Kota Lama yang Baru

45 14 16
                                    

Tatapan tajam masihku lontarkan ke arahnya. Laki-laki itu hanya mengabaikan dan memasang senyuman miring yang sangat menyebalkan. Inginku robek dari wajahnya.

Hukuman seharusnya membuatnya mampus tetapi kenapa dia malah terlihat sebaliknya? Seperti acara pindahan ini adalah hadiah baginya untuk ikut geng motor.

"Adik gue tersayang... jangan cemberut terus... nanti cepet tua," tanganku langsung mendarat ke kepalanya. Karena dia 'keras kepala' dia hanya tertawa dan melipat lengannya, menatap jalan di depan.

Aku kembali bersandar, mengambil napas dalam dan memejamkan mata. Membandingkan memori yang telah terjadi dengan apa yang mungkin akan terjadi di Jogja nanti.

I hope it will be good this time.

"Mamah sama Papah mau keluar dulu, ketemu kawan-kawan lama di kota,"

Mereka berdua telah berdiri di ambang pintu. Aku hanya mengangguk dan kembali memerhatikan Bang Adi memasang televisi tanpa minat untuk membantu sedikitpun.

"Adi," kakakku tidak merespon sama sekali, membuat mamah melanjutkan kalimatnya, "mamah, papah, bahkan Anna, pengen kamu berubah disini. Mamah mohon, bantu mamah menjadikan diri kamu lebih baik, sukses untuk ke depannya,"

Melihatnya mengabaikan perkataan tersebut, Papah pun ambil suara, "Adi, kalau orang tua menasehati didengerin! Gak sopan kamu!"

Dengan tangannya yang sibuk dengan obeng dan sebagainya, ia memutar mata yang membuatku terkejut layaknya gak pernah liat dia begitu. Aku langsung melemparkan bantal sofa terdekat kepadanya.

"Ck! Ah!" lirikan gue yang mengisyaratkan ke arah orang tua kami berhasil membuatnya menjawab, "iya, pah,"

Mamah menarik napas kembali, "Ya sudah, mamah sama papah duluan ya,"

"Hati-hati, Mah, Pah,"

Lalu rumah hanya berisi kami berdua.

"Orang tua itu, Bang! Hargai layaknya permata! Bukan sampah!"

"Abang!"

Aku memilih untuk berdiri dan berjalan menuju kamarnya setelah tidak ada respon darinya. Hpku lowbat dan butuh charger yang kemaren Bang Adi pinjam. Tanganku mengetuk pintunya dan aku masih tidak mendapat apa-apa.

Sebuah ide untuk masuk ke kamarnya muncul seketika di otakku. Dengan fakta aku belum pernah melihat kamarnya, sama sekali, penasaran juga ingin melihat apa isinya. Aku mencoba membuka pintunya dan beruntungnya, tidak terkunci.

Badanku tergelonjak saat seisi kamar terlihat. Keempat dindingnya berhasil ia penuhi dalam dua hari dengan poster penyanyi ataupun band yang familiar bagiku. Yang lebih mengejutkan lagi adalah terdapat tiga gitar tergeletak dengan gardus dan bubble wrap yang berantakan di lantai.

Dan salah satunya milikku.

Sebelum kakiku mendekat dengan benda itu, suara Bang Adi dari belakang ibarat menarikku kembali ke luar kamar.

"LOE NGAPAIN ANJIR DI KAMAR GUE!"

Badannya membloking jalan masuk walaupun pintu telah ia tutup keras barusan. Mukanya penuh dengan khawatir, takut, dan marah. Aku bisa melihat dari matanya.

"It's nothing, okay? The guitars are my friend's,"

"Bang Adi-"

"Fuck off!" ucapnya dengan nafas yang gak teratur. Aku menarik napas dalam, bersiap untuk mengatakan yang sebelumnya aku tutupi.

Crowded Mind [l.r.h]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang