Secret box

44 0 0
                                    

"Dongwoo-ya~" Hanna noona memanggilku lumayan kencang saat aku baru saja tiba di lobby hotel tempat ibu dan noona-ku tinggal selama di Seoul.

"Sssstt.. noona~ kenapa kencang sekali?!" aku memprotesnya.

"Tidak ah, tidak kencang~ kenapa memangnya? Takut ketahuan fans-mu yaa?? Memangnya ada yang mengikutimu?? Mana? Mana? Tidak ada" godanya dengan suara yang tidak lebih pelan dari sebelumnya. Menyebalkan.

"Iish cerewet sekali noona-ku ini, sudahlah ayo cepat ke kamar" kataku seraya merangkul tubuh mungilnya

Shin Hanna. Noona ku satu - satunya, usia kami terpaut lumayan jauh, 5 tahun. Tapi kami sangat dekat. Aku menyayanginya, sangat amat menyayanginya. Terlebih, kami pernah kehilangan bagian dari kami. Bagian yang selalu menjadi bahan rebutan kami dulu. Bagian yang selalu dan selamanya kami rindukan. Yoon kami. Yoon kecil kami.

"Dongwoo-ya, tunggu dulu" Hanna noona tiba - tiba berhenti sesaat kami keluar dari lift.

"Wae noona?"

"Aku ingin bertanya, kenapa tiba - tiba kau meminta eomma membawa kotak rahasiamu? Kau tahu? Eomma tidak berhenti menangis malam itu. Dan selama perjalan ke sini, eomma terus memeluk kotak itu." Hanna noona menjelaskan.

"Ah, benarkah??" Jawabku pelan. Aku tidak bisa berkata apa - apa, membayangkan ibuku menangis karena permintaanku.

Mianhae eomma

"Mimpi itu, noona. Yoon. Yoon datang lagi kemimpiku. Aku merindukannya" aku berkata seraya menahan tangis.

"Arraseo, Dongwoo-ya. Noona deo. Aku juga sangat amat merindukannya." Hanna noona berkata sambil memelukku. Aku tahu, noona juga menahan tangisnya.

"Apa kabar Yoon? Bagaimana rupanya sekarang? Apakah dia hidup dengan layak? Kenapa dulu kita berhenti noona?? Kenapa berhenti mencarinya? Kenapa noona??" Kata ku pelan, tercekat.

Sesak. Sesak menyerbu dadaku. Teringat malam itu. Malam kami kehilangan Yoon.
Usaha kami tidak maksimal. Kami terlalu cepat menyerah.

Ah, tidak. Bukan kami. Bukan aku dan Hanna noona. Orang tua kami yang menyerah dengan cepat. Entahlah, yang jelas, aku ingat betapa kecewanya aku saat ayah bilang tidak akan lagi mencari Yoon. Namun apa yang bisa dilakukan anak umur 11 dan 6 tahun saat itu? Noona dan aku hanya bisa pasrah dengan keputusan orang tua kami.

"Dongwoo-ya. Kalau Tuhan mengijinkan kita bertemu Yoon, suatu saat kita pasti akan bertemu. Aku yakin, Yoon selama ini baik - baik saja. Pasti. Pasti baik - baik saja." Hanna noona menenangkanku, masih sambil memelukku.

"Sudahlah. Sekarang atur napasmu, jangan terlihat sedih didepan eomma, eoh?" Katanya lagi seraya menepuk pelan kepalaku.

"Arraseo~"

***

"Yoon-ah~ hyung pergi sekolah dulu ya... kau baik - baik dirumah ya.. mainlah bersama malgeumi, arrachi?!"

"Eo.. hyung cepat pulang ya.. Noona juga ya~"

"Baiklah, kami akan cepat pulang nanti. Uri Yoonie, bermainlah dengan baik. Jangan ganggu eomma appa yaa~ nanti noona belikan mainan, oke??"

"Eung~ hyung juga.. bawakan aku mainan ya~"

"Eo.~ annyeong Yoonie~ah"

**

"Yoon~ liat hyung buat apa untukmu~  hyung tadi diajarkan ssaem buat bangau kertas.. ini untukmu Yoon. Bangau merah ini untuk Yoon"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Long Lost BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang