Suara hujan dari luar jendela bak melodi indah, sukses membuatku terbangun, aku mengambil ponselku untuk melihat jam berapa sekarang, pukul 3 dini hari, tidak mungkin untukku kembali terbang ke alam mimpi, ku putuskan untuk ke dapur mengambil segelas air.
Lagit rupanya belum puas menumpahkan kristal kristal bening, aku menatap pekarangan rumah dari jendela dapur sambil sesekali meminun air putih, lagi lagi aku melihat dia beridiri di bawah guyuran hujan, entah sudah berapa kali aku melihatnya berdiri di bawah guyuran hujan seperti ini.
Ah iya aku belum memperkenalkan diri, namaku Lee Felix, aku mahasiswa di salah satu universitas terkenal di Indonesia, dan dia yang ku maksud namanya Seo Changbin, aku tidak tau pasti tentang dirinya, yang ku tau dia adalah tetanggaku, dan juga tetanggaku yang paling jarang keluar dari rumahnya.
Changbin tidak pernah berbicara, mungkin dia tidak banyak bicara dengan orang yang tidak dekat dengannya, itu yang ku pikirkan sewaktu pertama kali bertemu dengannya. Jadi setiap kali aku lewat di depan rumahnya aku pasti akan menyapanya dengan ramah walaupun dia tidak membalas sapaanku, "selamat pagi Changbin" ucapku setiap pagi, karena ku pikir dengan menyapanya terus menerus ia akan mulai berbicara denganku, tapi ternyata tidak, dia sangat tertutup.
Aku beridiri di terasku, menatapnya dari kejauhan, "Changbin masuk lah ke rumahmu!" teriakku, tapi Changbin tidak menghiraukannya, "Changbin nanti kamu sakit"
"Diam lah! Kau saja yang masuk" ucap Changbin, aku tersentak kaget mendengar suaranya, aku langsung mengambil payung dan berlari ke arahnya, berniat untuk memberinya payung supaya dia tidak masuk angin, "apa mau mu?"
"Aku hanya ingin memberikanmu payung ini"
"Tidak perlu, pulanglah" ucapnya, tapi aku tetap berdiri di sampingnya, ku dengar suara isakan entah dari mana, "Changbin? Kau menangis?" Dia tetap diam, "tidak apa kalau kau tidak mau menjawabku, tapi jangan mengusirku lagi"
Suara gemuruh petir membuatku tersentak kaget, kilat dan petir masih setia menghiasi langit, ku lihat dia ikut berteriak saat petir bergemuruh, seakan lagi beradu dengan petir, untuk membuktikan suara siapa yang lebih keras.
"Apa dia sudah tidak waras?" Batinku, dia terus berteriak setiap petir bergemuruh, entah dia melampiaskan kekesalannya terhadap apa, tapi aku memilih untuk diam, aku tidak mau membuat dia risih karena aku terus bertanya.
Sekarang aku tau kenapa banyak orang memanggilnya, tuan petir, bukan karena dia dapat mengendalikan petir tetapi karena ia tidak takut dengan petir dan ia terlihat bersahabat dengan petir.
ㅡ
Ini cerita twoshot jadi cuman ada dua chapter hehe
[13/02/2018]
YOU ARE READING
Tuan petir | Changlix
Short Story[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ] Teruntuk tuan petir, dari seseorang yang ingin mengenalmu. © 2018, defsword