Chapter 4

782 47 0
                                        

"Uang, aku datang," gumam Bell percaya diri.

Bell merasa kakinya melangkah dengan ringan sekali. Bisa dikatakan ini pertama kalinya Bell menginjakkan kaki di Gedung Merah. Namun, dia sama sekali tidak merasa ketakutan. Dia mengedarkan pandang dan hanya decak kagum yang dirasakannya. Auranya benar-benar berbeda dengan gedung tingkat satu maupun dua. Ketika hendak menuju meja resepsionis, Bell berpapasan dengan beberapa murid tingkat tiga yang kelasnya berada di lantai atas yang sepertinya baru saja keluar kelas hendak pulang. Mereka memandang Bell seolah melihat alien.

Tentu saja mereka akan berpikir yang tidak-tidak. Dia baru saja menghebohkan satu sekolah. Berita menyebar dengan cepat dan meski wajahnya tidak dikenal, tentu saja mereka bisa langsung menduga siapa lagi murid tingkat dua yang berkeliaran di jam pulang sekolah di Gedung Hitam. Sayangnya Bell tidak terlalu mempedulikan pandangan penasaran mereka.

"Kantor kepala sekolah berada di lantai tiga. Silakan gunakan lift khusus di sebelah ruang guru," ujar resepsionis ramah.

"Oh, terima kasih." Bell tersenyum lalu segera menuju lift di ujung, dekat ruang guru.

Bell masih bisa merasakan pandangan beberapa murid tingkat tiga ketika dirinya berdiri di depan lift menunggu kotak besi itu turun.

"Bell."

Gadis itu menoleh dan mendapati seorang pria berusia tiga puluh puluh tahunan berjalan menghampirinya. Bell tersenyum padanya.

"Paman," ucap Bell.

"Apa kau baik-baik saja? Paman sudah mendengar beritanya dari Miss Valey," ujar Dane, paman Bell. Pamannya ini guru di tingkat satu.

"Tidak murid tidak gurunya, kalau menyebarkan berita seperti ini memang cepat sekali," batin Bell.

"Bell, kamu tidak apa-apa?" tanya Dane lagi. Matanya menangkap plester di kening keponakan angkatnya. "Keningmu ..."

"Ah, ini tidak apa-apa. Hanya luka kecil. Paman tidak perlu khawatir." Bell tersenyum kecil. "Oh, ya bibi baik-baik saja, kan?" tanyanya.

"Bibimu baik-baik saja." Raut muka Dane sedikit muram.

"Paman jangan begitu. Aku baik-baik saja walau tinggal sendiri. Terima kasih sudah mencemaskanku dan kebaikanmu selama ini padaku."

"Bell-"

TRING.

Ucapan Dane terputus ketika pintu lift terbuka. "Aku harus pergi, Paman. Sampai jumpa." Bell membalikkan badan hendak masuk ke dalam lift. Sebelum pintu lift tertutup Bell melambaikan tangan sambil tersenyum pada pamannya.

Tidak lama lift yang dinaiki Bell berhenti di lantai tiga. Dia melangkah keluar dengan napas lega. Sejujurnya di dalam lift sendirian itu sedikit membuat tidak nyaman. Bell menoleh ke kiri dan ke kanan lalu tersenyum lebar melihat papan nama ruang kepala sekolah di ujung lorong kanan. Gadis itu mulai menggerakkan kakinya menuju ujung lorong

Bell menghentikan langkahnya ketika sampai di depan pintu kantor kepala sekolah. Ketika hendak mengetuk pintu, Bell tertarik melihat bangunan di belakang Gedung Merah. Bell berjalan ke dinding kaca dan melihat bangunan rumah megah yang katanya milik kepala sekolah. Dia baru bisa melihat dengan jelas dari sini karena saat berada di gedung tingkatnya, pandangannya terhalang oleh Gedung Merah ini.

"Arabell Purplish?"

Bell tersentak mendengar namanya dipanggil. Gadis itu memutar tubuh dan mendapati Mr. Oarsmane berdiri di hadapannya dengan memegang sebuah koper berwarna perak yang menarik perhatian Bell.

"Selamat siang, Mr. Oarsmane. Saya baru saja tiba di sini," ujar Bell.

"Siang." Mr. Oarsmane tersenyum. "Kenapa tidak segera masuk? Kepala sekolah sudah menunggumu. Ayo!" Tangan bebas Mr. Oarsmane mengetuk pintu kantor kepala sekolah. Tanpa menunggu jawaban, dia membuka pintunya. Bell segera mengikutinya masuk.

Be a Night StaffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang