"Apa penjelasanku bisa kamu pahami?" mata bulatmu menatap tajam padaku, kaca mata yang kamu pakai hari ini hanya membuatku semakin terpesona keindahan yang tersembunyi itu.
"Sejak kapan kamu pakai kacamata?"
"Sejak hari ini, mataku sedang tidak baik. Kenapa?"
"Kamu satu-satunya cowok yang membuatku gila," ucapku jujur menatap penuh kagum padamu, itu bukanlah jawaban untuk pertanyaanmu. Lucu. Lalu kamu melakukan apa yang ku mau. Bibirmu meraup bibirku dan aku membalasnya tanpa ragu, seakan sudah lama tak saling bertemu, padahal baru semalam kita bercumbu.
Suara dering ponsel menyadarkanmu. Aku tidak rela bibirmu menjauh, tapi seseorang disambungan sana telah menunggu. "Aku pasti sudah gila, bagaimana kalau ada yang masuk lalu melihat kita," aku suka kepanikan dari wajahmu karena kamu terlihat lucu.
"Tunggu aku lima menit," jawabku pada seorang di seberang telepon, lalu memutuskan sambungan.
"Siapa?"
"Yuha."
Dan wajahmu yang sekarang adalah favoritku. Aku suka melihat bagaimana kamu berusaha menyembunyikan kecemburuan dibalik senyum kecil itu. Kamu sedang cemburu, aku tahu. Bagaimana rasanya? Tapi kamu tidak pernah jujur saat aku bertanya. Anehnya, aku suka.
"Aku harus pergi. Nanti malam datang ke apartemenku, aku masih belum paham materi yang kamu jelaskan tadi," Aku sudah berada di pintu ruangan untuk segera pergi tapi aku menoleh padamu lagi.
"Bisakah kau memakai kacamata itu hanya saat kita berdua saja?" Mungkin kalimatku terdengar gila sampai kau membulatkan mata. Dengan kaca mata itu kamu jadi terlihat lebih erotis, mungkin inilah yang orang-orang sebut fetish. Tapi yang benar adalah, aku hanya tidak ingin kau makin disukai para gadis.
"Please... Seungcheol..." Pintaku, memohon.
"Ok," aku pergi setelah mendapat jawaban singkat darimu. Meninggalkanmu untuk menemui Yuha, pacarku.
*
Namaku Yoon Jeonghan. Aku laki-laki. Apa kalian kaget? Sekarang aku sedang bertanya pada kalian. Iya kalian. Kalau kalian penasaran bagaimana hubunganku dengan Seungcheol, aku sendiri juga tidak tahu merangkai kata untuk ku jadikan jawaban, karena hubungan ini terlalu sulit untuk dijelaskan.
*
"Bagaimana kencanmu?" Pertanyaan basa-basimu membuatku tersenyum.
"Menyenangkan. Kapan kamu datang?"
"Beberapa menit yang lalu," jawabmu sambil memutar-mutar kunci duplikat apartemen yang ku berikan hanya padamu. Aku tahu kamu sedang bohong, Choi Seungcheol. Sudah berapa lama kamu disini?
"Aku mandi dulu, gerah," Kataku.
Apa pendingin udara mati? Kenapa aku merasa sangat panas disini. Padahal aku sudah mandi dan memakai kaos abu-abu tipis dan celana tidur pendekku. Apa mungkin karena matamu yang nakal tak henti mencuri pandang padaku?
Aku pura-pura mendengarmu dengan serius meskipun degupan jantungku terdengar seperti telah lari bermil-mil jauhnya.
Kita duduk berhadapan diantara meja landai ruang tengah apartemen. Buku-buku terletak tak beraturan diatas meja. Kamu menjelaskan apa yang seharusnya, dan aku... aku mengagumi caramu merangkai kata, suara rendahmu membuat darahku berdesir, aku tak seharusnya merasakan ini, tapi saat bersamamu aku kehilangan pengendalian diri.
Lalu kamu terlihat mulai gelisah saat sapuan lidahku membuat bibirku basah. "Dimana kacamatamu, kenapa tidak dipakai" pertanyaanku tidak nyambung dengan apa yang sedang kamu jelaskan, tapi kamu berhenti untuk membalas pandangan.
Apa kamu menggodaku? Kenapa memakai kacamata begitu saja membuatku terpaku.
Dan kewarasanku hilang saat kacamata itu membingkai sempurna obsidian coklat yang membuatku lemah. "Persetan!" aku membuang buku-buku dari atas meja dan merangkak diatasnya untuk mencapaimu diseberang meja. Tak sabar untuk segera mengklaim bibirmu yang terasa seperti wine di lidahku. Memabukan.
Aku gila.
Kamu juga sama.
Lenganmu menarik tubuhku ke atas pangkuanmu. Kamu adalah ekstasi yang membuatku candu, aku memintamu lagi lalu kau memberiku lebih.
***
Tangan yang mencengkeram satu sama lain.
Tubuh yang saling bergesekan.
Aku tidak bisa menjelaskan lagi, kesadaranku hilang, tenggelam dalam kepekatan yang menghipnotis.
Mungkin di kehidupan lampau aku adalah manusia suci, hingga Tuhan membalasku dengan memberikan seorang jelmaan dewa yang begitu memujaku di kehidupan sekarang ini.
Kamu tidak tahu seberapa gilanya aku ingin merasakan bibir yang sedang kamu gigit itu. Aku ingin merasakannya, Seungcheol.
Lalu dorongan dalam dibawah sana membuatku tersentak, aku merintih, aku berteriak, aku ingin lagi, kamu yang paling mengerti diriku dan memberi lebih dari yang ku ingini.
Kamu menemukannya, satu titik kegilaan disana yang membuatku meracau tak berdaya.
"Jeonghan..." seperti Tuhan memberkati telingaku saat kau memanggil namaku dengan nada memuja. Lalu aku membawa mu dalam ciuman panjang, menenggelamkan apa yang ingin kau ucapkan dalam bibirku.
Aku tahu.
Kita makin melekat, saat waktu kita hampir dekat.
Seberkas cahaya terang muncul dari dalam alam bawah sadarku, aku yakin kau juga melihatnya dalam kepalamu, gigitan di leherku sebagai bukti, akhirnya kita terjun ke dalamnya bersama.
Ciuman dan bisikan cinta darimu adalah hal terakhir yang aku ingat sebelum kegelapan mengambil alih.
***
Indah.
Aku meraba beberapa tanda cinta di dadaku, darimu. Meraba leherku, membayangkan sisa rasa yang kau berikan semalam lalu.
Merintih.
Mendesah.
Ah!
Kau datang.
Memelukku, meniti jejak yang kau buat semalam, membisikan kalimat surga yang menggetarkan.
Aku menatap pantulan dirimu dalam cermin. Bersiborok dengan tatapan memujamu yang membakar gairah, membuatnya berkobar, menghilangkan akal sehat tapi aku harus sadar.
"Tidak ada sesi tambahan."
Kamu tak menurut dan akupun mengkhianati ucapanku. Aku tak bisa menahan, sekali lagi aku menangis, merintih, menjerit, menikmati sentuhanmu. Menatap pantulan erotis dalam cermin saat kamu mulai mengetuk pintu surgawi.
.***.
"Pulang lah, aku tak mau ada tambahan lagi." Kataku menjauhkan leherku dari bibirmu.
"Yuha sedang menuju kemari. Dia mengajakku sarapan bersama." Lagi, wajah terlukamu membuatku menyunggingkan senyum puas.
Aku jahat? Tidak! Kamu yang memilih ini, aku sudah memberimu peringatan, tapi kamu menikmatinya meskipun hanya rasa sakit yang kamu dapatkan.
Aku masih menyukai Yuha. Tapi aku mencintai caramu mencintaiku. Aku menginginkanmu selamanya, jejakmu ditubuhku adalah buktinya.
Pada akhirnya akulah si pemeran antagonis sampai cerita ini berakhir, karena tetap ada hati yang terluka saat aku memilih akhir yang lain.
Selesai.
.
.Pertama kalinya aku buat ff sudut pandang orang pertama, edit berulang kali biar hasilnya ga terlalu gagal, semoga hasilnya lumayan yah.
Maaf buat yg ga suka karakternya, aku sendiri lebih suka karakter Badass Jeonghan dan Scoups yang tersakiti ._.vVote & Comment, please ?