CHAPTER 3

49 5 2
                                    

Berendam menggunakan air hangat adalah hal yang biasa Nadea lakukan ketika tubuhnya terasa lelah. Merilekskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, menghirup aroma sabun yang menenangkan pikirannya.

Kembali pikirannya melayang pada saat dimana ia berdiri di lapangan upacara bersama Ayub. Mungkin bagi sebagian besar orang itu bukanlah hal yang istimewa tetapi berbeda dengan Nadea, ia merasa bahwa itu adalah suatu moment yang spesial baginya. Berada dalam sebuah kondisi bersama Ayub adalah hal yang mendebarkan, walaupun disana bukan hanya ada mereka berdua.

Tok tok tok.

Sebuah ketukan pintu menyadarkan Nadea dari lamunannya.

"Ya" sahutnya dari dalam kamar mandi.

"Non Nadea makanannya sudah siap, saya taruh diatas meja belajar ya" ucap bi Mina dari balik pintu.

"Iya bi makasih"

Setelah itu bi Mina meninggalkan kamar Nadea. Bukan hanya sekali bi Mina mengantarkan makanan ke kamar Nadea, tapi sering. Hal itu terjadi karena Nadea malas makan sendiri di meja makan, orang tuanya jarang sekali pulang saat jam makan malam. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan bisa saja seharian mereka tidak bertemu lantaran orang tuanya berangkat terlalu pagi, bahkan sebelum Nadea bangun terkadang mereka sudah tidak ada dirumah.

Jujur saja Nadea sangat kesepian, ingin sekali ia menyuruh sahabat-sahabatnya untuk tinggal bersama, namun ia tak boleh egois ketiga sahabatnya juga mempunyai keluarga masing-masing.

Rasa iri terkadang menghampiri ketika ia melihat teman-teman sekolahnya diantar ataupun dijemput oleh orang tua mereka. Ia masih ingat terakhir kali mama dan papanya mengantarkan kesekolah ketika ia masih duduk di kelas 8 SMP yang berarti 2 tahun yang lalu.

Menyudahi sesi mengenang masa lalunya, Nadea bangkit mengambil handuk putih dan meilitkan ketubuh mungilnya.

Selesai makan Nadea membawa piring dan gelas kotor bekas makannya ke dapur.

Ia tersenyum hangat ketika bertemu dengan bi Mina "malem bi" sapanya.

Bi Mina sudah dianggap sebagai ibunya sendiri karena bi Mina yang lebih sering memperhatikannya daripada mamanya.

"Malem non, sini piringnya biar bibi yang cuci"

"Ga usah bi, Nadea bisa sendiri kok" tolaknya halus kemudian mencuci peralatan makannya sendiri.

Begitulah Nadea, biarpun berasal dari keluarga yang berada ia bukanlah sosok gadis yang manja. Terkadang ia juga mencuci dan menyetrika bajunya sendiri ketika ia tak memiliki kegiatan.

"Mama non pasti bangga punya anak seperti non Nadea" ucap bi Mina yang membuat hati Nadea mencelos.

Nadea hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan bi Mina "yaudah Dea ke kamar dulu ya bi, mau ngerjain PR hehe" ucapnya disertai tawa ringan.

"Semangat ya non Dea" bi Mina mengepalkan tangan dan mengangkatnya memberi semangat.

Nadea terkekeh kecil "Semangat!" ucapnya menirukan gaya bi Mina kemudian ia sedikit berlari menuju kamarnya.

Begitu sampai kamarnya Nadea langsung menuju ke meja belajarnya, entah mengapa hatinya merasa kesal mendengar perkataan bi Mina tadi. Bukan, Ia bukan kesal kepada bi Mina tapi Ia kesal kepada orang tuanya yang bahkan Ia tak tau saat ini mereka ada dimana.

Ia tahu orang tuanya bekerja demi kelangsungan hidup mereka tapi apakah mereka tidak sadar bahwa Nadea juga membutuhkan perhatian, kasih sayang dan cinta mereka bukan hanya uang dan harta.

Tak bisakah mereka menyempatkan diri 1 hari saja untuk berkumpul bersama, jalan-jalan atau melakukan hal lainnya bersama. 

Ting!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang