3. Sahabat

45 7 0
                                    

"Aresha lo nggak papa ?" tanya Sindy ketika melihat Aresha baru memasuki kelas.

Aresha menggelengkan kepalanya, merasa bingung kenapa Sindy bertanya seperti itu. Memangnya apa yang baru saja terjadi?

"Gue khawatir banget tau sama lo, gue denger lo habis dibully lagi sama geng-nya si Lisa itu. Maafin gue ya Re." ucap Sindy begitu merasa bersalah.

Oohhh ternyata masalah itu.

Aresha yang baru saja mengambil duduk langsung menatap wajah sindy yang memang terlihat khawatir. Ingatkan Aresha untuk selalu bersyukur karena memiliki sahabat seperti itu.

"Aku nggak papa kok Sin, kamu sendiri tau kan kalau hal macam itu udah kaya makanan buat aku." balas Aresha.

"Hati lo kebuat dari apa si Re ? Kenapa lo nggak lapor aja ke BK kalau lo sering di bully? Gue yakin setelah lo lapor lo nggak bakal di bully lagi." ujar Sindy.

"Tapi aku sendiri nggak meyakini itu Sin." sahut Aresha dengan suara yang lirih.

"Mereka hanya menganggap suatu kaum dari seberapa besar harta yang mereka miliki. Dan untuk kaum seperti aku, mereka nggak akan pernah menyadari keberadaannya. Nggak akan pernah. " sambung Aresha.

"Tapi lo belum coba Re, lo nggak bisa langsung ambil kesimpulan gitu aja." keukeh Sindy.

"Sindy.." Aresha mengambil satu tangan sahabatnya itu untuk kemudian ia genggam.

"Seberapa seringpun mereka ngehina aku, bully aku, aku akan tetap bertahan demi kalian. Orang-orang yang selalu ada dan kasih dukungan buat aku."

"Tapi lo nggak selamanya harus diem nerima tatapan sinis dari mereka Re, bahkan terang-terangan si Lisa gangguin lo tanpa tau tempat kan? Lo sahabat gue Re, gue nggak mau lo terus-terusan ditindas disini." tegas Sindy yang mulai tersulut emosinya.

Aresha terdiam mendengar penuturan sahabatnya. Sindy benar, apakah Aresha harus diam saja mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan selama ia bersekolah disini?

"Kamu tau kan Sin kalau aku gadis yang kuat ?" Sindy mengangguk.

"Tolong bilang sekali lagi, kalau ke depannya aku akan tetap seperti itu. Aku hanya takut kalo nanti aku ngga---"

"Aresha lo ngomong apa sih? Sekarang, besok, lusa, dan seterusnya, lo bakal tetep jadi cewek yang paling kuat yang pernah gue kenal." potong Sindy.

Mata Aresha berkaca-kaca menatap Sindy yang mencoba menyunggingkan senyumannya.

"Sindy..aku takut." ucap Aresha dengan suara yang bergetar. Tanpa sadar, mata Sindy pun ikut memanas mengetahui kisah hidup sahabatnya yang memang tak mudah.

"Aresha.." Sindy langsung menggeserkan bangkunya agar dapat menjangkau tubuh Aresha.

Beruntung sekali karena keadaan kelas belum ramai saat itu. Padahal bel tanda berakhirnya istirahat sudah berbunyi. Mungkin karena jam setelah ini kosong, membuat para penghuni kelas 12 IPA 2 masih betah berada di luaran sana.

"Lo punya gue sama Gita Re, kita akan terus di samping lo apapun yang terjadi nanti."

"Terima kasih." ucap Aresha dengan tulus.

Sindy melepaskan pelukan mereka. "Udah jangan nangis lagi ya." Aresha hanya mengangguk dan memaksakan senyumnya.

"Btw gue denger, lo ditolong sama Davin?" tanya Sindy mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya."

"Beruntung banget sih lo Re, gue juga mau kali kalau ditolong sama dia." ucap Sindy sambil mencebikkan bibirnya.

ARESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang