkata. "Tidak masalah. Ini salah saya." Lalu berdiri dengan pelan-pelan. Sebenarnya aku ingin membantunya untuk berdiri, namun tidak pantas seorang yang bukan sah nya menyentuh lawan jenisnya. Setelah tubuhnya sudah berdiri tegap, dia merapihkan seragam dan kerudungnya.

   Itu pertama kalinya kedua telingaku mendengar suara begitu halusnya. Aku membala senyuman yang ia berikan kepadaku sambil berkata dengan suaraku yang dihalus-haluskan. "Sungguh, saya tidak ada maksud. Tadi saya meleng." Aku menggaruk belakang kepalaku yang tak gatal.

    Perempuan itu tertawa tipis disertai kedua tangan yang  menutupi mulutnya kemudian tangan kanannya merogoh kantung rok abu-abu yang mekar itu, sepertinya dia ingin mengambil sesuatu.

"Nih, buat kamu, Lumayan buat mencucui mulut." Ucap perempuan itu sambik menjulurkan tangan yang memegang plastik transparan kecil berisi tiga buah kurma.

    Aku menaikan kedua alisku tidak percaya. "Be-be-beneran ini buat saya." Tuturku terbata-bata disertai tangan kananku yang bergerak lamban mengambil benda itu.

"Iyah beneran. Masa bohongan, bohong itu dosa tau. Saya enggak berani. Heheheh." Kata perempuan itu kemudian tertawa halus.

Aku mengambil pemberian perempuan itu, kemudian mencicipi satu kurma terlebih dahulu. Mulutku mengunyah cepat, kurma itu terasa manis dan teksturnya lembut.

"Terima kasih banyak, ya. Semoga kebaikan kamu dibalas oleh Allah. Aamin." Kataku masih dengan mulut yang mengunyah.

   Suara adzan magrib memecahkan lamunanku. Langit senja sudah hampir musnah ditelan kegelapan malam. Bunyi kendaraan di jalanan sekitar rumahku menjadi tambah berisik. Ini yang tidak kusukai dari lingkungan rumahku saat malam.

     Bicara soal perempuan yang ku tabrak, aku belum sempat berkenalan, tapi wajahnya masih terngiang-ngiang di benakku entah kenapa.

    Mungkin kali ini aku sedang kasmaran dengan seseorang. Tapi apa daya aku hanya seorang remaja biasa yang belum pantas mencintainya, aku merasa dirinya terlalu sempurna untukku. Semoga Allah menjaga kesuciannya sampai aku menjadi seorang yang pantas untuk mencintainya.

.....

-Senin, 12/02/2018-

   

EquilibrumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang