CHAPTER 1

43 5 2
                                    

Kala mentari pagi menyingsing mencoba meneroboskan sinarnya melalui celah-celah gorden coklat tua yang berada pada sebuah kamar yang sangat luas, sang pemilik kamar tampak menggeliat merasakan silaunya sinar mentari yang berhasil menyorot wajah ayunya.

"Ugh jam berapa nih?" gumam sang gadis sambil meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas yang berada di sebelah ranjang king size nya.

Matanya melotot ketika melihat layar ponselnya yang telah menunjukkan pukul 06.30. Buru-buru ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar mandi sambil menggumamkan berbagai macam sumpah sarapah atas kecerobohannya sendiri.

Jam menunjukkan pukul 06.50 dan Nadea baru saja keluar dari kamarnya, berlari secepat mungkin menuju mobil kesayangannya yang sudah terparkir rapi di halaman rumahnya.

"Selamat pagi non" sapa pak Didi, sopir pribadi keluarga Nadea.

"Selamat pagi pak, maaf saya buru-buru udah telat banget nih" ucap Nadea panik dan segera mengendarai mobilnya menuju sekolah.

Begitu sampai disekolah, gerbang sudah ditutup.

"Aduh mampus gue, gerbang udah ditutup lagi" Nadea menggigiti kuku ibu jarinya, kebiasaan yang selalu ia lakukan saat sedang panik.

"Pak pak tolong buka gerbangnya dong, tadi ban mobil saya bocor makanya telat" ucapnya saat melihat pak Edi, satpam sekolahnya.

"Baik, silahkan menemui guru piket" ucap pak Edi sambil membuka gerbang yang menjulang tinggi itu.

Setelah menggumamkan kata terimakasih, Nadea segera masuk kedalam mobilnya dan memarkirkannya di parkiran sekolah yang berada di belakang gedung.

Kaki jenjangnya berlari kecil menuju sebuah ruangan yang berada diujung koridor lantai satu.

Ruang BK

Begitu tulisan yang terpampang pada pintu ruangan tersebut.

Dengan hati gelisah Nadea mengetuk pintu berwarna putih mengkilap itu.

"Masuk" suara tegas melengking terdengar dari dalam ruangan.

Pelan, Nadea membuka pintu itu dan melihat sosok wanita paruh baya yang bertubuh gempal dengan kaca mata bulat yang bertengger di hidung mancungnya sedang berhadapan dengan dua orang anak laki-laki yang terlihat berantakan.

"Ada apa?" tanya wanita itu.

"Itu bu anu saya-"

"Anu apa? Kamu yang jelas dong kalau ngomong!" bu Anin memotong ucapan Nadea dengan nada tinggi andalannya.

Nadea menelan salivanya dengan susah payah, rasa gugup dan takut menggerayangi hatinya.

"Saya telat bu" akhirnya kata-kata itu muncul walau terdengar seperti bisikan.

"Keluar! Hormat pada tiang bendera sampai jam pelajaran kedua selesai! Kalian berdua juga!" ucap Bu Anin mutlak tak terbantahkan.

Nadea beserta dua remaja laki-laki itu berjalan menuju lapangan upacara.

Sesekali mata gadis itu melirik kearah depan, dimana sang pentolan sekolah tengah berjalan tegap di depannya, sangat berbeda jauh dengan dirinya yang hanya bisa menunduk, antara malu dan ketakutan.

Ayub Aryan. Sang pentolan sekolah SMA Bangsa yang terkenal dengan prestasi akademik maupun non akademiknya yang gemilang dan juga seorang bad boy pembuat onar. Incaran setiap kaum hawa di sekolahnya. Wajah tampan, kecerdasan dan kekayan menjadi alasan mengapa Ia begitu disukai para kaum remaja perempuan. Dan Nadea tergolong pada mereka yang amat sangat menginginkan seorang Ayub.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang