Kos-kosan itu selalu ramai di pagi hari. Ramai dengan teriakan anak kos yang mencari kaus kaki, atau sabuk, atau rok terusan. Apapun itu, pasti selalu ada yang dicari dan diributkan setiap pagi. Karena itulah orang-orang sering menyebut kos-kosan itu "Kosan Cari". Pendatang tak mungkin mengerti, kos-kosan yang penghuninya 75% anak sekolah menengah itu selalu membuat keributan di pagi hari. Mulai dari anak-anak gadis yang berebutan mengeringkan rambut disebelah AC rumah pemilik kos, sampai dengan para pemuda yang celana dalamnya tertukar. Tapi di balik semua itu, ada berbagai cerita yang tersimpan di dalamnya. Yang membuat Audi, siswi SMA kelas 2 itu, betah tinggal di lantai dua bangunan kos itu.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Audi akan terbangun karena ayam jago Bapak Kos berkokok tepat di samping jendela kamarnya. Biasanya dia akan mengumpat, mengusir ayam itu pergi, dan menutup jendela kamarnya yang entah sejak kapan terbuka.
Berbeda dengan Audi, Ita teman sekamar Audi, tidak terpengaruh sama sekali dengan suara-suara disekitarnya. Walaupun ada pentas musik sekalipun di sebelahnya, Ita tidak akan terbangun. Audi kadang harus memercikkan air kopi ke wajahnya agar dia terbangun. Hanya air kopi, tidak bisa yang lain, karena Ita paling tidak tahan kopi. Kopi membuat orang tidak mengantuk dan Ita mencintai tidur. Audi pernah mencoba menggunakan air biasa, air sirup, kecap, dan soda. Tidak ada yang berhasil. Jadi kesimpulannya, Ita hanya bisa dibangunkan dengan air kopi. Tetapi mungkin karena terbiasa dibangunkan Audi sebelum adzan subuh berkumandang, Ita jadi mudah bangun pagi.
Mungkin karena sedang musim kemarau atau apa, ayam jago Bapak Kos yang diberi nama Jali itu, setiap harinya mulai berkokok lebih pagi daripada hari sebelumnya.
Seperti hari ini, Jali berkokok pukul dua lebih tiga puluh dini hari. Audi mengerang kesal. Dia berjalan ke jendela, membanting jendela kamarnya hingga menutup dan menatap dengan puas Jali yang kelabakan jatuh dari lantai dua mencoba untuk terbang. Ayam itu baik-baik saja, tentu, tapi dia kelihatan kesal.
Keesokan harinya, Jali berkokok pukul dua dini hari. Audi melempar Jali dengan bantal hingga ayam itu terjatuh dari bingkai jendela kamarnya. Sekali lagi, Jali tidak apa-apa, hanya kesal.
Esoknya lagi, Jali tidak berkokok dengan keras, dia malah buang air di jendela kamar Audi. Audi mengerang keras-keras, menggantikan tugas Jali membangunkan penghuni kos.
"Haduh, ada apa, sih, Audi? Baru jam setengah lima lho ini!" Nisa, tetangga sebelah Audi, membuka paksa pintu kamar kos Audi dan melemparinya dengan boneka Doraemon. Menghentikan teriakannya.
"Woy! Audi berisik!" Terdengar seruan dari bawah, dari anak laki-laki yang sekos dengan Audi. Dan parahnya bukan hanya saatu suara, tapi tiga. Audi kenal suara-suara itu. Pasti suara Ilham, Kak Zulfas, dan Alfin.
"Salahin Jali, dong. Bukan aku!" Audi balas berteriak, melemparkan kembali boneka Doraemon Nisa. Nisa pergi sambil mendengus, kembali ke kamarnya.
Audi berjanji dalam hati akan membunuh ayam jago sialan itu.
***
"Pasang perangkap saja." Ilham melempar kacang ke udara, menangkapnya dengan mulutnya. "Ayam kalau sudah terperangkap pasti panik, itulah saat yang tepat untuk mengancamnya."
Sore itu, anak-anak kos sedang duduk-duduk di pos ronda yang terletak di depan kos. Tidak banyak, hanya Audi, Ita, Nisa, Ilham, Yuda, dan Ahmad. Mereka sedang makan kacang sambil mengerjakan PR, awalnya. Sekarang mereka hanya sedang tiduran sambil mengobrol soal ayam. Bermula dari Yuda yang rindu ayam betina peliharaannya di kampung halaman—diberi nama Puti karena warnanya putih bersih dan selalu mengeluarkan telur berwarna putih, Yuda mengaku tidak tahu menahu apa jenis ayamnya itu. Kemudian Audi bercerita soal Jali yang mengganggunya.
Ahmad tersedak saat mendengar cerita Audi yang berjaga hingga pagi menunggui jendela kamarnya sambil membawa raket badminton. Ahmad tersedak menahan tawa. Audi menyumpahinya semoga mati tersedak kacang.
"Kalau dilihat secara logis, perangkap macam apa yang bisa tahan untuk ayam semacam itu coba, Ham?" keluh Audi, dia tiduran sambil menutupi wajahnya dengan tangan.
"Perangkap tikus?" Ilham dengan begonya menjawab.
"Tangkap ayam pakai perangkap tikus. Jenius." Nisa berkata dengan sinis, menertawakan Ilham dan melempari pemuda itu dengan kulit kacang. Ilham membalas Nisa dengan melemparkan lebih banyak kulit kacang.
"Nanti kalau pos ini kotor kita yang disalahkan, lho." Tegur Ahmad. Dia paling tidak suka kotor, paling gila kebersihan dibandingkan pemuda yang lain yang tinggal di kos-kosan itu. Kamarnya selalu yang terbersih dan yang paling rapi. Membuat tidak ada orang yang ingin tinggal satu kamar dengannya, dia memiliki kamarnya sendirian. Ibu Kos tidak keberatan, malah memberikan Ahmad potongan harga.
"Iya, ih, kalian jorok sekali." Ita menimpali. Ita sedikit mengagumi Ahmad, karena selain pintar Ahmad juga sebenarnya tampan. Mereka semua satu sekolah di angkatan yang sama, hanya berbeda kelas. Audi pernah iseng-iseng bertanya kepada adik kelas tentang Ahmad, hasilnya tidak mengejutkan, tentu saja seantero kelas 1 mengenalnya. Soal perasaan suka, tidak ada yang tahu, tapi Ita selalu setuju dengan apapun yang Ahmad katakan.
"Menjijikkan." Berkata Ahmad dengan sinis. Nisa dan Ilham mencibir ke arahnya bersamaan.
"Kalian, sih, enak. Kalian tidak diganggu Jali. Kalau seperti ini terus, aku pindah kos saja." Keluh Audi, mengabaikan pertengkaran teman-temannya.
"Jangan pindah—" Ilham menghentikan perkataannya sebelum melanjutkan, "Maksudku, payah sekali kalau kau pindah hanya karena ayam."
"Tapi aneh, ya, hanya Audi yang diganggu. Aku kok tidak, ya?" Ita bertanya, lebih kepada dirinya sendiri.
"Kita semua tahu kau tidur seperti kerbau." Celetuk Nisa, menyeringai melihat wajah Ita yag memerah. Kalau kebiasaan burukmu disebut di depan orang yang kau suka, kau pasti akan merasa malu.
"Tempat tidurku tepat di samping jendela, tentu saja suaranya keras sekali." Audi berkata lesu. "Apalagi dia berkokok jam dua pagi. Aku kan harus tidur, aku harus sekolaaah."
"Geser saja kasurmu agar menjauhi jendela. Tutup rapat-rapat jendela saat malam. Beres, kan?" Usul Ilham, kali ini dengan usul yang lebih masuk akal. Audi memandangnya sebentar, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia memang tidak pernah mencoba cara itu.
"Terkadang," kata Ahmad, "Solusi untuk masalah yang super berat itu sebenarnya simpel saja."
Audi memikirkan kalimat Ahmad lama sekali.
***
Esoknya, wajah Audi kelihatan lebih cerah. Dia bangun pagi dengan segar, bahkan menyapa Jali saat melihatnya melintasi halaman kos. Jali berkotek kaget, kemudian lari terbirit-birit. Apa yang dilakukan Audi? Tidak ada. Dia hanya minta tolong Bapak Kos untuk mengganti jendela di kamarnya. Jendela itu sudah lapuk dan cantelan jendelanya juga sudah hamper terlepas. Itulah kenapa jendela kamar Audi sering terbuka sendiri, dan kenapa hanya hanya Audi yang mengelihkan kokok Jali yang terlalu keras. Jika saja jendela kamarnya tertutup, kokokan Jali akan sedikit teredam. Ahmad memang benar, terkadang jawaban dari suatu masalah super berat itu simpel saja.
"Tunggu dulu, aku kan juga membantumu, paling banyak yang mengusulkan malah. Kenapa hanya Ahmad yang dapat ucapan terima kasih?" Ilham protes, menghentikan Audi yang berseri-seri berterima kasih kepada Ahmad yang kelihatan tersipu namun coba menyembunyikannya.
"Karena saranmu tidak ada yang berguna, Ilham, itulah kenapa. Lain kali pikirkan dulu sebelum bicara." Audi membalas kalimat Ilham dengan pukulan di lengan. Pukulan Audi tidak keras, tetapi Ilham mengaduh dan mengelus-elus lengannya dengan sopan. "Tapi...makasih." Audi nyengir saja melihat wajah Ilham yang memerah.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Satu lagi cerita gaje terbit-^-
Untuk semua yang membaca, maafkan jika ada kesamaan nama. Nama-nama disini diambil dari potongan nama teman-temen author di dunia nyata yang menurut author bagus, ikhlas saja ya. Kan nama tidak punya hak cipta.
Ya, sudah. Selamat menikmati~
YOU ARE READING
Kosan Cari (Cerita Remaja-remaja Tanggung yang Banyak Masalah)
Teen FictionSaat Audi memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke kota, membuatnya terpaksa tinggal di kos-kosan campuran yang berisik, dia tidak tahu kalau hidupnya akan berubah menjadi lebih menyenangkan (walau banyak masalah). Jika ada kesamaan nama, mohon dimaa...