AWAL

1.8K 155 38
                                    

Di sebuah lorong yang begitu gelap, samar-samar tampak seseorang yang tengah berlari tergesa-gesa. Napasnya yang memburu dan keringat yang mulai timbul. Berlari adalah pilihan satu-satunya yang harus ia ambil agar segera sampai di perhentian bus yang sudah beroperasi mulai pukul lima pagi. Tentu saja ia harus berlari sebelum pukul tersebut. Selain itu, ia tentu harus bangun tidur jauh sebelum pukul itu tiba. Ia harus selalu terbangun tepat pukul tiga pagi. Menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, berganti pakaian, dan tentunya berlari menuju halte yang jaraknya cukup jauh.

Setelah lama ia berlari hingga keringat pun telah membasahi pakaiannya, akhirnya ia pun tiba di halte tepat waktu. Tak ada seorangpun di sana. Hanya dirinya seorang dan sebuah bus yang telah tiba bersamaan dengannya.

"Seperti biasanya, Luhan" sopir bus itu pun tersenyum ke arah pemuda yang dipanggil Luhan tersebut.

"Terima kasih telah menungguku, ahjussi" tersenyum walau napasnya masih memburu.

"Kebetulan kita sampai bersama, nah silakan duduk, nak" ikut tersenyum dan menunggu Luhan duduk di tempat yang telah tersedia.

"Ayo kita berangkat" sang sopir pun menginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan normal.

Sementara Luhan yang duduk di barisan paling belakang sibuk dengan buku-buku yang telah ia siapkan untuk anak didiknya. Ya, Luhan adalah seorang guru. Ia harus tiba di sana tepat waktu, walau jarak antara rumahnya dan tempatnya bekerja teramat jauh, namun demi menanggung hidupnya karena bayaran yang ia terima cukup besar, maka ia harus menjalaninya. Ia tahu jika itu berat, tapi ia yakin bukan hanya dirinya saja yang merasakan hal yang sama, namun masih banyak orang di luar sana yang senasib atau bahkan memiliki nasib lebih buruk darinya, maka dari itu yang selalu ia lakukan adalah bersyukur dengan apa yang ia dapat.

Sekitar satu jam perjalanan, ia kini harus menaiki bus berikutnya untuk dapat sampai di tujuan. Ia pun turun dari bus tadi dan kembali menunggu bus dengan tujuan tempatnya bekerja.

"Terima kasih ahjussi" tersenyum sembari melambaikan tangan ke arah sopir bus yang begitu ia kenal karena selalu menemani waktu pagi harinya yang sedikit berkeringat.

"Terima kasih kembali, semoga harimu menyenangkan" tersenyum pada Luhan yang sudah berada di halte dan menghadap ke arah pintu yang belum tertutup. Luhan pun mengangguk dan kembali tersenyum.

"Ahjussi juga" sedikit berteriak saat pintu itu tertutup dan melambai saat bus itu kembali melaju.

"Ayo kita mulai menunggu lagi"

.

.

.

.

.

Akhirnya Luhan pun tiba di tempat kerjanya tepat pukul 7 pagi. Berdiri memandang mansion besar yang sudah satu bulan ini ia datangi. Ia akan selalu memandang lama mansion itu sebelum memasukinya. Ia akan selalu mengandai-andai dan selalu berharap. Entah itu akan terkabul kelak atau tidak sama sekali, namun sejauh ini ia telah berusaha dengan usahanya sendiri.

"Ya...mungkin suatu saat nanti aku akan tinggal di rumah yang megah seperti ini...atau mungkin memiliki rumah sendiri yang kecil pun tak apa, asal itu rumah sendiri, bukan menyewa seperti saat ini" tersenyum menatap megahnya gerbang, namun tak berselang lama, ia harus dikejutkan dengan seorang lelaki paruh baya yang menyapanya.

"Wah Luhan, rupanya kau datang sepagi ini. Andai saja anakku sama tekun dan giatnya seperti dirimu" menepuk pundak Luhan dan tersenyum.

Ya, beliau adalah ayah dari anak asuhnya. Beliau juga adalah pemilik dari mansion tempatnya bekerja sebagai guru home schooling. Wu Yifan. Namun beliau meminta untuk dipanggil Kris dengan alasan agar beliau lebih dekat dan lebih akrab dengan siapapun. Namun tetap saja sampai saat ini Luhan tak bisa memanggil beliau dengan Kris, melainkan selalu memanggil beliau dengan panggilan Tuan Wu.

TEACHER!! Be My Valentine, please (HunHan) | Twoshoot ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang