Aku melangkahkan kaki keluar dari cafe berinterior klasik, cafe yang berhasil aku bangun dengan kerja keras ku sendiri. Sebenarnya aku tidak perlu repot harus berkunjung setiap saat kesini. Namun, mendadak pagi tadi Litha menangis ditelpon dan memintaku untuk menemui nya di cafe, Dia bercerita bahwa kekasihnya baru saja mengakhiri hubungan mereka. Aku hanya bisa memberika bahu untuk nya bersandaru seraya meluapkan kekesalannya.
Aku menatap kearah langit yang sudah hampir gelap, hujan yang sudah turun sejak tadi belum juga menampakkan tanda-tanda akan berhenti. Aku mengutuk diriku sendiri yang menolak ajakan Litha untuk pulang bersama dengan alasan konyol jika aku ingin berbelanjan di mall setrlah ini dan sekarang, jangankan berbelanjan di mall, untuk keluar dari cafe saja aku tidak bisa.
Aku bisa saja meminta bantuan kepada Fero, tapi melihat keadaan cafe yang saat ini sedang ramai pengunjung, aku kembali mengurungkan niatku.
"Ren, aku antar kamu pulang ya." Fero keluar dari cafe hendak menuju parkiran.
Aku menarik tangannya. "Gak usah Fer, kamu bantuan anak-anak aja. Itu lagi rame banget loh." tunjukku ke dalam cafe.
"Tapu ini hujan nya deras banget Ren, kalo kamu basah trus sakit gimana?"
"Yaampun Fero, ini cuma hujan doang kok, lagian kan ada payung."
"Tapi kan tetap aja Karinaren." gumannya tajam.
Aku tersenyum kearahnya. Lalu Fero mendekat dan mengusap lembut kepalaku.
"Kamu hati-hati. Kalo ada apa-apa kamh langsung telpon aku. Oke?"Aku mengangguk mengiyakan ucapannta dan mulaj berjalan keluar cafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu dan Hujan
Teen FictionNamaku Karinaren. Aku pernah sangat menyukai hujan. Tapi sejak malam itu, semuanya berubah. Aku bukan lagi Ren yang suka menari dan bermain ayunan dibawah hujan sambil tertawa. Bagiku hujan itu memang indah, hujan itu menyenangkan, hingga pada malam...