Ketika senja menyapa, aku tak mampu berkata.
Senja memberi salam pada semua orang, aku hanya diam."Nikmati saja alurnya," sahutnya. "Nanti juga bahagia."
Mudah bicara seperti itu saat alam dan rasa bersahabat.Apa daya aku yang berjalan tanpa payung?
Tanpa sandar dan tanpa naung.
Mendung, tapi tak ada saung.
Tak tersedia tempat berkeluh kesah saat aku resah.
Ingin ku marah, tapi pada siapa?Tak ku kenal siapapun di sini.
Acuh temani setiap hari.
Aku hanya mampu mengais tangis di peradaban kosong bak gurun pasir.Hati menjerit, "Aku rindu!"
Bagi siapapun yang dengar, tolong sampaikan pada yang sedang tertidur itu.
Katakan, "Aku rindu. Rindunya berlebihan."Buat dia mengerti kalau bulan dengan keji mematikan matahari.
Malam ini jadi semakin dingin.Gemerlap bintang enggan terbentang.
Biasanya, lewati kegelapan dengan canda tawa.
Sekarang, cemas mengisi hampa.Dia jauh di sana, aku terdampar di sebuah yang jenuh.
Sebuah yang tak tahu menahu, yang jarang tersentuh.
Kami terpaksa terpisah untuk sementara.
Suruhan alam tak dapat dibantah.Maaf aku merana berkat merindu.
Tak menentu, penuh kelu.Tolong temui diri yang ingin segera beranjak.
Ku menunggu waktu berpeluk manja.
Saat aku bisa menggapai tanpa halang.
Tak bakal ada sekat yang ganggu karena kita akan jadi satu.Tolong temui diri yang ingin segera beranjak.
Ku menunggu waktu untuk balas rindu berlebihan.