BAB 1

1.1M 40.8K 2.9K
                                    

"Hati-hati. Pertama yang dilihat adalah mata."

Milla sedikit menyipitkan mata karena terik matahari yang bersinar terlalu terang. Sesekali berpindah posisi tepatnya pada bayangan seseorang yang berdiri di sampingnya. Tubuhnya yang tinggi menjadi keuntungan tersendiri bagi Milla. Ya setidaknya ia tidak terkena langsung paparan sinar matahari tepat jam dua belas siang.

"Geser!"

Suara terdengar begitu dingin dan tegas. Milla mendongak, ia memasang tampang sok tidak dengar.

"Apa?"

Cowok dengan seragam cukup rapi di samping Milla itu masih hormat bendera. Tidak sedikitpun menoleh pada Milla.

"Jangan deket-deket!"

Milla mengernyit.

"Siapa yang deket-deket?" Tawa Milla keluar meremehkan. "Gue?" tunjuknya pada diri sendiri.

Tidak ada sahutan. Ia tidak lagi hormat bendera. Milla melipat tangan di bawah dada sambil menatap wajah cowok itu.

Alis yang tebal, iris mata yang hitam pekat, bibir yang tipis, garis rahang yang tegas, tubuh yang tegap dan kulit kuning langsat. Mungkin orang lain akan meleleh saat melihat cowok dengan name tag Athur Dewa Danendra itu. Tapi tidak bagi Milla. Cowok yang berdiri di depan Milla hanyalah cowok yang hanya mengandalkan tampang.

"Gak usah sok ngerasa ganteng. Gue gak deket-deket lo. Jadi mendi-"

"Terserah!" potong Athur dingin.

Milla mengerlingkan mata. Menatap tidak suka pada Athur.

"Dasar cowok PMS!" ucapnya sambil kembali hormat bendera.

Di sisi lain cowok itu mulai menatap Milla tajam. Bahkan tatapan itu lebih tajam dari sebilah belati.

"Apa lo bilang?"

Milla mengangkat kedua alis. Menatap balik Athur.

"Cowok PMS! Kurang jelas?"

Milla mencebik, mengangguk paham. Ia menarik napas dan membuat corong di mulut dengan kedua tangan.

"COWOK PMS!" teriak Milla kencang. Beberapa murid yang berlalu lalang langsung berhenti dan menoleh pada sumber suara. Mereka yang berhenti langsung tercengang saat Milla meneriakkan kata Athur.

"Jaga mulut lo!"

Milla bergaya menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Ups. Sori satpam di mulut gue lagi libur. Jadi gak ada yang jaga!"

Milla menaikkan sudut bibir kanannya. Matanya terus menatap mata Athur. Milla ingin tau apa yang akan Athur lakukan setelah ini. Entah mengapa ia merasa lebih bahagia bisa menjaili senior songong seperti Athur.
Beberapa detik tatapan mereka beradu. Athur menajamkan tatapan saat Milla terus menatap matanya.

"Jangan berani tatap gue!"

"Kenapa? Mata lo sakit?"

Bukan mundur. Milla malah semakin maju.

"Jangan lihat mata gue!" tegas Athur memalingkan wajah.

"Oo jadi lo belekan," ucap Milla santai.

"Diem!"

Milla tersenyum menantang. Ia pindah posisi di depan Athur sehingga cewek itu semakin leluasa menatap mata Athur. Milla mempertajam penglihatan. Ia penasaran, memang ada apa di mata Athur.

"Mata lo baik-baik aja. Gak merah tuh," ucapnya bak seorang dokter spesialis mata.

Athur menunduk menatap mata Milla penuh amarah.

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang