two - candaan yang tak lucu

58 8 0
                                    

"Bercandanya gak lucu deh, Nat." Kata Karin tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya. Setelah memastikan kedua orangtua mereka tidak berpikiran macam-macam dengan hubungan persahabatan mereka yang terjalin erat, Karin menarik Nata pulang. 

Ia bahkan tidak mengatakan apapun kepada Nata dan langsung masuk ke kamarnya. 

Apa yang harus ia bicarakan?

Sejak dulu mereka sudah membicarakan tentang hubungan persahabatan mereka. Untuk tidak saling suka dan menjadi rap sheet masing-masing. Teman yang memegang daftar dosa yang lainnya. Untuk membicarakan semua hal yang ingin dibicarakan. 

Jeez. Karin bisa menyebutkan perempuan pertama yang tidur dengan Nata, hal tergila apa saja yang pernah dilakukan Nata dan fantasi apa saja yang ada di pikiran calon dokter yang memasang wajah cuek dan dingin di depan orang lain itu.

Gadis itu menghela napas dalam sembari membuka kaleng birnya. Ia harus menenangkan dirinya.

Lelucon Nata kelewatan batas. Ia tidak pernah membayangkan dirinya untuk bersama Nata suatu hari nanti. Bagaimana jika orangtua mereka tiba - tiba membayangkan sesuatu dan hubungan persahabatan mereka tidak bisa sama lagi?

Terlebih, ia tidak ingin mengakui jantungnya yang berdetak cepat ketika laki - laki itu menatap matanya. Sialan. Sungguh sial.

Ia menghabiskan gelas bir itu dalam dua tegukan dan meraih ponselnya.

To : Nata

I don't like your joke, okay? Let's be a good boy for now. Do you want me to get you back with Melodi or what?

*

"Karin, come on. Apa yang salah dengan ucapan gue kemarin?"

Karin menatap sahabatnya itu dengan ekspresi tidak percaya.

"Tentu aja salah, Nat. Bagaimana kalau orangtua kita jadi mikir yang enggak - enggak?"

"Kan gue gak bilang hal aneh. Gue cuma ingin meyakinkan mereka untuk gak khawatir sama lo," jawabnya santai.

Nata tahu persis bagaimana Karin sejak dulu menginginkan kebebasan. Ia ingin menjelajahi pedalaman Indonesia, ingin keliling dunia sendirian dari satu kota ke kota lain, ingin mengejar karirnya dan semua hal lain yang penuh ambisi.

Ia juga menjadi saksi bagaimana semua mantan pacar Karin memutuskan gadis itu karena Karin yang terlalu realistis, mencintai kebebasannya dan tidak mengerti apa yang kebanyakan laki - laki inginkan. Ia hanya tidak ingin Karin tersakiti.

"Lo khawatirin diri lo aja. Bukannya lo yang lebih butuh dikhawatirin?" Karin kesal sendiri.

"Gue cuma ingin lo aman. Itu aja. Bukannya mama lo udah mikirin jodoh di usia lo yang sekarang?"

"Nat, gue bisa urus diri gue. Okay?" putusnya. Ia menatap sahabatnya yang masuk ke dalam apartementnya seenaknya.

"Lo mau balikan sama Melodi? Atau lo mau hookup dengan model ternama malam ini biar lo puas. Bilang gue, gue urus," tambah Karin lagi.

Ia menatap Nata dengan tersenyum, "Lupain pembicaraan ini. Gue harap nanti malam lo gak akan bahas hal gila kayak gini lagi, okay?"

Karin meraih tasnya dan berangkat bekerja. Dan untungnya Nata tidak mengulangi kesalahannya. Setelah hari yang panjang di rumah sakit sebagai intern hari pertama, Nata duduk tenang menikmati makan malam di apartement Karin.

"Masak apa?"

"Spageti. Pake keju yang banyak, tenang aja," ucap Karin menyebutkan menu favorit Nata.

"Great,"

"Nat, lo seriusan putus sama dia?"

"Mau sampai kapan sih lo bahas itu?" tanya Nata bosan.

"Habis aneh aja. Lo kan suka banget sama dia sampai - sampai lo berhenti one night stand. Eh, putus gitu aja," Karin membuka salah satu aib milik Nata.

"I like her very much. But I don't want a commitment with her,"

"Lo kan bisa minta dia nunggu,"

"Tidak didalam imajinasi liar gue untuk menikah dengan dia."

"But you like her that much. Yang gue dengar, cowok bisa melakukan semuanya untuk cinta, benar?" tanya Karin sembari menuangkan spageti kesukaan Nata dalam piringnya.

"Well,"

"Gue punya banyak hal yang ingin gue kejar."

Karin mengangguk setelah menuangkan spageti terakhir ke dalam piringnya.

"Untuk teman gue yang baru putus, gue buka wine favorit gue. How it that sounds?" Nata tersenyum melihat Karin yang berusaha menghiburnya malam ini.

"Cheers for our freedom,"

"Cheers,"

***

Aku pernah mendengar konsep rap sheet ini sebelumnya dan menemukan seorang teman yang menjadi rap sheet-ku. Walaupun persahabatan kami tidak akan pernah berakhir seperti Nata dan Karin, karena meskipun dulu aku sempat sangat menyukainya selama tiga tahun, dia tidak akan pernah menyukaiku. TIDAK AKAN PERNAH. 

It is sad, but I guess my first love slash my rap sheet would be my best friend instead. For a long time. 

Sedikit curhat sih, tapi kapan lagi bisa curhat ke pembaca kalau gak lewat author note, right? 

Untuk teman-teman yang sedang jatuh cinta dengan sahabatnya, jangan ragu untuk mengungkapkan. It's hard to keep it all by yourself. Ketika sedang dalam fase mencinta, cintailah orang itu sepenuh hati. 

Well, that's all for me. Kutunggu komentar kalian dibawah ini!

Rap Sheet (unpublished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang