bagian 1

11 0 0
                                    

Aku mempercepat langkahku menyusuri lorong rumah sakit. suasana lorong yang sunyi membuat suara sepatuku terdengar jelas. aku berhenti di depan pintu bertuliskan nama seorang dokter. kuatur nafasku ysng masih memburu akibat berjalan cepat dari parkiran tadi.

aku mengetuk pintu itu, lalu satu suara yang sudah kuhafal menjawab.

"arneta, masuk aja sini"

aku pun melangkah masuk menemui dokter Bram, dia menyambutku dengan senyum ramah yang kubalas dengan anggukan singkat.

"jadi, ada hal penting apa dok ?" tanyaku to the point sambil duduk di hadapannya.

"santai dulu arneta, kamu kelihatan panik sekali" ucap dokter Bram masih dengan senyum ramahnya.

"oke, saya punya waktu satu jam untuk dengar penjelasan dokter." kataku sambil melirik angka di arloji yang menunjukkan pukul 8 malam.

"gak perlu sejam, hasilnya bisa kamu bawa aja. mau kamu buka kapanpun, bebas. saya undang kamu kesini bukan untuk membicarakan soal hasil pemeriksaan ini."

"lalu soal apa?" tanyaku tak sabar.

dokter Bram menyodorkan sebuah kartu nama. yang membuatku seketika diam. terlalu banyak yang aku fikirkan mengenai satu nama ini. pandanganku beralih pada orang yang memberiku kartu nama ini, dia beranjak dari duduknya.

"minggu lalu saya datang ke acara seminar di Bandung, disana kami bertemu dan bertukar kartu nama" ucapnya sambil duduk di meja di hadapanku.

"terus, kenapa kartu nama ini dokter kasih ke saya?" tanyaku ketus.

dokter Bram tertawa mendengar pertanyaanku. membuatku semakin kesal.

"arneta, kalau saya tidak salah, saya sudah jadi kakak iparmu selama 10 tahun. yang mana, saya tahu betul bagaimana kamu dan saya tidak perlu menjawab pertanyaan itu. lagipula, berhenti panggil saya formal begitu. kita ini keluarga, saya masih jadi suami dari kakakmu." jelasnya panjang lebar.

aku mengembalikan kartu nama itu padanya. dia mengerutkan keningnya dalam-dalam. heran dengan apa yang aku lakukan. kemudian aku beranjak dari tempat dudukku.

"gue mau balik. mana hasilnya?"

"satu hal yang saya syukuri adalah, saya menikah dengan kakak kamu. bukan dengan makhluk dingin seperti kamu" ucapnya sambil memberiku sebuah amplop cokelat yang masih disegel.

aku meraih amplop itu dan berniat pulang. ketika dokter itu membuka mulutnya lagi,

"yakin nih gak mau sama kartu nama ini?" tanya nya memastikan.

"buat pak dokter aja. gue lebih butuh hasil pemeriksaan ini. ngomong-ngomong, makasih ya Mas. gue balik ya" pamitku padanya.

aku pun pulang dengan tergesa-gesa menuju mobilku di parkiran. aku melajukan mobilku meninggalkan tempat itu dan pulang ke rumah.

sepanjang perjalanan, aku teringat nama itu lagi. nama yang sudah lama tak aku ucapkan.

terlalu banyak kesakitan ketika menyebut nama itu. dan aku benci hal itu. karena hanya dengan mengucapkan satu nama itu, hatiku seolah ditikam berkali-kali.

ini semua gara-gara Mas Bram. kenapa dia harus menunjukkan nama itu lagi kehadapanku ? aku lelah.

duhai hati, tak bisa kah kita berkompromi ?



*************************************************************************************************

sekian dulu part 1 nya. insyaallah kalau sambutannya baik, aku akan semangat nulis kelanjutannya.

terimakasih, onie :D





You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 14, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ARNETAWhere stories live. Discover now