From LDKS With Love

5 2 0
                                    


FROM LDKS WITH LOVE
Aku segera packing dan mengecek ulang semua barangku. Jangan sampai ada yang ketinggalan nantinya. Yah, koperku yang sebesar gunung dan beratnya sekarung beras ini terlihat memalukan. Apalagi aku harus membawa ke sekolah. Karena disana aku berkumpul untuk berangkat nantinya.

Kubawa koper unguku dan kunaikkan ke sebuah becak. Ya, aku ke sekolah naik becak siang ini. "hati-hati ya, dik" pesan eyangku yang ditugasi papa menjaga rumah. Kurapikan bajuku dan berharap bukan akulah satu-satunya makhluk yang membawa koper sebesar ini. Dengan t-shirt seragam dan celana jeansku, aku berusaha bersikap 'biasa saja' di atas becak ini. Aku sebenarnya malu jika naik becak sendirian. Tapi entah mengapa aku masih melakukannya hingga saat ini.
"ayo anak-anak cepat, nanti keburu macet lho" kata pak guru yang akan membinaku esok. Aku segera naik bis dengan menyeret koperku. Dan well, bukan hanya aku lho yang bawa koper sebesar ini. Aku segera naik sambil memegang tas ranselku. Aku bawa permen, jajan, dan tisu untuk kugunakan di bis nanti.


From LDKS with Love Brumm brumm.. bis ini akan segera bergetar dan bergerak maju. Aku berangkat sekarang. Di bis ini, aku mengajak bicara setiap adik kelas. Hitung-hitung kenalan juga. Ada beberapa yang biasa aja, tapi ada juga yang capernya minta ampun. Namanya Sari. Seseorang bilang "ih, Sari cayank amoeh". Temanku, Fina, menoleh padaku dan tersenyum kecut. "hahaha, Sari Cayank Iyan tuh yang bener." Balas seseorang lain. Dan Fina tak hentinya menghina Sari dengan 'senyum maut'nya kepadaku.

Sudah sampai. "ayo anak-anak cepat berkumpul, baris yang rapi." Perintah pak pembina. And this is it, pembagian wisma. Kali ini LDKMS kami ada di tempat yang sama dengan tahun sebelumnya. Tepatnya, di Malang. Kota Malang berhawa dingin. Tapi ternyata sengat mataharinya tak kalah kuat dengan kota asalku. Keadaan ini memaksaku untuk memakai sunblock tiap kegiatan outdoornya. But unfortunately, i forget it. Well, kurasa pakai deker tangan sudah cukup untuk menghalangi sinar mataharinya. Wismaku kali ini tak jauh dari aula, tempat kami berkumpul untuk kegiatan materi. Aku dan teman-teman se kamar segera mandi. Karena malam ini akan ada materi yang pastinya melelahkan.
***

Malam ini kami makan malam bersama di aula. Makannya prasmanan. Mungkin menghemat biaya dan mengurangi sampah. Karena tahun kemarin kami makan nasi kotak. Dan.. 'brakk! Ah!' seseorang menabrakku dari depan. Siapa cowok ini? Apa tidak lihat ada aku dibelakangnya? Lalu dia pergi tanpa minta maaf. Tak tahu aturan benar cowok itu? Tapi ku akui, dia manis juga.

Materi malam ini sungguh melelahkan. Aku ingin segera tidur, tapi tiba-tiba aku ingat sama cowok manis yang menabrakku tadi. Aku yakin, dia pasti adik kelasku. Karena kakak kelasku hanya beberapa yang ikut, dan pastinya aku hafal mereka. Biarlah, lagipula mungkin saja aku akan lupa esok hari. Malam yang indah.

Esoknya kami olahraga sebentar di lapangan dipandu oleh kakak-kakak yang tak ku kenal. Sejujurnya aku benci jika kegiatan sekolahku dicampuri oleh orang-orang asing yang tugasnya mengatur kami. Tapi tak apalah, toh ini semata-mata hanya sebagai pemandu LDKMS kami. Kemudian aku melihat-lihat ke seluruh penjuru lapangan, tapi tak kutemukan si adik manis yang kemarin. Ah sudahlah, toh dia hanya adik kelas yang ceroboh padaku.

Tiap pagi, siang, malam, kami makan di aula. Pagi ini juga, tentunya. Aku ambil duduk paling depan bersama Rina, Hayyu, dan Uffa. Kami sebetulnya cuma asal memilih tempat duduk. Tapi ternyata, antri makanannya dimulai dari depan. Ya, dari aku. Karena aku duduk di pojok, jadi aku yang memimpin mereka untuk mengambil makanan. Kemudian kami baris satu-satu, dan tiba-tiba laparku hilang, terkalahkan oleh senangku saat kulihat si adik manis di depan mata. Wah, makin bening saja dia hari ini. Aku segera berjalan kembali ke kursiku dengan gugup. Ingin senyum dan tertawa sepuasnya aku saat ini. Tak bisa kupungkiri, dia menarik juga.
***

Malam harinya, teman-teman berkumpul di ruang tamu wismaku. Dan aku tak ragu lagi. Aku cerita tumplek blek pada mereka jika aku punya adik manis baru. Aku jadi ingat bahwa dulu aku pernah berceloteh pada temanku, "aku gak mungkin naksir adik kelas". Dan nyatanya, aku termakan omonganku sendiri. Entahlah apa yang membuatku berfikir seperti itu dulu dan entah juga mengapa sekarang aku begini.
"mas Rizki, bla bla bla bla..". siapa itu? Pikirku. Dan ternyata... *jeng jeng jeng* adik manis! Wah ! aku seketika diam. Mataku membulat dan aku berusaha menutupi rasa maluku. Ternyata semuanya memperhatikan bahasa tubuhku. Tak mungkin lagi jika aku mengelak. "yang ini ?" hardik teman-teman padaku. "emm, gak kok!" balasku malu-malu. Dan bagaimana lagi ini? Aku sudah kehabisan akal. Jika aku langsung masuk kamar pastinya teman-teman jadi tahu kalau aku menghindarinya. Tapi toh tak ada salahnya jika mereka tau yang kumaksud. "iya, yang ini Riz." Bisikku pada Riski saat adik manis sudah keluar. Suasanapun membising saat Rizki mengumumkan hal itu pada semuanya. "Namanya Iyan." Kata Rizki padaku.

Malam itu sungguh membuatku lega. Pagi ini semua telah tahu apa yang kuperhatikan. Pagi ini olahraga lagi. Dan Uffa berkata padaku bahwa pacarnya Iyan marah karena insiden semalam. Lalu Fina berkata, "mungkin yang dimaksud di bis kemarin, yang Sari chayank Iyan, itu Iyan adik manismu.". mungkin juga ya. Uffa juga berkata bahwa Sari menangis gara-gara semalam. Dan jujur saja aku tak merasa salah sedikitpun. Toh bukan aku yang ngapa-ngapain Iyan. Toh teman-temanku juga nggak ngapa-ngapain Iyan. Lagipula siapa yang suka sama Sari? Teman-teman saja setuju jika dia memang suka cari perhatian. Toh kalau seandainya aku disalahkan, teman-teman berkemungkinan besar memihakku. Aku tak bersalah, sama sekali.

Then the nite comes. Saat itu aku lihat Sari lagi duduk sama temannya. Lalu Uffa langsung mendekatinya. Uffa menjelaskan semua yang kami lakukan dengan Iyan semalam. Dengan panjang lebar Uffa berusaha meyakinkan Sari bahwa kami memang ngga ngapa-ngapain. Tapi tiba-tiba Sari menangis. Aku jadi ngga tega, tapi aku tetap yakin bahwa bukan aku yang salah. Jadi aku tetap bersikap 'biasa saja'. Dan malam itu aku memutuskan untuk berhenti mengagumi Iyan. Kasihan juga kalau pacarnya tau. Karena aku juga ngga mau kalau ada orang yang suka gitu sama pacarku.
***

Malam ini pensi, waktunya seneng-seneng tapi aku ngga bisa berhenti mikirin si adik manis. Aku selalu malu sendiri jika bertemu dia. Tapi di sisi lain aku kasihan sama Sari. Yayaa, biarin lah. Biar semua jalan sesuai jalurnya. Pasti masalah ini akan selesai pada saatnya. Besok udah pulang. Besok aku pulang dengan semua pengalaman dan ilmu baruku di sini. Pulang dengan pengalaman sama Iyan, dengan masalah yang ngga sengaja terjadi. Mungkin masalah ini berbuntut panjang tapi mungkin juga engga. Lagipula semua sudah terjadi. Dan apapun yang aku lakukan, aku harus mau bertanggung jawab atasnya. And what we do in the present, will decide what will happen in the future.

Life In WorldWhere stories live. Discover now