Makhluk itu meringkuk di balik bayangan. Kakinya ditekuk demi menghindari air hujan yang tidak berhenti menetes di ruang bawah tanah kastil Bamburgh. Di luar, hujan tidak menunjukkan tanda akan berhenti. Tidak membiarkannya keluar sedikit pun untuk mencari.
"Sebentar lagi...." Suara itu kembali hadir di kepalanya. "Saat matahari terbit, waktumu berakhir."
Di dekat kakinya, air pasang semakin mengepung dirinya, mendekatkan ia dengan ajalnya yang memang akan datang sebentar lagi.
Tapi ia sudah terlalu lelah melawan. Lebih dari sebulan ia telah memberikan perlawanan yang tidak membuahkan hasil. Lebih dari sebulan ia mencari tahu kenapa ia ada di daratan yang menolaknya, kenapa air menyakitinya, dari mana sebenarnya asalnya, kenapa ia ada di sini, kenapa tubuhnya bersisik dan berbau busuk, dan kenapa ada suara di dalam kepalanya sendiri, tapi hasilnya nihil.
Sekarang, untuk menyelamatkan sisa kehormatan, ia menyelinap ke dalam kastil di tepi pantai Bamburgh di tengah malam dan mengurung diri di ruang bawah tanahnya yang sepi. Ia hanya ingin mati dengan tenang sendirian. Sebagai dirinya sendiri. Bukan sebagai monster.
Suara kecipak air terdengar lamat-lamat. Ia ingin mencari tahu, tapi dirinya sudah terlalu letih.
***
Cathleen seharusnya mengabaikan saja sosok yang dilihatnya di ruang bawah tanah.
Namun perasaan mengganjal tak masuk akal di dadanya membuatnya melakukan hal yang sebaliknya.
Dia menggendong makhluk itu dari ruang bawah tanah seorang diri ke kamar di lantai dasar yang tidak terpakai. Itu kesulitan terbesar yang dia hadapi. Tidak hanya karena jari jemarinya berdarah karena duri tubuh makhluk itu, tapi juga karena tubuh makhluk itu yang sangat sensitif pada air yang membuat Cathleen tidak bisa sembarangan salah langkah dan menjatuhkannya ke kubangan air pasang yang menggenangi kakinya.
Cathleen kembali mengumpat dirinya, tidak memahami kenapa ia bisa teramat peduli pada makhluk itu sejak pandangan pertama. Entah karena bobot sangat ringan makhluk itu ataukah sosoknya yang sendirian yang membuatnya tersentuh untuk menolong, dia sendiri tidak tahu pasti. Kemudian, seakan semua kebingungan itu belum cukup, kini ia sama sekali tidak merasa bersalah kendati mengotori salah satu kamar tidak terpakai di dalam kastil untuk merawat satu makhluk aneh yang tidak bisa dipastikan berbahaya atau tidak.
Cathleen tidak bisa membenarkan tindakan tidak masuk akal ini untuk apa pun, tidak pengalamannya sebagai perawat selama lima tahun sekalipun.
Cathleen menutup kedua matanya frustrasi. Jika memang bukan insting seorang perawat ... apa kiranya perasaan yang menggerogoti hatinya saat ini?
Dengan ragu, Cathleen membuka mata, mengintip makhluk itu. Dilihat dari mana pun, makhluk itu tidak ada bagus-bagusnya. Beberapa bagian tubuhnya bersisik mengilap seperti ikan, sementara sebagian besar tubuhnya bersisik gelap dan berduri. Kedua tangan makhluk itu tidak cocok satu sama lain. Sementara tangan kirinya normal seperti manusia, tangan kanannya berbentuk cakar dengan besar yang abnormal dan berselaput seperti amfibi. Rambut dan wajahnya mungkin manusia, tapi kedua mata itu ... sepasang mata emas dengan pupil vertikal yang kini tengah menatapnya itu ... bisa dipastikan bukan milik manusia.
Cathleen terkesiap menyadari makhluk itu telah sadar, tapi reaksinya terlambat. Cakar itu telah lebih dulu meraih lehernya.
***
Leher manusia itu terasa kecil sekali dalam genggaman tangannya. Jika saja hari mereka bertemu lebih cepat, leher serapuh itu sudah akan hancur di cakarnya, tapi tidak perlu kekerasan berlebih untuk menghadapi pengganggunya kali ini. Dia wanita. Menakutinya sudah lebih dari cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sands of Time [Short Stories Anthology]
Short StoryAn anthology, for contests and challenges, a dedication to dear friends, the memories of first drafts, or simply to put an eas to my mind. Enjoy your ride~ - Kumpulan cerita, baik untuk challenge, sebuah persembahan tulus kepada imajinasi dan teman...