Story Begins

41 0 0
                                    


[TERGUGAH]

Hari ini hari ke-23 aku menjalani magang di salah satu televisi swasta di Jakarta.

Maybe you'll wondering why i just started the story from 23rd day of my internship. But, this day, this moment is the beginning of my-all thoughts about the internship.

Aku ditempatkan di liputan harian, dimana setiap harinya aku beserta tim liputan telah memiliki plottingan masing-masing yang harus dikunjungi dan diliput. Menjalani magang disini, membuka perspektif baru di hidup. Sudah kukira sebelumnya. Sama seperti saat KKN (Kuliah Kerja Nyata) dimana aku ditempatkan di desa terpencil di pinggiran Bandung. Walaupun aku ditempatkan magang di Ibu Kota Indonesia, dimana notabene-nya merupakan pusat kehidupan di Indonesia, namun tetap aku menemukan berbagai hal diluar dugaanku.

"Bahagiaku cukup sederhana"

Mungkin ungkapan yang pantas untuk seorang bernama Jusuf. Ia mungkin orang biasa, tidak banyak yang mengetahuinya. Namun, dibalik sosoknya, terdapat hati yang kaya. Kali ini aku meliput tempat yang ia dirikan sendiri bernama Warung Nasi Kuning Podjok Halal. Mungkin, sepintas tidak ada yang istimewa dari nama warung nasi kuning ini. Namun, ketika aku berkunjung kesana dan melakukan proses liputan, aku menemukan berbagai hal.

Pertama, ia mendirikan warung nasi kuning ini khusus untuk kaum dhuafa. Harga yang dicantumkan pun terbilang murah, hanya tiga ribu rupiah saja. Jika biasanya harga nasi kuning satu porsi 10.000 rupiah, namun ia subsidi sehingga harganya hanya tiga ribu rupiah saja.

"Jika yang datang tidak membawa uang sepeserpun maka tidak perlu menggunakan biaya. Jika yang datang hanya memiliki uang 3000 rupiah maka cukup membayar 3000 rupiah saja."

Saya pun mulanya tidak terhiraukan dengan pernyataan beliau, sebelum seseorang datang langsung dan membeli nasi kuning tersebut. Pertama, saya melihat seorang kakek memasuki area warung dan membeli nasi tersebut dengan hanya 3000 rupiah saja. Menu yang disajikan pun cukup beragam, mulai dari telur, ikan, hingga sayuran. Ia pun memilih ikan dan dengan lahapnya makan dengan raut bahagia di wajahnya.

Lalu, kakek kedua datang. Mungkin sekilas tidak ada yang berbeda dari kakek sebelumnya, namun kakek yang kedua ini merupakan seorang pemulung. Ia sedang mengangkat karung yang berisikan botol dan sampah-sampah yang dikumpulkannya, lalu Pak Jusuf memanggil kakek tersebut dan diarahkan langsung ke warung nasi kuning. Kakek kedua tampak jauh lebih bahagia dari kakek pertama. Ia mengatakan, "saya belum makan dari tiga hari yang lalu." Dan dia pun dipersilahkan memilih menu yang ada lalu melanjutkan makan di salah satu bangku yang tersedia. Melihatnya, membuatku tersentuh. Perbuatan yang sungguh mulia yang dilakukan oleh Jusuf.

Mungkin bagi beberapa orang, materi bukanlah alat ukur utama dalam kehidupan. Melihat orang lain tersenyum, terutama karena bantuan dan perbuatan kita, jauh lebih bahagia dibandingkan memiliki materi yang menumpuk.

Seperti kedua kakek yang sedang duduk didepanku saat ini, makan dengan lahap. Hal yang cukup sederhana, mungkin bisa kita temui pula di tempat-tempat lain. Tapi hari ini, aku sadar bahwa aku harus mensyukuri apa yang aku punya, dan tetap merendah. Kita semua sama, di mata Tuhan tidak ada orang kaya atau orang miskin. Aku percaya, bahwa hubungan baik kita dengan Tuhan juga dipengaruhi oleh hubungan baik kita dengan sesama manusia. Manusia, yang tidak memandang identitas apapun. Karena kita di dunia ini sama.

"Saya tidak memandang agama apapun, semua agama boleh berkunjung dan makan disini. Disini terbuka bagi semua orang."

Pernyataan yang disampaikan oleh Jusuf tersebut semakin membuka mataku bahwa kita semua sama. Identitas hanyalah sesuatu yang kita peroleh baik secara turun temurun atau kita peroleh sendiri, namun kita hanyalah makhluk Tuhan yang sama.

Tidak sampai disitu, hasil liputan yang saya lakukan dengan tim rupanya mendapatkan perhatian oleh netizen dan ada salah seorang yang membagikannya via Line. Awalnya saya bangga, banyak orang yang mengetahui niat baik Jusuf. Namun tetap saja ada yang berkomentar negatif dan berburuk sangka. Saya adalah salah seorang yang percaya, bahwa apapun yang kita lakukan, baik positif ataupun negatif, tetap mendapatkan komentar dari orang lain dan saya anggap hal yang wajar.

Namun satu yang harus kalian tahu, maksud ia mengundang media ke warung nasi kuning ialah tidak lain karena ia ingin banyak yang mengetahui warung tersebut. Terutama, warung ini baru berdiri sejak tiga hari lalu dan setiap harinya hanya belasan kaum dhuafa yang mendatangi warung ini. Ia ingin, warung ini ramai dan dikunjungi oleh banyak orang sehingga pesan yang ia maksud tersampaikan.

Mochamad Indrajid Surya Putra,

8 Februari 2018.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Internship Becomes StoryWhere stories live. Discover now