Bagian 1

725 60 7
                                    

Jakarta, 1990

.

.

Suzuki Forsa yang dikendarai Minhyun meluncur gesit. Kehadirannya menambah semarak jalan – jalan kota Jakarta. Kerasahan para pengendara akibat jalan kota Jakarta yang padat agak sedikit terobati jika kebetulan melihat penampilan Minhyun dalam Mobilnya. Minhyun bagai tak merasakan adanya kepadatan itu. Dia tetap berusaha melajukan mobilnya lewat celah – celah kecil yang masih bisa dia lewati.

Sengaja kaca di kiri – kanan pintu mobilnya dibuka lebar – lebar. Ini dimaksudkan agar memudahkan dia memita akses jalan atau memberi acungan jempol sebagai tanda terimakasih telah memberikan dia jalan. Tak lupa senyumnya ia kembangkan saat berpandangan dengan siapa saja.

Gaya Minhyun sungguh memikat. Tak seorangpun yang merasa kecewa dengan caranya. Kendati pada dasarnya dia telah merepotkan para pengguna jalan lain dengan menyuruhnya 'maju sedikit, ke kiri sedikit, atau ke kanan sedikit'.

Minhyun melajukan mobilnya dengan tenang. Jalanan mulus dan lancar. Dia bisa menambah kecepatan mobilnya bila dia mau. Tapi itu tidak dia lakukan. Itu sangat tidak sinkron dengan ketidak sabarannya menghadapi kemacetan tadi. Di jalan yang padat, dia tampak begitu tergesa- gesa. Tapi di jalan yang lancar, Minhyun justru santai – santai saja mengendarai Suzuki Forsa nya.

Minhyun menginjak pedal rem nya ketika spotlight didepannya berwarna kuning. Tumben sekali dia melakukan itu. Tidak biasanya dia mematuhi lampu rambu lalu lintas. Tidak menyerobot. Iseng – iseng, sambil menunggu lampu berubah hijau, sebuah lagu The Beatles dilantunkan nya dalam suara rengang – rengang.

Sementara dari arah belakang datang meluncur dengan cepat sebuah mobil Toyota Hardtop. Mobil itu siap berhenti, namun naas. Pengendara mobil itu tiba – tiba grogi tatkala pintu mobil di sebelahnya terbuka. Reflek pengendara nya membanting stir kearah kanan. Siapa sangka. Refleknya membuang stir ke kanan, menyenggol mobil Minhyun. Nyanyian kecil Minhyun spontan terhenti. Dia menengok, memandang ke arah pengendara Toyota Hardtop yang menyenggol mobilnya.

Yang dipandang alias yang menyenggol mobil Minhyun tadi hanya tersenyum.

"Sorry, gak papa kok." Jawab pengendara Toyota Hardtop itu mencoba menenangkan Minhyun.

Sebetulnya Minhyun kurang yakin dengan kata "gak papa" yang barusaja di ucapkan. Dia berniat melihat sendiri keadaan mobilnya. Tapi keadaan sedang tak berpihak padanya. Mobil Toyota Hardtop tadi keburu lari begitu lampu hijau menyala. Dengan terpaksa dia urungkan niatnya untuk turun. Dia pun melanjutkan perjalanannya. Laju di jalan yang lancar membuat Minhyun tak ingat lagi dengan kejadian tadi. Sampai dia pada sebuah rumah di sebuah komplek perumahan elit. Minhyun memasuki pekarangannya setelah seseorang telah membukakan pintu gerbangnya. Lalu melajukan mobilnya menuju garasi.

Setelah turun, tiba – tiba Minhyun teringat akan sentuhan di mobilnya. Minhyun mengamati bagian yang 'tersenggol' tadi. Dia kecewa sekali mendapati mobilnya sedikit penyok dan garis – garis yang merusak keindahan mobilnya.

"SIAL! Seenaknya enak banget tuh orang bilang 'gak papa' tadi." Umpatnya seraya mengelus bagian mobil yang lecet.

Dengan hati jengkel, Minhyun memasuki rumah nya. Pikiranya masih kacau dengan nasib mobilnya. Mengingat mobil Toyota Hardtop yang menyenggolnya tadi membuat hatinya makin dongkol. Apalagi saat mengingat wajah si pengendara. Tapi apalah daya. Dia tak begitu ingat dengan tampang si pengendara Toyota Hardtop itu. Ia tak begitu memperhatikan wajahnya.

Geram hati Minhyun makin menjadi. Tapi siapa yang mesti dia hajar sekarang. Dimana dia harus mencari pengendara Toyota Hardtop itu. Yang punya mobil itu di Jakarta sangat banyak. Tiba – tiba sebuah ide muncul. Mungkin bisa dibilang ide itu sangat tak masuk akal. Tapi apa boleh buat. Hanya itu satu- satunya cara yang ada dan bisa dilakukan saat ini untuk memancing pengendara Toyota Hardtop itu keluar kandang.

TWILIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang